Sabtu, 22 Agustus 2015

Judi Dalam Bersepeda Gembira

Apakah bisa judi ada dalam sepeda gembira?

Bisa saja. Sepeda gembira ada dua bentuk:

Jika mendaftar dengan menyerahkan uang pendaftaran, lalu mendapatkan hadiah dari itu. Ini termasuk judi walaupun hadiahnya umrah sekalipun.Jika mendaftar tanpa ada uang pendaftaran sama sekali, lalu ada pihak sponsorship yang memberikan hadiah. Ini tidak termasuk judi, berarti boleh diikuti.

Hakikat judi seperti diterangkan oleh para ulama berikut ini.

Ibnul 'Arabi menyatakan kaedah yang sangat bagus dalam memahami judi,

إِذَا طَلَبَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا صَاحِبَهُ بِغَلَبَةٍ فِي عَمَلٍ أَوْ قَوْلٍ لِيَأْخُذَ مَالاً جَعَلَهُ لِلْغَالِبِ

"Jika setiap yang berlomba saling bertanding dalam suatu perbuatan atau ucapan, lalu dijadikanlah taruhan dari yang berlomba diberikan pada yang menang." ('Aridhah Al-Ahwadzi, 7: 18)

Ibnu Hazm menerangkan, "Para ulama sepakat bahwa judi yang Allah haramkan adalah permainan di mana yang menang akan mengambil taruhan dari yang kalah. Seperti dua orang yang saling bergulat dan dua orang yang berlomba dengan kendaraannya, yaitu yang menang akan mendapatkan hadiah dari yang kalah. Ini pula yang terjadi dalam memasang taruhan. Inilah judi yang Allah haramkan." Disebutkan dalam Al-Farusiyah karya Ibnul Qayyim.

Al-Muwaffaq Ibnu Qudamah berkata, "Qimar (judi) adalah setiap yang bertaruh atau yang berlomba memasang taruhan, nanti ada yang beruntung dan nanti ada yang merasakan rugi." Disebutkan dalamAl Mughni, 13: 408.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Yang dimaksud judi adalah harta orang lain diambil dengan jalan memasang taruhan di mana taruhan tersebut bisa didapat ataukah tidak." (Al Majmu' Al Fatawa, 19: 283).

Syaikh 'Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di berkata, "Setiap perlombaan atau saling bertaruh di mana ada taruhan di antara kedua belah pihak." Dinukil dari Taisir AlKarim Ar-Rahman.

Waspadalah … waspadalah. Walau hadiahnya menggiurkan, apa mau menerjang larangan Allah?

Allah Ta'ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." (QS. Al Maidah: 90)

Semoga kita dijauhkan dari yang haram.Wallahu waliyyut taufiq.

Sabtu, 08 Agustus 2015

Jadilah Dai Dengan Harta Anda

Oleh Ustadz Firanda Andirja, MA

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda dalam haditsnya:

لا حَسَدَ إِلا فِي اثْنَيْنِ. رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالا فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي حَقٍّ وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
  
Tidak ada hasad kecuali pada 2 orang:
① Seseorang yang Allah berikan harta kemudian dia salurkan harta tersebut untuk perkara-perkara yang benar
② Seseorang yang Allah berikan kepada dia hikmah (ilmu) maka dia berhukum dengan ilmu tersebut dan dia mengajarkan ilmu tersebut.
(Muttafaqun'alah)

Inilah 2 orang yang berhak kita cemburui.

Ada apa gerangan dengan orang tersebut?
Dua orang ini kalau kita perhatikan adalah 2 komponen penting dalam dakwah.

Dakwah membutuhkan 2 model manusia, yaitu:
❶ manusia yang berilmu yang kemudian menyampaikan dakwahnya
❷ manusia yang memiliki harta sebagai donasi untuk menyokong harta tersebut.

Oleh karenanya lihatlah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam diawal dakwahnya, Allah mentakdirkan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menikah dengan seorang wanita yang kaya raya.

Dialah Khadijah radhiyallāhu Ta'āla 'anhā yang dengan harta Khadijah tersebut digunakan seluruhnya untuk menyokong dakwah suaminya Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Dan juga dengan takdir Allāh Subhānahu wa Ta'āla, Allāh menjadikan orang dewasa yang pertama kali masuk Islam adalah Abu Bakr radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, diapun seorang yang kaya raya.

