Sabtu, 30 Januari 2016

Kaedah Interaksi Sesama

Oleh Ustadz:
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc

Ada beberapa kaedah yang bisa kami sarikan dari para ulama tentang kaedah berinteraksi atau bergaul atau menyikapi orang lain.

Kaedah pertama dari Imam Al-Ghazali,

وَحُسْنُ الخُلُقِ بِالناس هُوَ أَلاَّ تَحْمِلُ النَّاسَ عَلَى مُرَادِ نَفْسِكَ بَلْ تَحْمِلُ عَلَى مُرَادِهِمْ مَا لَمْ يُخَالِفِ الشَّرْعَ

"Cara berakhak terhadap sesama adalah memperlakukan orang lain bukan distandarkan pada keinginan kita, namun distandarkan pada keinginan mereka selama tidak menyelisihi syari'at." (Ayyuhal Walad, hlm. 63)

Contoh: Apa standar makanan yang diberikan pada tamu kita? Tergantung pada tamu tersebut. Siapa tahu tamu yang kita layani punya pantangan pada makanan tertentu yang tidak cocok dengan daerah kita, maka pantangannya tadi jangan diberi. Sehingga memberikan sajian makan –misalnya- bukan pakai standar kita, namun standar siapa yang kita layani.

 

Kaedah kedua,

تَخْتَلِفُ طَرِيْقَةُ التَّعَامُلِ تَبْعاً لاِخْتِلاَفِ العَلاَقَةِ: الوالد مع ولده, الزوج مع زوجته, الرئيس مع مرؤوسه, والعكس

"Cara interaksi berbeda-beda tergantung pada status hubungan. Sehingga berbeda cara interaksi antara orang tua dan anak, antara suami dan istri, antara kepala negara dan rakyatnya, begitu pula sebaliknya."

 

Kaedah ketiga,

أَنَّ التَّعَامُلَ يَتَغَيَّرُ بِاخْتِلاَفِ الأَفْهَامِ وَالعُقُوْلِ. فَالرَّجُلُ الذَّكِيُّ الفَاهِمُ الوَاعِي تَخْتَلِفُ طَرِيْقَةُ تَعَامُلِهِ عَنِ الشَّخْصِ الآخَرِ المحْدُوْدِ العَقْلِ المحْدُوْدِ الفَهْمِ المحْدُوْدِ العِلْمِ, فَالحَدِيْثُ مَعَهُ يَكُوْنُ مُنَاسِباً لِطَبِيْعَتِهِ وَقُدْرَتِهِ عَلَى الفَهْمِ.

"Berinteraksi melihat pula dari latar belakang pemahaman dan kecerdasan yang tentu berbeda-beda. Beinteraksi dengan orang yang cerdas, mudah paham dan pinar tentu berbeda dengan orang yang logikanya, daya pahamnya dan ilmunya terbatas. Sehingga ketika berbicara pula hendaklah memperhatikan tabi'at dan kemampuan pemahamannya."

 

Kaedah keempat,

يَخْتَلِفُ أُسْلُوْبُ التَّعَامُلِ أَيْضًا بِاخْتِلاَفِ الشَّخْصِيَّةِ. فَطَرِيْقَةُ التَّعَامُلِ مِنْ شَخْصٍ شَكَّاكٍ وَحَسَّاسٍ تَخْتَلِفُ عَنْهَا مَعَ شَخْصٍ سَوِيٍّ, فَالطَّرِيْقَةُ تَخْتَلِفُ بِاخْتِلاَفِ الشَّخْصِيَّاتِ وَالصِّفَاتِ الَّتِي تَكُوْنُ بَارِزَةً فِيْهِمْ.

