Rabu, 31 Desember 2014

Hukum Turut Serta Dalam Perayaan Tahun Baru.

Oleh Ust. Supiana Abu Zidni.

Assalamualaikum warohmatullahi wabarokaatuh.

Merayakan Tahun Baru Masehi Dilarang Dalam Islam, dan Haram Hukumnya,
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut.(HR: Abu Daud)

Sebagaimana difatwakan juga oleh  Majelis PermusyawaratanUlama (MPU) Aceh.  " Bahwa diharapkan kepada ummat Islam pada umumnya dan khuusunya di Aceh supaya mengikuti fatwa MPU Aceh terkait perayaan tahun baru masehi haram,
FPI Bireuen bersama masyarakat Bireuen akan mengadakan patroli pada malam pergantian tahun baru masehi, supaya Ummat Islam mengindahkan Fatwa Haram merayakan tahun baru yang sudah dikeluarkan oleh Majelis PermusyawaratanUlama (MPU) Aceh tersebut". ujar Tgk Zainuddin Al Biruny ketika dihubungi Seuramoe Mekkah pada Selasa,30/12/2014.

Menurut Tgk Zainuddin perayaan tahun baru masehi merupakan bentuk peribadatan agama kristen yang sudah dilakukan sejak romawi kuno, "perayaan itu merupakan bagian dari ritual/peribadatan dalam agama Kristen, Diharamkannya perayaan tahun baru itu juga disebabkan perayaan itu lahir dari ritual Romawi Kuno yang mengkultuskan Dewa Janus, , perayaan tahun baru masehi telah mengangkangi akidah Islam" papar Tgk Zainuddin.

"Kami juga memperingatkan pengelola hotel, cafe dan tempat hiburan lainnya agar tidak mengadakan pesta dan perayaan untuk menyambut tahun baru Masehi. "Jadi kami minta masyarakat tidak ikut-ikutan merayakan tahun baru".tambah Tgk Zainuddin.

1. Allah Subhanahu Wata’ala melarang kita mengikuti/meniru hari raya dan ritual agama selain Islam. Di antara ayat-ayat Al-Quran yang melarang dan mengecam tersebut yaitu:

a. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman: “Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (Al-Isra: 36).

b. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman: “Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah Swt itulah petunjuk (yang sebenarnya)”. Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, tidak ada akan ada bagi pelindung dan penolong dari Allah”. (Al-Baqarah: 120).

c. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman: “Kamu tidak mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya.” (Al-Mujadalah: 22).

d. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman: “Dan janganlah kamu campuradukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya.” (Al-Baqarah: 42).

e. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk.” (Al-An’am: 82)

f. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman: “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku”. (Al-Kafirun: 6)

Senin, 29 Desember 2014

Imam Merokok Dan Memotong Jenggot

Syaikh 'Abdul 'Aziz bin 'Abdillah Alu Asy-Syaikh rahimahullah ditanya:
Samahatu Asy-Syaikh, apakah boleh maju mengimami manusia orang yang menghisap rokok dan memotong jenggotnya?

Beliau menjawab :

"Diriwayatkan dari Nabi Shollallahu 'alaihi wasallam :

اِجْعَلُوْا مِنْ‏‎ ‎أَئِمَّتِكُمْ خِيَارَكُمْ‏‎ ‎فَإِنَّهُمْ وَفَدَكُمْ‏‎ ‎فِيْمَا بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ‏‎ ‎اللهِ

"Jadikanlah sebagai imam-imam kalian yang paling baiknya di antara kalian, karena sesungguhnya mereka menebus apa-apa antara kalian dan antara Allah."

Jika imamnya adalah orang yang jelek, pecandu rokok, isbal kainnya (1) dan memotong jenggotnya, bagaimana bisa dia mengimami jama'ah (sholat)? Maka wajib atasnya (imam tersebut) untuk bertaqwa kepada Allah dan mengetahui agungnya kedudukan imam (sholat) dan wajib juga atasnya untuk menjauh dari semua perkara yang diharamkan, apakah dia mengimami manusia maupun tidak."

Dari : Jurnal Al-Atsariyyah Vol. 01/Th01/2006

Sabtu, 27 Desember 2014

Kajian Ahad Pagi.

Pengertian Ikhlas.

Dalam mendefinisikan ikhlas, para ulama berbeda redaksi dalam menggambarkanya. Ada yang berpendapat, ikhlas adalah memurnikan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ada pula yang berpendapat, ikhlas adalah mengesakan Allah dalam beribadah kepadaNya. Ada pula yang berpendapat, ikhlas adalah pembersihan dari pamrih kepada makhluk.

Al 'Izz bin Abdis Salam berkata : "Ikhlas ialah, seorang mukallaf melaksanakan ketaatan semata-mata karena Allah. Dia tidak berharap pengagungan dan penghormatan manusia, dan tidak pula berharap manfaat dan menolak bahaya".

Al Harawi mengatakan : "Ikhlas ialah, membersihkan amal dari setiap noda." Yang lain berkata : "Seorang yang ikhlas ialah, seorang yang tidak mencari perhatian di hati manusia dalam rangka memperbaiki hatinya di hadapan Allah, dan tidak suka seandainya manusia sampai memperhatikan amalnya, meskipun hanya seberat biji sawi". 

Abu 'Utsman berkata : "Ikhlas ialah, melupakan pandangan makhluk, dengan selalu melihat kepada Khaliq (Allah)".

Abu Hudzaifah Al Mar'asyi berkata : "Ikhlas ialah, kesesuaian perbuatan seorang hamba antara lahir dan batin". 

Abu 'Ali Fudhail bin 'Iyadh berkata : "Meninggalkan amal karena manusia adalah riya'. Dan beramal karena manusia adalah syirik. Dan ikhlas ialah, apabila Allah menyelamatkan kamu dari keduanya".[1] 

Ikhlas ialah, menghendaki keridhaan Allah dalam suatu amal, membersihkannya dari segala individu maupun duniawi. Tidak ada yang melatarbelakangi suatu amal, kecuali karena Allah dan demi hari akhirat. Tidak ada noda yang mencampuri suatu amal, seperti kecenderungan kepada dunia untuk diri sendiri, baik yang tersembunyi maupun yang terang-terangan, atau karena mencari harta rampasan perang, atau agar dikatakan sebagai pemberani ketika perang, karena syahwat, kedudukan, harta benda, ketenaran, agar mendapat tempat di hati orang banyak, mendapat sanjungan tertentu, karena kesombongan yang terselubung, atau karena alasan-alasan lain yang tidak terpuji; yang intinya bukan karena Allah, tetapi karena sesuatu; maka semua ini merupakan noda yang mengotori keikhlasan.

Landasan niat yang ikhlas adalah memurnikan niat karena Allah semata. Setiap bagian dari perkara duniawi yang sudah mencemari amal kebaikan, sedikit atau banyak, dan apabila hati kita bergantung kepadanya, maka kemurniaan amal itu ternoda dan hilang keikhlasannya. Karena itu, orang yang jiwanya terkalahkan oleh perkara duniawi, mencari kedudukan dan popularitas, maka tindakan dan perilakunya mengacu pada sifat tersebut, sehingga ibadah yang ia lakukan tidak akan murni, seperti shalat, puasa, menuntut ilmu, berdakwah dan lainnya.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin berpendapat, arti ikhlas karena Allah ialah, apabila seseorang melaksanakan ibadah yang tujuannya untuk taqarrub kepada Allah dan mencapai tempat kemuliaanNya.

SULITNYA MEWUJUDKAN IKHLAS
Mewujudkan ikhlas bukan pekerjaan yang mudah seperti anggapan orang jahil. Para ulama yang telah meniti jalan kepada Allah telah menegaskan sulitnya ikhlas dan beratnya mewujudkan ikhlas di dalam hati, kecuali orang yang memang dimudahkan Allah.

Imam Sufyan Ats Tsauri berkata,"Tidaklah aku mengobati sesuatu yang lebih berat daripada mengobati niatku, sebab ia senantiasa berbolak-balik pada diriku." [2] 

Karena itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berdo'a: 

يَا مُقَلِّبَ القُلُوْبِ ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ

Ya, Rabb yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku pada agamaMu. 