Oleh karenanya harta Abu Bakr sangat bermanfaat dizaman Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Oleh karenanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:
"Tidak ada manfaat yang diberikan sebagaimana manfaatnya harta Abu Bakr radhiyallāhu Ta'āla 'anhu."

Abu Bakr, dialah yang telah membebaskan budak-budak yang masuk Islam ketika mereka disiksa, seperti Bilal bin Rabah ketika disiksa oleh Umayyah bin Khallaf.

Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ketika itu tidak mampu membebaskan Bilal, yang mampu membebaskan Bilal tatkala itu adalah Abu Bakr radhiyallāhu Ta'āla 'anhu.

Dengan hartanya dia infaqkan untuk membebaskan Bilal dari perbudakan yang dia rasakan.

Sampai-sampai ayah dari Abu Bakr mengatakan:
"Wahai Abu Bakr, kalau engkau hendak membebaskan budak maka pilihlah budak-budak yang kuat, jangan ku bebaskan budak-budak yang lemah."

Tapi kata Abu Bakr :
"Aku ingin mengharap wajah Allāh Subhānahu wa Ta'āla."

Karenanya, donasi dalam berdakwah adalah perkara yang sangat penting. Dengan adanya 2 komponen ini maka berjalanlah dakwah.

Bahkan terkadang seorang da'i cemburu kepada harta karena yang bersusah payah untuk menyampaikan ilmu, yang berhadapan langsung dengan masyarakat, yang terkadang dicerca dan dicela.

Sementara pemilik harta, terkadang dia hanya duduk dirumahnya.
Dia hanya menyalurkan hartanya sebagai donasi untuk dakwah.

Tatkala ternyata ada orang-orang yang berhasil didakwahi oleh sang da'i maka pahalanya mengalir kepada sang da'i dan juga mengalir kepada pemilik harta tersebut yang telah memberi donasi dalam dakwah.

Padahal yang bersusah payah adalah sang da'i, yang berjalan jauh, yang berhadapan dengan masyarakat, dicerca, dimaki, dikatakan bodoh, dituduh dengan tuduhan yang tidak-tidak adalah sang da'i, bukan pemilik harta.

Tapi pahalanya mengalir kepada sang da'i dan juga mengalir kepada pemilik harta yang dia mungkin, tatkala sang da'i sedang bersusah payah, dia (pemilik harta) sedang duduk dan bercanda dengan anak & istrinya namun pahala terus mengalir.

Oleh karenanya, anda yang diberikan kelebihan harta oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, jadilah anda seorang da'i.

Bukan dengan ilmu, tapi dengan harta. Anda jug bisa berperan sebagai seorang da'i.

Jangan meremehkan diri anda,ingat tadi Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyamakan antara 2 orang ini (tidak ada hasad kecuali pada 2 orang ini, yang berilmu dan berharta).

Jika keduanya dimanfaatkan untuk dakwah maka ini 2 orang yang sangat mulia disisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dan jangan khawatir, harta anda akan diganti oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Dalam hadits disebutkan:
أَنْفِقْ يَا ابْنَ آدَمَ أُنْفِقْ عَلَيْك.

"Wahai Bani Ādam, berinfaqlah, Allāh akan ganti infaqmu hartamu."

Ini hadits umum berkaitan dengan infaq dalam segala perkara.

Barangsiapa berinfaq maka akan diganti oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Bagaimana lagi dengan berinfaq dijalan Allāh Subhānahu wa Ta'āla, disuatu amalan yang sangat dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, yang Allāh berfirman:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ (33)

"Dan perkataan siapa yang lebih indah daripada menyeru dijalan Allāh Subhānahu wa Ta'āla, dan perkataan siapa yang lebih baik daripada orang yang berdakwah dijalan Allāh Subhānahu wa Ta'āla."
(Fushilat 33)

Infaq yang anda keluarkan pada tempatnya (dakwah), menyeru manusia untuk mengagungkan Allāh Subhānahu wa Ta'āla, mengingat akhirat, mengingatkan bahwa dunia ini hanya sementara.

Ini adalah perkataan yang sangat indah.
Maka, kami para da'i membutuhkan partisipasi saudara-saudara kami sekalian yang diberikan kelebihan harta oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Jadilah anda seorang da'i dengan harta yang diberikan Allāh kepada anda, niscaya anda diberkahi dan dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla dunia dan akhirat.

Dan ingatlah betapa banyak pahala yang akan mengalir kepada anda karena sebab harta anda tersebut.

Wassalam.