"Cara berinteraksi pula kadang mesti memandang sifat masing-masing orang. Sifat seseorang ada yang penuh dengan keragu-raguan, ada pula yang begitu sensitif. Seperti itu disikapi berbeda dengan orang yang biasa-biasa saja (berada dalam sifat yang lurus). Sehingga cara interaksi dengannya adalah tergantung apa yang dilihat pada sifat yang nampak pada dirinya

Semoga bernanfaat
Wassalam

Rabu, 27 Januari 2016

KIAT-KIAT MENINGKATKAN IMAN (BAGIAN 2 DARI 6)

Oleh Ust: Firanda Andirja. MA.

Ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla,

Apa yang akan disebutkan oleh Syaikh 'Abdurrazzāq Al Badr hafizhahullāhu Ta'āla adalah poin-poin terpenting dari amalan shalih yang dapat menambah keimanan.

■ 1 | BELAJAR ILMU AGAMA

Ini merupakan perkara yang sangat penting yang sangat menambah keimanan.

Yaitu seluruh ilmu yang berkaitan dengan agama, baik ilmu halal wal haram, ushul fiqih, mushthalah hadits, ilmu tentang akhlaq, zuhud dan adab.

Keutamaan menuntut ilmu sangat luar biasa, oleh karenanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla tidak pernah memerintahkan Nabi-Nya untuk meminta tambahan kecuali tambahan ilmu.

Kata Allāh :

وَقُل رَّبِّ زِدْنِي عِلْمًا

"Katakanlah wahai Muhammad,  'Ya Rabbku, tambahkanlah bagiku ilmu'."
(QS Thāha: 114)

Oleh karenanya, dalam hadits yang masyhur Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ 

"Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka untuk meraih ilmu (menuntut ilmu), maka Allāh akan mudahkan jalannya menuju surga."

(HR Muslim)

Perhatikan hadits ini!

Bukankah kita semua sepakat bahwa seluruh amalan shalih mengantarkan kepada surga?

Shalat, puasa, zakat mengantarkan kepada surga, lantas kenapa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengkhususkan penyebutan menuntut ilmu mengantarkan kepada surga? Dimudahkan jalannya menuju surga?

Karena jalan yang paling cepat mengantarkan kepada surga adalah menuntut ilmu.

Dengan ilmu seseorang akan beribadah kepada Allāh dengan ibadah yang benar dan akan mengetahui keburukan-keburukan yang untuk dia jauhi.

Ilmu merupakan pintu yang membuka berbagai macam kebaikan.

Ini dalil yang sangat kuat menunjukkan bahwasanya menuntut ilmu akan menambah keimanan.

Dalam hadits yang lain, kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam Shahīh Al Bukhāri:

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

"Barangsiapa yang Allāh kehendaki baginya kebaikan, Allāh akan buat dia paham tentang agama."

Perhatikan! 

Dalam hadits ini Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan "Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allāh untuk dirinya..."

Seperi kata Al Hāfizh Ibnu Hajar rahimahullāh; "khairan" di sini dalam bentuk tanwin (nakirah) dan kalau ada kalimat nakirah dalam kalimat syarat maka memberikan faidah keumuman dan juga memberikan faidah tafkhim.

Sebagaimana perkataan Ibnu Hajar rahimahullāh, tatkala kalimat nakirah datang dalam bentuk kalimat syarat,

⇒ Nabi tidak mengatakan "man yurīdillāhu bihi al khaira" dengan alif lam, tapi "bihi khairan" dengan tanwin.

Dalam kaidah ushul fiqh, kalau kalimat nakirah disebutkan dalam konteks kalimat syarat maka memberikan kaidah keumuman, sehingga seakan-akan Nabi mengatakan:

"Barangsiapa yang Allāh ingin berikan kepada dia kebaikan dengan berbagai macam kebaikan (umum mencakup kebaikan apa saja), maka Allāh akan buat dia paham tentang agama."

Selain itu, Ibnu Hajar juga mengatakan, "Lītafkhim," khairan di situ menunjukkan agungnya kebaikan tersebut.

Seakan-akan Nabi mengatakan:

"Barangsiapa yang ingin Allāh berikan kepada dia kebaikan yang spesial (bukan sembarang kebaikan) maka Allāh akan buat dia paham tentang agama."