Lalu seorang sahabat berkata,"Ya Rasulullah, kami beriman kepadamu dan kepada apa yang engkau bawa kepada kami?" Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,"Ya, karena sesungguhnya seluruh hati manusia di antara dua jari tangan Allah, dan Allah membolak-balikan hati sekehendakNya. [HR Ahmad, VI/302; Hakim, I/525; Tirmidzi, no. 3522, lihat Shahih At Tirmidzi, III/171 no. 2792; Shahih Jami'ush Shagir, no.7987 dan Zhilalul Jannah Fi Takhrijis Sunnah, no. 225 dari sahabat Anas].

Yahya bin Abi Katsir berkata,"Belajarlah niat, karena niat lebih penting daripada amal." [3]

Muththarif bin Abdullah berkata,"Kebaikan hati tergantung kepada kebaikan amal, dan kebaikan amal bergantung kepada kebaikan niat." [4]

Pernah ada orang bertanya kepada Suhail: "Apakah yang paling berat bagi nafsu manusia?" Ia menjawab,"Ikhlas, sebab nafsu tidak pernah memiliki bagian dari ikhlas." [5]

Dikisahkan ada seorang 'alim yang selalu shalat di shaf paling depan. Suatu hari ia datang terlambat, maka ia mendapat shalat di shaf kedua. Di dalam benaknya terbersit rasa malu kepada para jama'ah lain yang melihatnya. Maka pada saat itulah, ia menyadari bahwa sebenarnya kesenangan dan ketenangan hatinya ketika shalat di shaf pertama pada hari-hari sebelumnya disebabkan karena ingin dilihat orang lain. [6]

Yusuf bin Husain Ar Razi berkata,"Sesuatu yang paling sulit di dunia adalah ikhlas. Aku sudah bersungguh-sungguh untuk menghilangkan riya' dari hatiku, seolah-olah timbul riya, dengan warna lain." [7]

Ada pendapat lain, ikhlas sesaat saja merupakan keselamatan sepanjang masa, karena ikhlas sesuatu yang sangat mulia. Ada lagi yang berkata, barangsiapa melakukan ibadah sepanjang umurnya, lalu dari ibadah itu satu saat saja ikhlas karena Allah, maka ia akan selamat.

Masalah ikhlas merupakan masalah yang sulit, sehingga sedikit sekali perbuatan yang dikatakan murni ikhlas karena Allah. Dan sedikit sekali orang yang memperhatikannya, kecuali orang yang mendapatkan taufiq (pertolongan dan kemudahan) dari Allah. Adapun orang yang lalai dalam masalah ikhlas ini, ia akan senantiasa melihat pada nilai kebaikan yang pernah dilakukannya, padahal pada hari kiamat kelak, perbuatannya itu justru menjadi keburukan. Merekalah yang dimaksudkan oleh firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

وَبَدَا لَهُم مِّنَ اللهِ مَالَمْ يَكُونُوا يَحْتَسِبُونَ وَبَدَا لَهُمْ سَيِّئَاتُ مَاكَسَبُوا وَحَاقَ بِهِم مَّاكَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِءُونَ 

Dan jelaslah bagi mereka adzab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan.Dan jelaslah bagi mereka akibat buruk dari apa yang telah mereka perbuat … [Az Zumar : 47-48]

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِاْلأَخْسَرِينَ أَعْمَالاً الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا 

Katakanlah:"Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya". Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. [Al Kahfi : 103-104].[8]

Bila Anda melihat seseorang, yang menurut penglihatan Anda telah melakukan amalan Islam secara murni dan benar, bahkan boleh jadi dia juga beranggapan seperti itu. Tapi bila Anda tahu dan hanya Allah saja yang tahu, Anda mendapatkannya sebagai orang yang rakus terhadap dunia, dengan cara berkedok pakaian agama. Dia berbuat untuk dirinya sendiri agar dapat mengecoh orang lain, bahwa seakan-akan dia berbuat untuk Allah.

Ada lagi yang lain, yaitu beramal karena ingin disanjung, dipuji, ingin dikatakan sebagai orang yang baik, atau yang paling baik, atau terbetik dalam hatinya bahwa dia sajalah yang konsekwen terhadap Sunnah, sedangkan yang lainnya tidak.

Ada lagi yang belajar karena ingin lebih tinggi dari yang lain, supaya dapat penghormatan dan harta. Tujuannya ingin berbangga dengan para ulama, mengalahkan orang yang bodoh, atau agar orang lain berpaling kepadanya. Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengancam orang itu dengan ancaman, bahwa Allah akan memasukkannya ke dalam neraka jahannam. Nasalullaha As Salamah wal 'Afiyah. [9]

Membersihkan diri dari hawa nafsu yang tampak maupun yang tersembunyi, membersihkan niat dari berbagai noda, nafsu pribadi dan duniawi, juga tidak mudah. memerlukan usaha yang maksimal, selalu memperhatikan pintu-pintu masuk bagi setan ke dalam jiwa, membersihkan hati dari unsur riya', kesombongan, gila kedudukan, pangkat, harta untuk pamer dan lainnya.

Sulitnya mewujudkan ikhlas, dikarenakan hati manusia selalu berbolak-balik. Setan selalu menggoda, menghiasi dan memberikan perasaan was-was ke dalam hati manusia, serta adanya dorongan hawa nafsu yang selalu menyuruh berbuat jelek. Karena itu kita diperintahkan berlindung dari godaan setan. Allah berfirman, yang artinya : Dan jika kamu ditimpa suatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [Al A'raf : 200].

Jadi, solusi ikhlas ialah dengan mengenyahkan pertimbangan-pertimbangan pribadi, memotong kerakusan terhadap dunia, mengikis dorongan-dorongan nafsu dan lainnya.

Dan bersungguh-sunguh beramal ikhlas karena Allah, akan mendorong seseorang melakukan ibadah karena taat kepada perintah Allah dan Rasul, ingin selamat di dunia-akhirat, dan mengharap ganjaran dari Allah.

Upaya mewujudkan ikhlas bisa tercapai, bila kita mengikuti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan jejak Salafush Shalih dalam beramal dan taqarrub kepada Allah, selalu mendengar nasihat mereka, serta berupaya semaksimal mungkin dan bersungguh-sungguh mengekang dorongan nafsu, dan selalu berdo'a kepada Allah Ta'ala.

HUKUM BERAMAL YANG BERCAMPUR ANTARA IKHLAS DAN TUJUAN-TUJUAN LAIN
Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin menjelaskan tentang seseorang yang beribadah kepada Allah, tetapi ada tujuan lain. Beliau membagi menjadi tiga golongan.

Pertama : Seseorang bermaksud untuk taqarrub kepada selain Allah dalam ibadahnya, dan untuk mendapat sanjungan dari orang lain. Perbuatan seperti membatalkan amalnya dan termasuk syirik, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Allah berfirman:

أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ ، مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيْهِ مَعِي غَيْرِيْ تَرَكْتُهُ وَ شِرْكَهُ

Aku tidak butuh kepada semua sekutu. Barangsiapa beramal mempersekutukanKu dengan yang lain, maka Aku biarkan dia bersama sekutunya. [HSR Muslim, no. 2985; Ibnu Majah, no. 4202 dari sahabat Abu Hurairah].

Kedua : Ibadahnya dimaksudkan untuk mencapai tujuan duniawi, seperti ingin menjadi pemimpin, mendapatkan kedudukan dan harta, tanpa bermaksud untuk taqarrub kepada Allah. Amal seperti ini akan terhapus dan tidak dapat mendekatkan diri kepada Allah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

مَن كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لاَيُبْخَسُونَ أُوْلَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي اْلأَخِرَةِ إِلاَّ النَّارَ وَحَبِطَ مَاصَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَّاكَانُوا يَعْمَلُونَ

Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna, dan mereka di dunia tidak dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka, dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia, dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan. [Hud : 15-16].

Perbedaan antara golongan kedua dan pertama ialah, jika golongan pertama bermaksud agar mendapat sanjungan dari ibadahnya kepada Allah; sedangkan golongan kedua tidak bermaksud agar dia disanjung sebagai ahli ibadah kepada Allah dan dia tidak ada kepentingan dengan sanjungan manusia karena perbuatannya.