Sabtu, 01 Agustus 2015

Tingkatan Marifat Tidak Lagi Ibadah

Oleh Ust: 


Beribadah sampai yakin? Apa maksudnya? Apakah maksudnya beribadah sampai tingkatan ma'rifat? Jika sampai tingkatan tersebut, maka tidak ada lagi kewajiban untuk beribadah pada Allah seperti yang diyakini oleh kaum sufi.

Makna Yakin dalam Ayat adalah Kematian

Allah Ta'ala berfirman,

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

"Dan beribadahlah pada Allah sampai datang kepada kalian yakin (ajal atau kematian)." (QS. Al-Hijr: 99)

Dalam Tafsir Al-Jalalain disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan al-yaqin adalah al-maut (kematian).

Hal yang sama disebutkan oleh Syaikh 'Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di rahimahullah dalam kitab tafsirnya (Taisir Al-Karim Ar-Rahman), yang dimaksud dengan al-yaqin dalam ayat adalah al-maut yaitu kematian. Maksudnya adalah diperintahkan beribadah setiap waktu kepada Allah dengan berbagai macam ibadah.

Imam Bukhari berkata dari Salim, al-yaqin dalam ayat bermakna al-maut (kematian). Yang mengartikan seperti itu di antaranya adalah Salim bin 'Abdillah, Mujahid, Al-Hasan Al-Bashri, Qatadah, dan 'Abdurrahman bin Zaid bin Aslam. Ini yang disebutkan oleh Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya.

Al-yaqin diartikan dengan kematian didukung oleh firman Allah Ta'ala,

لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ الْخَائِضِينَ وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّينِ حَتَّى أَتَانَا الْيَقِينُ

"Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan, hingga datang kepada kami kematian." (QS. Al-Mudattsir: 43-47)

Dari ayat tersebut diambil kesimpulan bahwa shalat dan lainnya wajib dilakukan terus menerus pada Allah selama akalnya masih ada. Shalatnya sesuai keadaan masing-masing orang. Sebagaimana disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari, dari 'Imran bin Hushain radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

صَلِّ قَائِمًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ

"Shalatlah dalam keadaan berdiri. Jika tidak mampu, kerjakanlah sambil duduk. Jika tidak mampu, maka kerjakanlah sambil berbaring."

Tingkatan Ma'rifat Tidak Lagi Ibadah, Pemahaman Sesat

Menurut Ibnu Katsir, ayat yang dikaji saat ini menunjukkan kesalahan dari kaum sesat yang menyatakan bahwa yang dimaksud dalam ayat, "Beribadahlah sampai yakin", yaitu beribadahlah sampai pada tingkatan ma'rifat. Ketika sudah sampai tingkatan ma'rifat, maka tidak ada lagi beban syari'at. Tidak lagi wajib shalat dan ibadah lainnya. Ibnu Katsir menyatakan bahwa keyakinan semacam itu adalah kufur, sesat dan jahil. Karena para Nabi'alaihimush shalaatu was salaam, begitu pula para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah yang paling mengenal Allah. Mereka tahu cara menunaikan kewajiban pada Allah. Mereka juga tahu bagaimanakah sifat Allah yang mulia. Mereka tahu bagaimanakah mengagungkan Allah dengan benar.

Walau mereka sudah ma'rifat (mengenal Allah seperti itu, pen.), mereka ternyata paling rajin dan paling banyak ibadahnya pada Allah Ta'ala. Mereka terus beribadah pada Allah hingga mereka meninggalkan dunia. Jadi yang benar, makna al-yaqin di sini adalah al-maut (kematian) sebagaimana dikemukakan sebelumnya.

ولله الحمد والمنة، والحمد لله على الهداية، وعليه الاستعانة والتوكل، وهو المسؤول أن يتوفانا على أكمل الأحوال وأحسنها [فإنه جواد كريم]

Walillahil hamd wal minnah. Walhamdu lillahi 'ala hidayah wa 'alaihil isti'anah wat tawakkul. Segala puji bagi Allah atas nikmat yang diberikan. Segala puji bagi Allah atas hidayah. Kepada Allah-lah kita meminta tolong dan bertawakkal pada-Nya.

Kita meminta pada Allah agar mematikan dalam keadaan sempurna dan baik. Sesungguhnya Allah Maha Mulai.

 

Referensi:

Taisir Al-Karim Ar-Rahman. Syaikh 'Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di.

Tafsir Al-Qur'an Al-'Azhim. Ibnu Katsir.