Dan yang paling menunjukkan akan keutamaan ilmu adalah sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam hadits Abu Dardā (hadits riwayat muslim di atas).

Kemudian kata Nabi shallallahu alaihi wasallam:

... وَ إِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ بِمَا يَصْنَعُ...

"Sesungguhnya malaikat akan meletakkan sayap-sayap mereka...."

⇒ Menunjukkan malaikat tawādhu' di hadapan penuntut ilmu karena penuntut ilmu diagungkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Orang yang mencari ilmu dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla sehingga para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka karena ridha dengan apa yang dilakukan oleh penuntut ilmu.

Kemudian, kata Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam:

وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ حَتَّى الْحِيتَانُ فِي الْبَحْرِ

"Sesungguhnya seorang yang menuntut ilmu (yang berilmu), akan dimintakan ampunan baginya oleh seluruh penghuni langit dan penghuni bumi, sampai-sampai ikan di lautan juga berdo'a kepada Allāh agar mengampuni orang ini..."

Maka saya katakan bahwasanya menuntut ilmu merupakan sebab utama untuk diampuni dosa-dosa.

Kemudian kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

 وَفَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ

"Dan keutamaan seorang yang alim dibandingkan dengan seorang ahli ibadah seperti keutamaan rembulan dibanding seluruh bintang."

Kita bayangkan, di malam hari tatkala bulan purnama, bulan cuma satu namun cahaya bulan itulah yang menerangi bumi yang bagi orang-orang cahaya tersebut bermanfaat.

Adapun bintang-bintang walaupun jumlah banyak, cahayanya tidak akan sampai menerangi bumi.

Artinya, kalau ada satu orang yang benar-benar alim, maka dia lebih afdhal daripada jutaan ahli ibadah yang tidak alim.

Karena dia bisa memberi petunjuk kepada masyarakat, sedangkan ahli ibadah hanya untuk kepentingan dirinya sendiri.

Orang alim bisa memberikan penerangan kepada masyarakat tatkala timbul fitnah-fitnah dan syubhat-syubhat.

Dialah yang bisa menjelaskan kepada masyarakat untuk menepis kerancuan dalam pemikiran dan menjelaskan pintu-pintu kebaikan.

Maka satu orang alim lebih baik daripada jutaan ahli ibadah. 

Kemudian kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ ، إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ 

"Sesungguhnya para Nabi tidaklah mewariskan harta dinar dan dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa yang telah mengambil ilmu maka dia telah mengambil warisan para Nabi."

Oleh karenanya, ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla,

Apa yang sedang kita pelajari setiap hari dalam kajian, baik melalui televisi, radio-radio ataupun langsung bermajlis di hadapan para ustadz atau para ulama maka itu semua adalah warisan nabi yang sedang kita ambil.

Maka hendaknya kita berbahagia.

Lebih banyak warisan nabi yang kita ambil maka makin banyak keimanan kita yang bertambah.

Namun ada perkara yang penting yang harus saya ingatkan, ini diingatkan oleh para ulama dan juga diingatkan oleh Syaikh 'Abdurrazzāq dalam kitabnya tersebut bahwasanya:

◆ Menuntut ilmu bukanlah ibadah lidzatihi, tapi ibadah lighairihi.

Ilmu merupakan wasilah kepada sesuatu dan hanya bernilai ibadah kalau dia bisa mengantarkan kepada sesuatu tersebut, sesuatu tersebut adalah agar dia bisa beribadah, bertakwa kepada Allah.

⇒ Artinya, kalau seorang menuntut ilmu hanya sekedar sebagai wawasan (pengetahuan), bukan untuk diamalkan, maka ilmu tersebut tidak menjadi ibadah.

Ilmu itu menjadi ibadah ketika ilmu tersebut bisa mengantarkan kepada ibadah (bernilai ibadah) disisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla

Dan ini seperti firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla dalam Surat Al Baqarah ayat 21

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Bahwasanya tujuan kita diciptakan adalah untuk beribadah dan ilmu adalah sarana untuk ibadah.