Ketiga : Seseorang yang dalam ibadahnya bertujuan untuk taqarrub kepada Allah sekaligus untuk tujuan duniawi yang akan diperoleh. Misalnya :

•- Tatkala melakukan thaharah, disamping berniat ibadah kepada Allah, juga berniat untuk membersihkan badan.
•- Puasa dengan tujuan diet dan taqarrub kepada Allah.
•- Menunaikan ibadah haji untuk melihat tempat-tempat bersejarah, tempat-tempat pelaksaan ibadah haji dan melihat para jamaah haji.

Semua ini dapat mengurangi balasan keikhlasan. Andaikata yang lebih banyak adalah niat ibadahnya, maka akan luput baginya ganjaran yang sempurna. Tetapi hal itu tidak menyeret pada dosa, seperti firman Allah tentang jama'ah haji disebutkan dalam KitabNya:[10] 

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَبْتَغُوا فَضْلاً مِّن رَّبِّكُمْ 

Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki) dari Rabb-mu……[Al Baqarah : 198].

Namun, apabila yang lebih berat bukan niat untuk beribadah, maka ia tidak memperoleh ganjaran di akhirat, tetapi balasannya hanya diperoleh di dunia; bahkan dikhawatirkan akan menyeretnya pada dosa. Sebab ia menjadikan ibadah yang mestinya karena Allah sebagai tujuan yang paling tinggi, ia jadikan sebagai sarana untuk mendapatkan dunia yang rendah nilainya. Keadaan seperti itu difirmankan Allah Subhanahu wa Ta'ala :

وَمِنْهُم مَّن يَلْمِزُكَ فِي الصَّدَقَاتِ فَإِنْ أُعْطُوا مِنْهَا رَضُوا وَإِن لَّمْ يُعْطَوْا مِنْهَآ إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ 

Dan di antara mereka ada yang mencelamu tentang pembagian zakat, jika mereka diberi sebagian darinya mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebagian darinya, dengan serta mereka menjadi marah. [At Taubah : 58].

Dalam Sunan Abu Dawud [11], dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ada seseorang bertanya: "Ya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ! Seseorang ingin berjihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan ingin mendapatkan harta (imbalan) dunia?" Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,"Tidak ada pahala baginya," orang itu mengulangi lagi pertanyaannya sampai tiga kali, dan Beliau Shallallahu 'alaihi wa salalm menjawab,"Tidak ada pahala baginya."

Di dalam Shahihain (Shahih Bukhari, no.54 dan Shahih Muslim, no.1907), dari Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'anhu, sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا ، أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَىمَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Barangsiapa hijrahnya diniatkan untuk dunia yang hendak dicapainya, atau karena seorang wanita yang hendak dinikahinya, maka nilai hijrahnya sesuai dengan tujuan niat dia berhijrah.

Apabila ada dua tujuan dalam takaran yang berimbang, niat ibadah karena Allah dan tujuan lainnya beratnya sama, maka dalam masalah ini ada beberapa pendapat ulama. Pendapat yang lebih dekat dengan kebenaran ialah, bahwa orang tersebut tidak mendapatkan apa-apa.

Perbedaan golongan ini dengan golongan sebelumnya, bahwa tujuan selain ibadah pada golongan sebelumnya merupakan pokok sasarannya, kehendaknya merupakan kehendak yang berasal dari amalnya, seakan-akan yang dituntut dari pekerjaannya hanyalah urusan dunia belaka.

Apabila ditanyakan "bagaimana neraca untuk mengetahui tujuan orang yang termasuk dalam golongan ini, lebih banyak tujuan untuk ibadah atau selain ibadah?"

Jawaban kami: "Neracanya ialah, apabila ia tidak menaruh perhatian kecuali kepada ibadah saja, berhasil ia kerjakan atau tidak. Maka hal ini menunjukkan niatnya lebih besar tertuju untuk ibadah. Dan bila sebaliknya, ia tidak mendapat pahala".

Bagaimanapun juga niat merupakan perkara hati, yang urusannya amat besar dan penting. Seseorang, bisa naik ke derajat shiddiqin dan bisa jatuh ke derajat yang paling bawah disebabkan dengan niatnya.

Ada seorang ulama Salaf berkata: "Tidak ada satu perjuangan yang paling berat atas diriku, melainkan upayaku untuk ikhlas. Kita memohon kepada Allah agar diberi keikhlasan dalam niat dan dibereskan seluruh amal" [12]. 

IKHLAS ADALAH SYARAT DITERIMANYA AMAL
Di dalam Al Qur`an dan Sunnah banyak disebutkan perintah untuk berlaku ikhlas, kedudukan dan keutamaan ikhlas. Ada disebutkan wajibnya ikhlas kaitannya dengan kemurnian tauhid dan meluruskan aqidah, dan ada yang kaitannya dengan kemurnian amal dari berbagai tujuan.

Yang pokok dari keutamaan ikhlas ialah, bahwa ikhlas merupakan syarat diterimanya amal. Sesungguhnya setiap amal harus mempunyai dua syarat yang tidak akan di terima di sisi Allah, kecuali dengan keduanya. Pertama. Niat dan ikhlas karena Allah. Kedua. Sesuai dengan Sunnah; yakni sesuai dengan KitabNya atau yang dijelaskan RasulNya dan sunnahnya. Jika salah satunya tidak terpenuhi, maka amalnya tersebut tidak bernilai shalih dan tertolak, sebagaimana hal ini ditunjukan dalam firmanNya: 

وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَآءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلاَيُشْرِكُ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا 

Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah dia mengerjakan amal shalih dan janganlah dia mempersekutukan seorangpun dengan Rabb- nya. [Al Kahfi : 110].

Di dalam ayat ini, Allah memerintahkan agar menjadikan amal itu bernilai shalih, yaitu sesuai dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, kemudian Dia memerintahkan agar orang yang mengerjakan amal shalih itu mengikhlaskan niatnya karena Allah semata, tidak menghendaki selainNya.[13]

Al Hafizh Ibnu Katsir berkata di dalam kitab tafsir-nya [14]: "Inilah dua landasan amalan yang diterima, ikhlas karena Allah dan sesuai dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ".

Dari Umamah, ia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam seraya berkata,"Bagaimanakah pendapatmu (tentang) seseorang yang berperang demi mencari upah dan sanjungan, apa yang diperolehnya?" Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,"Dia tidak mendapatkan apa-apa." Orang itu mengulangi pertanyaannya sampai tiga kali, dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa salalm selalu menjawab, orang itu tidak mendapatkan apa-apa (tidak mendapatkan ganjaran), kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 

إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبَلُ مِنَ العَمَلِ إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصاً وَ ابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ

Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak menerima amal perbuatan, kecuali yang ikhlas dan dimaksudkan (dengan amal perbuatan itu) mencari wajah Allah. [HR Nasa-i, VI/25 dan sanad-nya jayyid sebagaimana perkataan Imam Mundziri dalam At Targhib Wat Tarhib, I/26-27 no. 9. Dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib Wat Tarhib, I/106, no. 8]. 