Kalau ternyata seseorang menuntut ilmu tetapi tidak mengantarkan dia kepada ibadah, maka bisa jadi bumerang bagi dia.

Oleh karenanya, Allāh memuji kita di dalam Al Qurān, Allāh mengatakan:

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

"Sesungguhnya yang takut kapada Allāh diantara hamba-hambaNya adalah para ulama (orang-orang berilmu)."

(QS Fāthir: 28)

Kalau ternyata ilmunya tidak mengantarkan dia untuk takut kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla maka dia keluar dari ulama yang dimaksudkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Allāh hanya memuji orang-orang yang berilmu yang takut kepada Allāh.

Adapun orang yang memiliki ilmu tetapi tidak takut kepada Allāh (lisannya tidak dia jaga, omongannya kotor, mudah menjatuhkan orang lain, menuduh orang lain sembarangan) maka ini adalah ilmu yang terkontaminasi.

Allāh juga sebutkan dalam surat Az Zumar ayat 9, ini ayat yang sangat indah:

أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ ۗ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ 

"Ataukah seseorang yang dia beribadah kepada Allāh qunut (ibadah yang lama) dia malam hari dalam keadaan sujud atau dalam keadaan berdiri, dalam keadaan takut dengan akhirat dan berharap rahmat Allāh Subhānahu wa Ta'āla..."

Ini menunjukkan bahwa orang yang berilmu yaitu dia shalat malam.

Setelah Allāh menunjukkan ciri orang yang beribadah di malam hari (sujud, berdiri, takut kepada akhirat, berharap kepada Allāh, kemudian kata Allāh di akhir ayat:

"Apakah sama antara orang-orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu?"

Jawabannya tidak sama dalam segala hal.

Perhatikan di sini!

Allāh mengkaitkan antara shalat malam (beribadah di malam hari; sujud, berdiri karena Allāh, takut, berharap kepada Allāh)  dengan orang yang berilmu.

Ini dalil bahwasanya ilmu itu adalah sarana untuk mencapai ibadah.

Ketika ilmu tersebut tidak mengantarkan kepada ibadah maka ilmu tersebut bukan ibadah, ilmu tersebut tidak berpahala. Bahkan ilmu tersebut akan menjadi bumerang.

Perhatikan kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ 

"Al Qurān itu adalah pembelamu di akhirat kelak atau akan menjadi bumerang untuk menyerang engkau pada hari akhirat kelak."

(HR Muslim no. 223)

Demikianlah ilmu itu, akan membela pelakunya di akhirat kelak atau akan menyerang pelakunya di akhirat kelak.

Oleh karenanya, disebutkan dalam hadits yang shahih:

Bahwasanya di akhirat kelak dua kaki seorang hamba tidak akan bergeser sampai ditanya tentang empat perkara, diantaranya ditanya tentang ilmunya; apa yang telah dia amalkan dari ilmunya tersebut.

(HR At Tirmidzi No. 2417)

Ini adalah pertanyaan yang akan ditujukan kepada kita semua.

Oleh karenanya, agar ilmu kita ini menambah keimanan kita dan mendekatkan kita kepada Allāh, memudahkan kita sampai kepada surga, maka tatkala kita berilmu (belajar), maka ingat dan niatkan jangan sekedar untuk wawasan tapi kita niatkan untuk kita amalkan, menghilangkan kejahilan dan untuk mendekatkan diri kita kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, baik kita bersendirian atau di hadapan orang, kita semakin takut dan taqwa kepada Allāh.

Karenanya, saya tutup masalah ilmu dengan perkataan Ibnul Qayyim yang sangat indah, dia mengatakan:

كل عمل وعلم  لا يزيد الإيمان قوة فمدخول

◆ Seluruh ilmu dan seluruh amal yang tidak menambah keimanan maka terkontaminasi.

Seluruh ilmu yang tidak menambah iman berarti menuntut ilmunya tidak beres, terkontaminasi, pasti ada niat niat yang buruk dalam hatinya.

Entah karena riya', karena ingin dimuliakan oleh masyarakat, karena untuk menyaingi ustadz yang lain misalnya.

Demikian juga misalnya dia beramal ternyata tidak menambah keimanan, pasti termasuki dengan sesuatu yang merusaknya, terkontaminasi dengan niat-niat yang tidak beres.

Oleh karenanya, perkara yang pertama yang menambahkan keimanan bagi seorang adalah menuntut ilmu yang dituntut dengan penuh keikhlasan dan ilmu tersebut mengantarkan dia untuk bertakwa kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan beramal shalih.
__________________________

Sabtu, 23 Januari 2016

Pengajian Sabtu Sore. 23 Januari 2016. Tafsir Ibnu Katsir. Ust. Drs. Muhir Djafar.

Tafsir Surat Al-Anfal, ayat 26

{وَاذْكُرُوا إِذْ أَنْتُمْ قَلِيلٌ مُسْتَضْعَفُونَ فِي الأرْضِ تَخَافُونَ أَنْ يَتَخَطَّفَكُمُ النَّاسُ فَآوَاكُمْ وَأَيَّدَكُمْ بِنَصْرِهِ وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (26) }

Dan ingatlah (hai para Muhajirin) ketika kalian masih berjumlah sedikit, lagi tertindas di muka bumi (Mekah), kalian takut orang-orang (Mekah)akan menculik kalian, maka Allah memberi kalian tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kalian kuat dengan pertolongan~Nya dan diberi-Nya kalian rezeki dari yang baik-baik agar kalian bersyukur.
Allah Swt. mengingatkan hamba-hamba-Nya yang mukmin terhadap nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada mereka dan kebajikan-Nya kepada mereka. Pada awalnya mereka berjumlah minoritas, kemudian Allah menjadikan mereka sebagai golongan mayoritas; dan pada mulanya mereka lemah lagi dalam keadaan dicekam rasa takut, kemudian Allah menguatkan mereka dan menolong mereka. Mereka pun pada mulanya miskin lagi papa, kemudian Allah memberi mereka rezeki dari barang-barang yang baik (halal). Kemudian Allah memerin­tahkan mereka untuk bersyukur kepada-Nya, menaati-Nya, dan mengerjakan semua yang diperintahkan-Nya kepada mereka.
Demikianlah keadaan dan kondisi orang-orang mukmin dalam periode Mekah. Mereka minoritas, dicekam oleh rasa takut, tertindas, dan selalu dibayangi oleh rasa takut diculik oleh orang-orang musyrik dari berbagai kawasan, baik mereka orang musyrik ataupun orang Majusi atau orang Romawi, karena semuanya adalah musuh-musuh mereka. Demikian itu karena jumlah kaum muslim sedikit dan tidak mempunyai kekuatan. Demikianlah keadaan mereka selama itu, hingga Allah mengizinkan mereka untuk hijrah ke Madinah, lalu Allah memberikan tempat tinggal kepada mereka di Madinah, dan menjadikan penduduknya senang kepada mereka, memberikan tempat, dan menolong mereka dalam Perang Badar dan peperangan lainnya. Bahkan penduduk Madinah berbagi harta dengan mereka serta rela mengorbankan jiwa dan raga mereka demi ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Qatadah ibnu Di'amah As-Sudusi rahimahullahtelah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan ingatlah (hai para Muhajirin)ketika kalian masih berjumlah sedikit lagi tertindas di muka bumi (Mekah). (Al-Anfal: 26) Kabilah Arab ini pada mulanya adalah manusia yang paling rendah, kehidupannya melarat, perutnya lapar, dan miskin pakaian serta paling jelas kesesatannya. Orang yang hidup di antara mereka kehidupannya celaka dan melarat, dan orang yang mati dari mereka dijerumuskan ke dalam neraka; mereka dimakan dan tidak mendapat makan. Demi Allah, kami belum pernah mendengar bahwa di masa itu ada penduduk bumi yang lebih buruk kedudukannya daripada mereka. Kemudian hal itu berakhir setelah Allah menurunkan agama Islam kepada mereka. Maka berkat agama Islam itulah Allah menguatkan mereka hingga dipengaruhi di seluruh negeri, dan melalui Islamlah Allah meluaskan rezeki mereka serta menjadikan mereka raja-raja di atas semua manusia. Berkat Islam pula Allah memberikan banyak hal kepada mereka, seperti yang kalian lihat sendiri. Karena itu, bersyukurlah kalian kepada Allah atas nikmat-nikmat-Nya karena sesungguhnya Tuhan kalian Yang memberikan nikmat suka kepada perbuatan bersyukur, dan orang-orang yang bersyukur selalu beroleh tambahan nikmat dari Allah.