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun IX/1426H/2005M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. Al Majmu' Syarhul Muhadzdzab, Imam An Nawawi (I/16-17), Cet. Darul Fikr; Madarijus Salikin (II/95-96), Cet. Darul Hadits Kairo; Al Ikhlas, oleh Dr. Sulaiman Al Asyqar, hlm. 16-17, Cet. III, Darul Nafa-is, Tahun 1415 H; Al Ikhlas Wasy Syirkul Asghar, oleh Abdul Lathif, Cet. I, Darul Wathan, Th. 1412 H.
[2]. Al Majmu' Syarhul Muhadzdzab (I/17); Jami'ul 'Ulum Wal Hikam (I/70).
[3]. Jami'ul Ulum Wal Hikam (I/70).
[4]. Ibid. (I/71).
[5]. Madarijus Salikin (II/95).
[6]. Tazkiyatun Nufus, hlm. 15-17.
[7]. Madarijus Salikin (II/96).
[8]. Tazkiyatun Nufus, hlm. 15-17.
[9]. Lihat hadits yang semakna dalam Shahih At Targhib Wat Tarhib (I/153-155); At Tarhib Min Ta'allumil Ilmi Lighairi Wajhillah Ta'ala, hadits no. 105-110; dan hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah.
[10]. Ada beberapa amal lain yang mirip dengan contoh di atas, seperti:
• Menunaikan ibadah haji dan umrah, disamping bertujuan ibadah, juga untuk bertamasya (tour).
• Mendirikan shalat malam, tujuannya supaya lulus ujian, usahanya berhasil dan lainnya.
• Berpuasa, agar tidak boros dan tidak disibukkan dengan urusan makan.
• Menjenguk orang sakit, agar ia dijenguk pula bila ia sakit.
• Mendatangi walimah nikah, agar yang mengundang datang bila diundang.
• I'tikaf di masjid, supaya ringan biaya kontrak (sewa) tempat, atau untuk melepas kepenatan mengurus keluarga.
Apapun yang mendorongnya, semua pekerjaan yang tujuannya taqarrub, akan menjadi berkurang nilainya dan bisa jadi terhapus. Wallahu a'lam. (Pen).
[11]. Sunan Abu Dawud, Kitabul Jihad, Bab Fi Man Yaghzu Yaltamisud Dunya, no. 2516. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud, no. 2196.
[12]. Majmu' Fatawaa wa Rasa-il, I/98-100, Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin, Tartib Fahd bin Nashir bin Ibrahim As Sulaiman, Cet. II Darul Wathan Lin Nasyr, Th. 1413 H.
[13]. Lihat At Tawassul Anwa'uhu Wa Ahkamuhu, Fadhilatus Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Cet. III, Darus Salafiyyah, Th. 1405 H.
[14]. Tafsir Ibnu Katsir (III/120-121), Cet. Maktabah Darus Salam
Dari posting http://almanhaj.or.id
Posting ulang http://almanzilatul-khairiyah.blogspot.com

Jumat, 26 Desember 2014

ADAB MEMBERI SALAM.

ADAB MEMBERI SALAM.
Drs. Ali Budiman

Kalau kita mau merenungkan betapa banyak pahala-pahala Allah yang tersedia setiap harinya untuk kita raih, tapi justru sering kita remehkan dan abaikan. Dari semenjak kita terjaga dari tidur hingga sampai tidur kembali, semuanya terdapat pahala yang terhampar tak terhitung banyaknya serta keuntungan yang nyata di dunia dan akhirat. Tentunya dengan catatan, kalau semuanya kita jalani sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan syariat.

Contoh yang sangat sederhana sekali dari pahala-pahala yang terabaikan setiap harinya adalah tradisi dan ibadah menebarkan salam 'Assalamu'alaikum' yang saat ini hampir hilang karena sering ditinggalkan oleh sebagian umat islam.

Tidak sedikit di antara kita umat islam yang merasa minder dan malu kalau harus menyapa dengan mengucapkan salam'Assalamu'alaikum' ketika bertemu saudaranya, dan lebih bangga kalau dapat menyapa dengan sapaan 'ala barat' atau sapaan yang lainnya, seperti: hello; hai; selamat pagi; selamat siang; selamat sore; selamat malam; dan lain sebagainya. Juga ketika mendatangi rumah sanak-saudara atau bertamu ke salah satu rumah teman, terasa berat rasanya kalau memulainya dengan mengucapkan salam dan anehnya seakan lebih afdhol atau lebih 'sreg' kalau dengan ucapan selainnya, seperti: permisi, kulo nuwun, punten atau hanya sekedar mengetuk pintu rumah atau lebih parah dari itu masuk 'slonong boy', tanpa permisi dan basa basi. Sungguh menyedihkan dan menyelisihi ajaran Islam yang agung itu sendiri.

Allah subhanahu wa Ta'aalaa berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتىَّ تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا ذَالِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya.Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat". (QS. an-Nur: 27)

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

حَقُّ اْلمُسْلِمِ عَلَى اْلمُسْلِمِ سِتٌّ إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ . .

"Hak seorang muslim atas saudaranya yang muslim ada enam: apabila kamu bertermu dengannya, maka ucapkanlah salam kepadanya…" (HR. Muslim 2162)

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ حَسِيبًا

"Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu". (QS. an-Nisa: 86)

Perlu kita sadari bersama bahwa mengucapkan salam 'Assalamu'alaikum' dalam Islam bukan hanya sekedar sapaan belaka, tetapi lebih mulia dari itu. Ia merupakan bagian dari ibadah kepada Allah subhanahu wata'ala, yang jelas punya nilai dan pahala yang besar di sisi-Nya. Karena ucapan salam itu adalah doa. Sedangkan doa itu sendiri merupakan inti ibadah dan diberikan pahala bagi siapa yang mengucapkannya.

Salam juga merupakan amalan dan tradisi (sunnah) para Rasul-rasul Allah dan para malaikat-Nya. Sebagaimana Allah subhanahu wata'ala berfirman tentang kisah para malaikat yang datang bertamu kepada Nabi Ibrahim 'alaihissalam:

هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ ضَيْفِ إِبْرَاهِيمَ الْمُكْرَمِينَ () إِذْ دَخَلُوا عَلَيْهِ فَقَالُوا سَلَامًا قَالَ سَلَامٌ قَوْمٌ مُنْكَرُونَ

"Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tamu Ibrahim (malaikat-malaikat) yang dimuliakan. (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan:"Salaman", Ibrahim menjawab:"salamun" (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal". (QS. adz-Dzariyat: 24-25)

Shahabat Abu Hurairah radhiyallahu'anhu meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu'alaihi wasallam telah bersabda,

لَمَّا خَلَقَ اللَّهُ آدَمَ قَالَ: اذْهَبْ فَسَلِّمْ عَلَى أُولَئِكَ النَّفَرِ مِنَ الْمَلَائِكَةِ جُلُوسٌ فَاسْتَمِعْ مَا يُحَيُّونَكَ فَإِنَّهَا تَحِيَّتُكَ وَتَحِيَّةُ ذُرِّيَّتِكَ. فَقَالَ: السَّلَامُ عَلَيْكُمْ فَقَالُوا السَّلَامُ عَلَيْكَ وَرَحْمَةُ اللَّهِ فَزَادُوهُ وَرَحْمَةُ اللَّهِ (متفق عليه)

"Tatkala Allah menciptakan Adam 'alaihissalam, Dia berfirman, "Pergilah dan ucapkanlah salam kepada para Malaikat yang sedang duduk, lalu perhatikanlah apa yang mereka akan jawab, sesungguhnya jawaban (para malaikat itu) adalah salam (penghormatan)mu dan anak keturunanmu. Maka Adam 'alaihissalam berkata, "Assalamu'alaikum", lalu mereka (para malaikat) menjawab, "Assalamu'alaika wa Rahmatullah". Mereka menambahkan: "Warahmatullah". (HR Bukhari 6227 dan Muslim 2841).

Salam juga merupakan ajaran dan amalan Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dan para shahabat ridwanullahu'alaihim.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرو بْنِ العَاصِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْإِسْلَامِ خَيْرٌ قَالَ تُطْعِمُ الطَّعَامَ وَتَقْرَأُ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ (متفق عليه)

Dari 'Abdullah bin 'Amru bin al'Ash radhiyallahu'anhuma bahwa seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, "ajaran Islam yang manakah yang paling baik"? Beliau menjawab, "Kamu memberi makan (orang yang membutuhkannya), dan kamu mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan yang tidak kamu kenal". (HR Bukhari 4684 dan Muslim 993).

Berikut ini, kita cantumkan beberapa adab salam. Mudah-mudahan bisa menambah pengetahuan kita yang selanjutnya menjadi landasan kita dalam beramal.

Dianjurkan mengucapkan salam tiga kali jika khalayak banyak jumlahnya. Di dalam hadits Anas disebutkan

أن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا تكلم بكلمة أعادها ثلاثا، وإذا أتى على قوم فسلم عليهم سلم عليهم ثلاثا) رواه البخاري

"Sesungguhnya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila ia mengucapkan suatu kalimat, ia mengulanginya tiga kali. Dan apabila ia datang kepada suatu kaum, ia memberi salam kepada mereka tiga kali" (HR. Al-Bukhari).