Kamis, 21 Januari 2016

Muslim Yang Baik..

Oleh:
Ustadz Abu Fairuz, MA
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى عبده ورسوله مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ, أَمَّا بَعْدُ

Seorang mukmin yang baik adalah seorang mukmin yang senantiasa memenuhi hak-hak Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan hak-hak hamba-Nya.

Bukanlah seorang mukmin yang sejati, jikalau dia timpang satu bagian dari dua bagian ini.

Maka yang namanya habluminallāh (hubungan seseorang dengan Allāh ) haruslah baik.

Apakah cukup sampai disitu?

Tidak, habluminannās (hubungan dengan manusia) juga harus baik.

Seorang mukmin yang dia baik hubungannya kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, tapi buruk hubungannya kepada manusia dianggap seorang mukmin sejati?

Tidak!

Bahkan pernah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ditanya oleh sahabat-sahabat beliau, tentang ada sosok wanita yang mereka sebutkan tentang shalatnya yang banyak, puasanya yang banyak, mereka juga mengatakan:

"Tapi Yaa Rasūlullāh, lisannya senantiasa menyakiti tetangga-tetangganya."

Apa jawaban Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam:

, "هي في النّار"

"Dia di neraka"

Ini mengabarkan kepada kita, kalaulah kita telah memenuhi hak Allāh Subhānahu wa Ta'āla tapi tidak memenuhi hak hamba, menyakiti hamba, menzhalimi hamba maka sungguh hal ini sia-sia.

Suatu ketika Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersama 'Aisyah Radhiyallāhu Tabāraka wa Ta'āla 'anhā, tatkala mereka dalam kebersamaan datanglah Shafiyah, kemudian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berbincang-bincang dengan Shafiyah.

Tatkala Syafiyah pulang Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyebutkan keutamaan Shafiyah karena Shafiyah bintu Huyay bin Akhtab suaminya adalah Nabi (Rasūlullāh), keturunan dari nabi, pamannya adalah Yunus bin Matta adalah nabi.

Tatkala Shafiyah Radhiyallāhu 'anhā dipuji Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam di depan putri Abū Bakr Ash Shiddīq, maka Aisyah Radhiyallāhu 'anhā terbakar cemburunya.

Ketika itulah Aisyah Radhiyallāhu Tabāraka wa Ta'āla 'anhā, ummul mukminin, Ibunda kita berkata:

يا رسول الله، حسبك من صفية كذا

"Wahai Rasūlullāh, cukuplah bagimu Shafiyah, dia itu seperti ini."

(Sambil berisyarat)

Maksudnya:

"Yaa Rasūlullāh, anda memuji Shafiyah, apapun yang puji tapi dia seperti ini, bukanlah sosok wanita tinggi, dia pendek. "

Maka mendengar ucapan ibunda kita, seketika itu Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengingatkan:

لقد قلت بكلمة لو مزجت بماء البحر لمزجته

"Sungguh engkau telah mengucapkan satu kalimat (wahai 'Aisyah), jikalau kalimatmu ini dimasukan ke dalam air laut (dibenamkan di air laut) sungguh kalimatmu ini akan merubah rasa lautan."

Allāhu Akbar.

Ini menggambarkan kepada kita bahwasanya hak seorang muslim itu besar di hadapan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Mengghībahnya, menyebutkan kejelekan tentangnya bukanlah perkara kecil.

Banyak yang orang-orang baik shalatnya, menjaga puasanya, mungkin rajin bersedekah tapi tidak mampu menjaga lidahnya, menzhalimi orang-orang Islam lainnya, maka ini bukanlah seorang muslim yang hakiki kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Sungguh, ghibāh yang kecil dalam pandangan manusia tapi kata Rasūlullāh:

"Wahai Aisyah, jikalau ucapanmu ini diletakkan di air lautan, dia akan merubah rasa lautan."

Allāhu Akbar.

Terkadang kita menyepelekan ghībah, terkadang kita menyepelekan dosa ini.

مَرَّ الَّنبِيُّ صلي الله عليه وسلم عَلَى قَبْرَيْنِ فَقَالَ: إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِى كَبِيْرٍ.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melewati dua kuburan, maka beliau mengatakan:

"Sungguh orang-orang yang dalam kubur ini kedua-duanya sedang diadzab bukanlah  karena perkara besar."

(HR Bukhari dan Muslim)

Maksud Rasūlullāh, bukanlah perkara besar dalam pandangan manusia, karena manusia meremehkannya (merendahkannya), menganggap perkara kecil.

Akan tetapi apa kata Nabi kita, ketahuilah sungguh dia adalah besar di hadapan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Allāhu Akbar.

Apakah perkara ini?

Maka beliau mengatakan:

"Adapun yang pertama, dia tiap kali kencing tidak istinjak, dan adapun yang kedua dia senantiasa jalan dengan menyebarkan ghībah dan mengunjing saudara-saudaranya."

Subhānallāh .......

Kata para ulama, kebanyakan adzab kubur itu efek daripada dua perkara ini.

▪Pertama |Bermudah-mudah dalam beristinja' bahkan tidak istinja'

Kita melihat sebagian kaum muslimin tatkala mereka kencing, mereka tidak istinja'.

Ini penyebab terbanyak adzab kubur.

▪Kedua | Dia jalan kemana-mana sambil berupaya untuk menggunjing manusia.

Subhānallāh.....

Jadi kebanyakan adzab kubur disebabkan karena gunjingan lidah.

Karena itulah, berkata Nabi yang Mulia 'alihi shalātu wa sallam:

اْلمــُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ اْلمــُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَ يَدِهِ

"Orang Islam itu adalah seorang yang dapat menjaga lisannya sehingga orang lain aman daripada kejahatan lidahnya dan kejahatan tangannya"

(Shahih Muslim: 41)

Berkata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ketika mendefinisikan ghibāh:

ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ 

"Engkau menyebutkan tentang saudaramu apa-apa yang tidak dia senangi."

(HR Muslim 2589, Abu Dawud 4874, At Tirmidzi 1999 dan lain-lain)

Maka ghībah terkadang dalam bentuk ucapan, terkadang dalam bentuk bahasa isyarat, terkadang dalam bentuk lirikan mata dan seterusnya.

Engkau menyebut tentang saudaramu dengan apa-apa yang tidak dia senangi inilah ghībah.

Maka kaum muslimin sekalian, jika anda ingin menjadi sosok muslim yang baik hendaklah anda perbaiki hubungan anda dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan perbaiki hubungan dengan sesama.

Jangan pernah menzhalimi sesama, penuhilah hak sesama.

Sebagian orang shalatnya baik tapi hutang tidak bayar.

Sebagian orang, Subhānallāh, baik kepada manusia tapi tidak shalat.

Semuanya salah.

Seorang muslim yang baik adalah menggabungkan antara hak Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan hak manusia.