Termasuk sunnah adalah orang mengendarai kendaraan mengawali memberikan salam kepada orang yang berjalan kaki, dan orang yang berjalan kaki memberi salam kepada orang yang duduk, orang yang sedikit kepada yang banyak, dan orang yang lebih muda kepada yang lebih tua. Demikianlah disebutkan di dalam hadits Abu Hurairah yang muttafaq'alaih.

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ليسلم الصغير على الكبير، والمار على القاعد, والقليل على الكثير. وفي رواية: والراكب على الماشي. متفق عليه.

Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Hendaklah yang muda memulai memberi salam kepada yang tua, yang berjalan kepada yang duduk  dan yang sedikit kepada yang lebih banyak.." Dan dalam suatu riwayat: "dan yang bertunggangan (berkenderaan) kepada yang berjalan." (Bukhari 6231, 6234 dan Muslim 2160).

Disunnatkan keras ketika memberi salam dan demikian pula menjawabnya, kecuali jika di sekitarnya ada orang-orang yang sedang tidur. Di dalam hadits Miqdad bin Al-Aswad disebutkan di antaranya:

فكان نحتلب فيشرب كل إنسان منا نصيبة، وبرفع للنبي صلى الله عليه وسلم نصيبه قال: فيجيء من الليل فيسلم تسليما لا يوقظ نائما، ويسمع اليقظان. رواه مسلم

"dan kami pun memerah susu (binatang ternak) hingga setiap orang dapat bagian minum dari kami, dan kami sediakan bagian untuk Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam Miqdad berkata: Maka Nabi pun datang di malam hari dan memberikan salam yang tidak membangunkan orang yang sedang tidur, namun dapat didengar oleh orang yang bangun".(HR. Muslim).

Disunatkan memberikan salam di waktu masuk ke suatu majlis dan ketika akan meninggalkannya. Karena hadits menyebutkan:

إذا انتهى أحدكم إلى المجلس فليسلم، فإذا أراد أن يقوم فليسلم فليست الأولى بأحق من الثانية (رواه أبوداود وصححه الألباني)

"Apabila salah seorang kamu sampai di suatu majlis hendaklah memberikan salam. Dan apabila hendak keluar, hendaklah memberikan salam, dan tidaklah yang pertama lebih berhak daripada yang kedua. (HR. Abu Daud dan disahihkan oleh Al-Albani).

Disunnatkan memberi salam di saat masuk ke suatu rumah sekalipun rumah itu kosong, karena Allah telah berfirman yang artinya:

فَإِذَا دَخَلْتُم بُيُوتاً فَسَلِّمُوا عَلَى أَنفُسِكُمْ

" Dan apabila kamu akan masuk ke suatu rumah, maka ucapkanlah salam atas diri kalian" (QS. An-Nur(24) : 61)

Dan karena ucapan Ibnu Umar Radhiallaahu 'anhuma :

إذا دخل الرجل البيت غير المسكون فليقل: السلام علينا وعلى عباد الله الصالحين (رواه البخاري فى الأداب المفرد وصححه الألباني)

"Apabila seseorang akan masuk ke suatu rumah yang tidak berpenghuni, maka hendaklah ia mengucapkan : Assalamu `alaina wa `ala `ibadillahis shalihin" (HR. Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrad, dan disahihkan oleh Al-Albani).

Dimakruhkan memberi salam kepada orang yang sedang di WC (buang hajat), karena hadits Ibnu Umar Radhiallaahu 'anhuma yang menyebutkan

أن رجلا مرّ رسول الله صلى الله عليه وسلم يبول فسلّم : فلم يرد عليه (رواه مسلم)

"Bahwasanya ada seseorang yang lewat sedangkan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam sedang buang air kecil, dan orang itu memberi salam. Maka Nabi tidak menjawabnya". (HR. Muslim)

Disunnatkan memberi salam kepada anak-anak, karena hadits yang bersumber dari Anas Radhiallaahu 'anhu menyebutkan:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يفعله (متفق عليه)

Bahwasanya ketika ia lewat di sekitar anak-anak ia memberi salam, dan ia mengatakan: "Demikianlah yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam". (Muttafaq'alaih).

Tidak memulai memberikan salam kepada Ahlu Kitab, sebab Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :

لا تبدءوا اليهود والنصارى بالسلام …. (رواه مسلم)

" Janganlah kalian terlebih dahulu memberi salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani….." (HR. Muslim). Dan apabila mereka yang memberi salam maka kita jawab dengan mengucapkan "wa `alaikum" saja, karena sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam :

Disunnatkan memberi salam kepada orang yang kamu kenal ataupun yang tidak kamu kenal. Di dalam hadits Abdullah bin Umar Radhiallaahu 'anhu disebutkan bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam :

أي الإسلام  خير؟ قال : تطعم الطعام وتقرأ السلام على  من عرفت ومن لم تعرف (متفق عليه

"Islam yang manakah yang paling baik? Jawab Nabi: Engkau memberikan makanan dan memberi salam kepada orang yang telah kamu kenal dan yang belum kamu kenal". (Muttafaq'alaih).

Disunnatkan menjawab salam orang yang menyampaikan salam lewat orang lain dan kepada yang dititipinya.

فقد جاء رخل إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال: إن أبي يقرئك  السلام فقال: عليك وعلى أبيك السلام (رواه أبو داود وحسنه الألباني)

"Pada suatu ketika seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam lalu berkata: Sesungguhnya ayahku menyampaikan salam untukmu. Maka Nabi menjawab : "`alaika wa `ala abikas salam ( HR . Abu dawud dan dihasankan Al Albani )

Dilarang memberi salam dengan isyarat kecuali ada uzur, seperti karena sedang shalat atau bisu atau karena orang yang akan diberi salam itu jauh jaraknya. Di dalam hadits Jabir bin Abdillah Radhiallaahu 'anhu diriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لا تسلموا تسليم اليهود والنصارى فإن تسليمهم إشارة بالكفوف (رواه البيهقي وحسنه الألباني)

"Janganlah kalian memberi salam seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani, karena sesungguhnya pemberian salam mereka memakai isyarat dengan tangan". (HR. Al-Baihaqi dan dinilai hasan oleh Al-Albani).

Disunnatkan kepada seseorang berjabat tangan dengan saudaranya. Hadits Rasulullah mengatakan:

ما من مسلمين يلتقيان فيتصافحان إلا غفر لهما قبل أن يتفرقا (رواه أبوداود  وصححه الألباني)

"Tiada dua orang muslim yang saling berjumpa lalu berjabat tangan, melainkan diampuni dosa keduanya sebelum mereka berpisah" (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).

Dianjurkan tidak menarik (melepas) tangan kita terlebih dahulu di saat berjabat tangan sebelum orang yang diajak berjabat tangan itu melepasnya. Hadits yang bersumber dari Anas Radhiallaahu 'anhu menyebutkan:

كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا استقبله الرجل فصافحه لا ينزع يده من يده حتى يكون الرجل الذي ينزع (رواه الترمذي وصححه  الألباني)

"Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila ia diterima oleh seseorang lalu berjabat tangan, maka Nabi tidak melepas tangannya sebelum orang itu yang melepasnya…." (HR. At-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani).

Haram hukumnya membungkukkan tubuh atau sujud ketika memberi penghormatan, karena hadits yang bersumber dari Anas menyebutkan:

قال رجل : يا رسول الله احدنا يلقا  صديقه أينحني له ؟ قال صلى الله عليه وسلم لا . قال فيلتزمه ويقبله ؟ قال : لا . قال : فيصافحه ؟ قال : نعم  إن شاء ( رواه الترمذي وصححه  الألباني)

Ada seorang lelaki berkata: Wahai Rasulullah, kalau salah seorang di antara kami berjumpa dengan temannya, apakah ia harus membungkukkan tubuhnya kepadanya? Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Tidak". Orang itu bertanya: Apakah ia merangkul dan menciumnya? Jawab nabi: Tidak. Orang itu bertanya: Apakah ia berjabat tangan dengannya? Jawab Nabi: Ya, jika ia mau. (HR. At-Turmudzi dan dinilai shahih oleh Al-Albani).

Haram berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam ketika akan dijabat tangani oleh kaum wanita di saat baiat, beliau bersabda:

إني لا أصافح النساء (رواه الترمذي والنسائي وصححه  الألباني)

"Sesung-guhnya aku tidak berjabat tangan dengan kaum wanita". (HR.Turmudzi dan Nasai, dan dishahihkan oleh Albani).

Jumat, 19 Desember 2014

Beradab Dalam Bertanya.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh.

Ikhwan fillah rahimakumullah, Sebagaimana kita ketahui bahwa Majelis Ilmu adalah suatu majelis yg paling utama, paling besar dan paling mulia, diantara majelis yg dilakukan oleh manusia.
Karena di dalam majelis tersebut dibahas perkara yang sangat utama dan penting bagi kehidupan umat manusia baik didunia dan akherat disamping dibicarakanya tentang kebesaran Allah subhana wata'ala.
Oleh karenanya untuk menjunjung tinggi majelis tetsebut harus kita ikuti adab adabnya.
Maka salah satu adab yg wajib kita ketahui dsn laksanakan dalam majelis ilmu adalah Beradab Dalam Bertanya.

Bertanya adalah kunci ilmu. Juga diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam firmanNya,

فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَتَعْلَمُونَ

Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. [An Nahl : 43].

Demikian pula Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan, bahwa obat kebodohan yaitu dengan bertanya, sebagaimana sabdanya,

أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ 

Seandainya mereka bertanya! Sesungguhnya obatnya kebodohan adalah bertanya. [Riwayat Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad dan Darimi dan dishahihkan Syeikh Salim Al Hilali dalam Tanqihul Ifadah Al Muntaqa Min Miftah Daris Sa'adah, hal. 174].

Imam Ibnul Qayim berkata,"Ilmu memiliki enam martabat. Yang pertama, baik dalam bertanya …… Ada di antara manusia yang tidak mendapatkan ilmu, karena tidak baik dalam bertanya. Adakalanya, karena tidak bertanya langsung. Atau bertanya tentang sesuatu, padahal ada yang lebih penting. Seperti bertanya sesuatu yang tidak merugi jika tidak tahu dan meninggalkan sesuatu yang mesti dia ketahui."

Demikian juga Al Khathib Al Baghdadi memberikan pernyataan,"Sepatutnyalah rasa malu tidak menghalangi seseorang dari bertanya tentang kejadian yang dialaminya."

Oleh karena itu perlu dijelaskan beberapa adab yang harus diperhatikan dalam bertanya, diantaranya:

1. Bertanya perkara yang tidak diketahuinya dengan tidak bermaksud menguji.
Hal ini dijadikan syarat pertanyaan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam firmanNya.

فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَتَعْلَمُونَ

Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui. [An Nahl : 43].

Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan syarat pertanyaan adalah tidak tahu. Sehingga seseorang yang tidak tahu bertanya sampai diberi tahu. Tetapi seseorang yang telah mengetahui suatu perkara diperbolehkan bertanya tentang perkara tersebut, untuk memberikan pengajaran kepada orang yang ada di majelis tersebut. Sebagaimana yang dilakukan Jibril kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Jibril yang mashur.

2. Tidak boleh menanyakan sesuatu yang tidak dibutuhkan, yang jawabannya dapat menyusahkan penanya atau menyebabkan kesulitan bagi kaum muslimin.
Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala melarang dalam firmanNya,


يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتَسْئَلُوا عَنْ أَشْيَآءَ إِن تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِن تَسْئَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْءَانُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللهُ عَنْهَا وَاللهُ غَفُورٌ حَلِيمُُ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Qur'an itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah mema'afkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. [Al Maidah : 101].

Dan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam

إِنَّ أَعْظَمَ الْمُسْلِمِينَ جُرْمًا مَنْ سَأَلَ عَنْ شَيْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ فَحُرِّمَ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ

Seorang Muslim yang paling besar dosanya adalah orang yang bertanya sesuatu yang tidak diharamkan, lalu diharamkan karena pertanyaannya. [Riwayat Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Ahmad].

Oleh karena itulah para sahabat dan tabi'in tidak suka bertanya tentang sesuatu kejadian sebelum terjadi. Rabi' bin Khaitsam berkata,"Wahai Abdullah, apa yang Allah berikan kepadamu dalam kitabnya dari ilmu maka syukurilah, dan yang Allah tidak berikan kepadmu, maka serahkanlah kepada orang 'alim dan jangan mengada-ada. Karena Allah l berfirman kepada NabiNya,

قُلْ مَآأَسْئَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ وَمَآأَنَا مِنَ الْمُتَكَلِّفِينَ إِنْ هُوَ إِلاَّ ذِكْرٌ لِلْعَالَمِينَ وَلَتَعْلَمُنَّ نَبَأَهُ بَعْدَ حِينٍ 

Katakanlah (hai Muhammad),"Aku tidak meminta upah sedikitpun kepadamu atas dakwahku; dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan. Al Qur'an ini, tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam. Dan sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita Al Qur'an setelah beberapa waktu lagi. [Shad : 86-88].[8] 

3. Diperbolehkan bertanya kepada seorang 'alim tentang dalil dan alasan pendapatnya.
Hal ini disampaikan Al Khathib Al Baghdadi dalam Al Faqih Wal Mutafaqih 2/148 ,"Jika seorang 'alim menjawab satu permasalahan, maka boleh ditanya apakah jawabannya berdasarkan dalil ataukah pendapatnya semata".

4. Diperbolehkan bertanya tentang ucapan seorang 'alim yang belum jelas. Berdasarkan dalil hadits Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu, beliau berkata,

صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَلَمْ يَزَلْ قَائِمًا حَتَّى هَمَمْتُ بِأَمْرِ سَوْءٍ قُلْنَا وَمَا هَمَمْتَ قَالَ هَمَمْتُ أَنْ أَقْعُدَ وَأَدَعَهُ

Saya shalat bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau memanjangkan shalatnya sampai saya berniat satu kejelekan? Kami bertanya kepada Ibnu Mas'ud,"Apa yang engkau niatkan?" Beliau menjawab, "Saya ingin duduk dan meninggalkannya". [Riwayat Bukhari dan Muslim].

5. Jangan bertanya tentang sesuatu yang telah engkau ketahui jawabannnya, untuk menunjukkan kehebatanmu dan melecehkan orang lain.

• Mengambil Akhlak Dan Budi Pekerti Gurunya.
Tujuan hadir di majelis ilmu, bukan hanya terbatas pada faidah keilmuan semata. Ada hal lain yang juga harus mendapat perhatian serius. Yaitu melihat dan mencontoh akhlak guru. Demikianlah para ulama terdahulu. Mereka menghadiri majelis ilmu, juga untuk mendapatkan akhlak dan budi pekerti seorang 'alim. Untuk dapat mendorong mereka berbuat baik dan berakhlak mulia. 

Diceritakan oleh sebagian ulama, bahwa majelis Imam Ahmad dihadiri lima ribu orang. Dikatakan hanya lima ratus orang yang menulis, dan sisanya mengambil faidah dari tingkah laku, budi pekerti dan adab beliau.

Abu Bakar Al Muthaawi'i berkata,"Saya menghadiri majelis Abu Abdillah – beliau sedang mengimla' musnad kepada anak-anaknya- duabelas tahun. Dan saya tidak menulis, akan tetapi saya hanya melihat kepada adab dan akhlaknya".

Demikianlah perihal kehadiran kita dalam majelis ilmu. Hendaklah bukan semata-mata mengambil faidah ilmu saja, akan tetapi juga menghindari perkara perkara yg bisa nengurangi keutamaannya dan yang paling utama lagi adalah menghindari perdebatan dalam majelis ilmu.

Mendengar secara seksama sehingga kita tahu apa yg menjadi kesimpulan dari apa yg disampaikan adalah lebih utama dari pada banyak bertanya dan berdebat dalam pembahasan.

Demikian mudah-mudahan bermanfaat.

Wallahu'alam bi showab.

Sabtu, 6 Shafar 1436H
Abu Afifah

Reff:majalah As-Sunnah)

Menilik Kerancuan Ritual Natal Dari Surat Maryam

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, washalatu wassalam 'ala Rasulillah wa 'alihi wa sohbihi. Amma ba'd

Surat Maryam merupakan surat ke 19 dari 114 surat di dalamKalamullah atau al-Quran. Sebagian besar isi dari surat Maryam berkisar tentang kisah Nabi Isa dan Ibunya, Maryam, dari masa Maryam mengandung Nabi Isa sampai kisah melencengnya kaum Nasrani dari Agama yang dibawa Nabi Isa. Berangkat dari hal ini, maka sudah barang tentu keabsahan Natal -yang inti acaranya adalah perayaan lahirnya Nabi Isa atau "anak Tuhan" dalam prespektif Nasrani- bisa ditilik dari surat Maryam. Setidaknya ada dua kerancuan acara Natal yang bisa disimpulkan dari firman Allah di surat Maryam, yaitu kerancuan dalam waktu dan esensi acara.

Pertama Kerancuan Waktu

Perayaan natal dilaksanakan tepat di tanggal yang diklaim sebagai tanggal kelahiran Nabi Isa. Berkenaan dengan hal ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan Nasrani kapan Nabi Isa dilahirkan. Pendapat yang terkenal dan diamini mayoritas pemeluk agama ini adalah 25 desember. Sebagaimana yang sudah lumrah 25 desember bertepatan dengan musim dingin di berbagai belahan dunia, layaknya Amerika bahkan di negara-negara Arab.

Menyoal kapan nabi Isa lahir, di dalam surat maryam Allah menjelaskan,

فَأَجَاءَهَا الْمَخَاضُ إِلَى جِذْعِ النَّخْلَةِ قَالَتْ يَا لَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ هَذَا وَكُنْتُ نَسْيًا مَنْسِيًّا (23) فَنَادَاهَا مِنْ تَحْتِهَا أَلَّا تَحْزَنِي قَدْ جَعَلَ رَبُّكِ تَحْتَكِ سَرِيًّا (24) وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا (25)

"Kemudian rasa sakit akan melahirkan memaksanya (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia (maryam) berkata, 'wahai, betapa (baiknya) aku mati sebelum ini, dan aku menjadi seorang yang tidak diperhatikan dan dilupakan.' Maka dia (jibril) berseru kepadanya dari tempat yang rendah, 'janganlah engkau bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal kurma itu ke arahmu, niscaya (pohon) ini akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu" (Qs: Maryam 23-24).

Di dalam ayat tersebut Maryam diperintahkan untuk menggoyang pohon kurma agar buahnya gugur  dan bisa dinikmati Maryam. Lantas apa hubungan kurma dengan kelahiran nabi Isa? Bagi yang pernah tinggal di tanah Arab tentu sangat hafal betul kapan kurma ini muncul dari pohon kurma, yaitu ketika musim panas. Maka dengan ini jelas bahwa 25 Desember yang bertepatan dengan musim dingin yang diklaim sebagai kelahiran Nabi Isa merupakan sebuah kerancuan karena Nabi Isa lahir ketika musim kurma, yaitu di musim panas.

Kerancuan Kedua Esensi Perayaan Natal

Inti dari perayaan Natal adalah perayaan akan lahirnya Nabi Isa yang diyakini sebagai Anak Allah oleh kaum nasrani. Keyakinan nabi Isa sebagai anak Allah ini dicap sesat dan kufur di berbagai tempat di dalam al-Quran tak terkecuali di surat Maryam. Di dalamnya digambarkan betapa buruknya dan besarnya nilai kemungkaran keyakinan tersebut. Allah berkata di dalam surat Maryam,

تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا (90) أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا (91)

"Hampir saja langit pecah, dan bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh, (karena ucapan itu), Karena mereka menganggap Allah yang maha pengasih mempunyai anak"(Qs: Maryam, 90-91).

Ayat ini menegaskan kepada kita betapa ucapan dan keyakinan bahwasanya Isa adalah anak Allah dapat membuat bumi luluh lantah layaknya hari kiamat. Hal ini -sebagaimana yang diutarakan oleh Ibnu Katsir (ulama tafsir abad kedelapan hijriah), "dikarenakan gunung-gunung, langit, dan bumi merupakan makhluk yang mengesakan Allah azza wa jalla, maka ketika mendengar perkataan yang bermuatan syirik dari manusia mereka hampir saja hancur sebagai bentuk pengagungan mereka terhadap Allah ta'ala" (tafsir surat maryam ayat 88-95).

Alhasil, melihat kerancuan-kerancuan di atas maka sudah barang tentu keyakinan kaum Nasrani ini tidak dapat diterima di dalam agama Islam. Maka segala hal yang mengarah kepada dukungan ataupun apresiasi yang di praktikan dengan ucapan selamat, memakai atribut natal, dan sebagainya tidak dapat dibenarkan.

Selain itu, ayat-ayat di atas juga memberi kita pelajaran akan pentingnya membaca dan mendalami makna al-Quran agar kita terhindar dari berbagai penyimpangan sebagaimana yang kita dambakan dan kita pinta selalu ketika shalat "Ihdinassiratal Mustaqim" tunjukilah kami jalan yang lurus.
_____
Penulis: Rizqo Kamil Ibrahim
Dari Artikel Muslim.Or.Id
Posting ulang Oleh Almanzilatul.khairiyah

Rabu, 17 Desember 2014

Bertamu untuk Mengucapkan Selamat Natal..

Bolehkah bertamu pada non muslim untuk mengucapkan selamat natal? Kebiasaan seperti ini masih dilakukan di sebagian tempat apalagi yang berada di tempat yang mayoritas tetangganya adalah Nashrani. Hal ini pun kita temukan pada sebagian pegawai ketika mengucapkan selamat natal pada atasannya yang non muslim.
Bertamu dan Bertandang
Bertamu dan bertandang adalah suatu hal yang baik. Yang kita kunjungi tentu saja orang-orang yang baik. Dalam sebuah ayat dalam Al Quran disebutkan,
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ
"Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya" (QS. Al Kahfi: 28). Ayat ini dibawakan oleh Imam Nawawi rahimahullah dalam kitab yang beliau susun, yaitu kitabRiyadhus Sholihin. Beliau membawakan ayat ini pada bab mengenai perintah berkunjung pada orang-orang yang baik.
Tentang ayat di atas, Syaikh As Sa'di rahimahullah berkata, "Ayat tersebut berisi perintah untuk bersahabat dengan orang-orang yang baik, bersungguh-sungguh mencari teman-teman yang baik. Hendaklah banyak bergaul dengan orang yang baik walau mereka miskin karena banyak faedah yang tak terhitung kala berinteraksi dengan mereka." (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 475).
Dalam hadits, kita juga diperintahkan untuk mencari teman-teman yang baik. Dari Abu Sa'id, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تُصَاحِبْ إِلاَّ مُؤْمِنًا وَلاَ يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلاَّ تَقِىٌّ
"Janganlah bersahabat kecuali dengan orang beriman. Janganlah yang memakan makananmu melainkan orang bertakwa." (HR. Abu Daud no. 4832 dan Tirmidzi no. 2395. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih). Al 'Azhim Abadi menyatakan hadits yang dimaksud adalah dilarang bersahabat dengan orang kafir dan munafik karena berteman dengan mereka hanyalah

Jumat, 12 Desember 2014

Tujuh Kiat Menggapai Usnul Khotimah

Tujuh Kiat Menggapai Usnul Khotimah
Oleh : Ust. Drs Ali Budiman

Menggapai kematian yang indah (Khusnul Khotimah)  merupakan harapan semua umat manusia di dunia. Namun, realitanya tak semua manusia mampu menggapai kematian dengan indah. Hal ini dikarenakan amalnya yang berbeda _beda antara satu sama lainnya sewaktu 
hidup di dunia. Orang yang saleh yang selalu beramal baik dan takwa kepada Allah secara kontinu (istiqomah) hingga akhir hayatnya, niscaya akan memperoleh Khusnul Khotimah. Sebaliknya, jika manusia sering durhaka kepada Nya dan "memperkaya diri "dengan maksiat hingga akhir hidup nya, maka sudah bisa dipastikan ia termasuk kategori mati yang menyengsarakan. (su'ul Khotimah). Lantas, bagaimanakah sebenarnya Kiat Menggapai kematian yang indah ;
1. Kontinu melakukan ketaatan dan bertakwa kepada Allah. Intinya ialah merealisasikan tauhid, menjauhi hal _hal yang diharamkan, dan segera bertaubat dari perbuatan haram yang melumurinya. Tindakan yang paling diharamkan adalah syirik, baik syirik besar maupun syirik kecil Firman Allah :
"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik,dan Dia mengampuni dosa selain syirik bagi siapa yang dikehendaki Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar " (Q.S.An Nisaa':48).
2. Hendaknya berdoa kepada Allah dengan sungguh -sungguh agar diwafatkan dalam keadaan beriman dan bertakwa.,yaitu menjalankan seluruh aturan Allah swt, dan Rasul nya sesuai dengan kemampuannya masing -masing. Firman Allah :
    "Hai orang -orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, kami akan memberimu furqaan,dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan -kesalahanmu, dan mengampuni (dosa -dosa) mu.Dan Allah mempunyai karunia yang besar ".(Q.S.Al Anfal: 29).
3. Hendaknya mengerahkan segala kemampuan dalam memperbaiki diri, secara lahir dan batin nya, niat dan maksudnya diarahkan untuk memperbaiki diri, secara lahir dan batin, niat dan maksudnya diarahkan untuk memperbaiki diri. Ketentuan Allah dialam ini telah berlaku. Allah memberikan taufik kepada orang yang mencari kebenaran. Allah akan mengokohkan nya di atas al haq serta menutup amalnya dengan al haq itu "Jauhkanlah dirimu Dari prasangka buruk sebab prasangka buruk adalah ucapan yang paling bohong "(hadist muttafaq alaihi).
4. Jujur dalam segala aktivitas kehidupan. Hendaknya kita selalu benar (jujur). Sesungguhnya kebenaran membawa kepada kebajikan dan kebajikan membawa ke surga. Selama orang benar dan selalu memilih kebenaran, dia tercatat di sisi Allah sebagai orang yang benar (jujur). "Hati -hatilah terhadap dusta, sesungguhnya dusta membawa kepada kejahatan dan kejahatan membawa kepada neraka. Selama seseorang dusta dan selalu memilih dusta, dia tercatat disisi Allah sebagai seorang penduso(pembohong). "(HR.Bukhori).
5.  Taubat,bersegeralah pada ampunan Allah sebelum nyawa sampai di kerongkongan, tentunya taubat harus di iringi dengan kebaikan (amal saleh)  siapa lagi yang dapat mengampuni dosa -dosa manusia selain Allah. Orang -orang yang mengerjakan kejahatan kemudian bertaubat sesudah itu beriman, sesungguhnya Tuhan kita sesudah taubat diikuti dengan Iman itu Tuhan maha Pengampun lagi maha penyayang. Rasulullah saja setiap hari meminta ampun (istigfar) minimal 70 kali dalam sehari padahal beliau sudah ma'sum (dilindungi dari dosa)  dari ukuran ini tentunya kita sudah selayaknya minta ampun lebih dari Rasulullah kerjakan "Sesungguhnya Allah swt membentang kan tangan. Nya di waktu siang untuk menerima taubat orang yang bersalah di waktu malam hingga terbit matahari dari sebelah barat " (HR.Imam Muslim).
6.Melayat ke rumah duka sering -seringlah mengikuti prosesi kematian seseorang  dari sejak memandikan, mengafankan, menshalatkan, menguburkan, dan mendoakan, mudah -mudahan ini menjadi nasihat. Fenomena yang terjadi di masyarakat sering terjadi kematian yang dibahas adalah bagaimana terjadinya (sakit, kecelakaan, dan mengapa ia mati, kebaikan dan keburukan selama hidupnya dsb.), padahal tujuan dari kematian buat yang masih hidup adalah nasihat yang sangat berharga agar selalu introspeksi atas kebaikan dan keburukan sehingga terimplementasi dengan persiapan -persiapan yang maksimal untuk menghadapi kematian kelak. Ibnu Umar. Ra mengatakan "Pergunakan masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati "(HR.Bukhori).
7. Berusaha menghindari sebab-sebab kematian yang tidak baik antara lain seperti ;
      _ Banyak melakukan kesyirikan (menjaga akidah),
      _ Menunda -nunda taubat
      _ Panjang angan -angan,
      _Bergelimang maksiat
      _ Berprasangka buruk kepada Allah dalam menerima musibah,
      _ Sangat mencintai keduniaan.
      _ Banyak melakukan aktivitas (fisik, pikiran dan hati) yang tidak berguna.
Itulah tujuh langkah melawan nafsu amarah, guna mencapai kematian yang Khusnul Khotimah jangan ditunda lagi sampai sakit atau bahkan saat sakratul maut menjemput.
Wassalamu'alaikum

Minggu, 07 Desember 2014

6 Keutamaan Tauhidul Asma Wash shifat

Tak kenal maka tak sayang! Tak kenal maka tak cinta!  
Tak mengenal Allah, bagaimana bisa cinta kepada-Nya?
Berkata Ibnul Qayyimrahimahullah,
فكلما كان العلم به أتم كانت محبته أكمل
"Semakin seseorang mengenal Allah ,maka kecintaannya terhadap-Nya semakin sempurna".
Mengenal Allah dengan belajar Tauhidul Asma` wash Shifat
Sebagaimana telah dijelaskan pada tulisan berjudul "Wahai paranormal, apakah Anda telah mengesakan Allah?"  tentang definisi tauhidul asma` wash shifat, maka berikut penjelasan singkat mengenai keutamaantauhidul asma` wash shifat, yaitu:
Sebagai tujuan penciptaan makhluk. Tujuan penciptaan makhluk ada dua, yaitu:Ma'rifatullah, agar kita mengenal siapa Rabb kita melalui nama dan sifat-Nya. Allah ta'alaberfirman :
{اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا}
"Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu". (QS.Ath-Thalaaq: 12).
'Ibadatullah, agar kita bisa beribadah hanya kepada-Nya saja dengan benar.Allah ta'alaberfirman,
{وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ}
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku".(QS.Adz-Dzaariyaat : 56).
Rukun Iman yang pertama dan pokok dari seluruh rukun-rukun Iman yang lain. Allah ta'ala berfirman :
{لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ }
"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, Kitab-Kitab, dan Nabi-Nabi". (QS.Al-Baqarah : 177).
Paling agung, paling utama, dan paling banyak disebut dalam Al-Qur`an. Buktinya hampir setiap ayat Al-Qur`anditutup dengan penyebutan nama atau sifat Allah.Sebagaimana dinyatakan oleh Penulis Sittu Duror, hal. 34.Sebagai asas perbaikan hati dan badan karena kedudukannya membangun pengetahuan tentang Allah dan tauhid dalam Islam seperti kedudukan memperbaiki hati di dalam jasad dikarenakan ma'rifatullah dan tauhid itu letaknya dalam hati, dan memperbaiki serta menyempurnakan keimanan dalam hati. Allah ta'alaberfirman :
{أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ}(24)
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,
{تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا ۗ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ}(25)
pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. (QS.Ibrahim : 24-25).
Sebagai pokok dari seluruh ilmu yang bermanfaat karena seluruh ilmu itu dasarnya adalah ma'rifatullah, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnul Qoyyimrahimahullah.Sebagai penarik dan pengokoh Arkanu'Ibadah Al-Qolbiyyah (rukun-rukun ibadah hati); mahabbah(cinta); khauf (takut); danraja` (harapan).
Semoga Allah memudahkan kita mengenal tentang diri-Nya dan menjadikan kita semakin dekat dengan-Nya ,sehingga kelak bisa berjumpa dengan-Nya dan melihat wajah-Nya, amin.
[Diolah dari kitab Fiqhul Asma`il Husna, Syaikh Prof. Dr. Abdur Razzaq Al-Badr hafidzhahullah dan kitab Sittu Duror, Syaikh Ramadhani hafidzhahullah]
Penulis: Ust. Sa'id Abu 'Ukkasyah
Dari Artikel Muslim.Or.Id
Posting Ulang oleh Al AMnzialatul khairiyah
Posting ulang oleh Abuafifah