والله تبارك وتعالى أعلم
وصل الله وسلم على نبينا محمد
والسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
 
__________________________

Postibng ulang dari
🌐 Website: 
http://www.bimbinganislam.com

Selasa, 19 Januari 2016

JALAN MENUJU KEBAHAGIAAN (BAGIAN 5 DARI 5)

Oleh Ustadz Firanda Andirja, MA

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Kemudian diantara sebab-sebab kebahagiaan atau hal-hal yang bisa di tempuh seseorang untuk meraih kebahagiaan, yaitu:

■ SEBAB KEDELAPAN | MENYEBUT-NYEBUT KENIKMATAN YANG ALLĀH BERIKAN KEPADA KITA SAMBIL MELIHAT KEPADA YANG LEBIH DI BAWAH DALAM MASALAH DUNIA

Kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

وَأَمَّا بِنِعۡمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثۡ

"Adapun nikmat Allāh kepada kalian, maka ingat-ingatlah (sebut-sebutlah)." (QS Adh Dhuha: 11)

Kata  Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ، وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ؛ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ

"Lihatlah yang di bawah kalian, jangan melihat yang di atas kalian, (dengan cara melihat yang di bawah kalian dalam masalah dunia), maka lebih pantas untuk menjadikan kalian tidak meremehkan nikmat yang Allāh berikan kepada kalian." (HR Muslim)

Ini sering terjadi, tatkala kita terkena kesulitan, maka hendaknya kita ingat bahwa masih banyak orang yang lebih susah daripada kita.

Mungkin kita terkena musibah, tapi kita ingat bahwa masih banyak yang musibahnya lebih parah daripada kita.

Misalkan kita sudah punya motor, tapi orang lain mempunyai mobil, kemudian kita berfikir "Waduh bagaimana ini?."

Kalau seperti itu maka tidak akan pernah berhenti.

Oleh karenanya, sering-sering melatih diri dengan melihat yang di bawah kita.

Maka sesekali kita bawa anak dan istri ke tempat-tempat pengemis atau tempat orang-orang yang hidupnya susah, agar mereka tidak selalu menuntut dan mengerti bahwasanya mereka sebenarnya sedang berada di atas kenikmatan.

Kehidupan dunia hanyalah sementara...

Anak-anak dilatih sejak kecil untuk mensyukuri nikmat yang Allāh berikan kepadanya.

Kemudian,

■ SEBAB KESEMBILAN | JANGAN PERNAH BERHARAP KESEMPURNAAN

Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

لاَ يَفْرُكُ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا خُلُقًا أَخَرَ

"Janganlah seorang lelaki (suami), membenci seorang wanita mu'minah (istrinya) jika dia tidak suka dengan salah satu perangai dari istrinya, karena dia akan ridha dengan perangainya yang lain." (HR Muslim)

Ini adalah hadits yang sangat agung, yang menjelaskan kepada kita bahwasanya di dunia ini tidak ada yang sempurna.

Dalam menjalani kehidupan rumah tanggapun demikian, kalau kita berharap kesempurnaan dari istri kita maka kita tidak akan pernah bahagia.

Istri kita tidak akan sempurna sebagaimana kita juga tidak sempurna.

Kalau yang diingat adalah kesalahan-kesalahan istri kita terus, maka kita tidak akan pernah bahagia.

Ingat, istri kita masih banyak kebaikannya; memasak buat kita, mencuci piring dan pakaian, merapihkan tempat tidur, mengurusi anak-anak, ini adalah kebaikan yang luar biasa.

Sehingga kalau dia mempunyai sedikit kekurangan, mungkin kadang marah-marah, kadang protes, maka kita nasehati.

Dan kekurangan ini akan tertutupi dengan begitu banyak kebaikannya.

Demikian juga dalam menjalani segala kegiatan, misalnya kerja di kantor.

Jangan harapkan kesempurnaan dari teman-teman kita, kalau kita mengharapkan kesempurnaan maka kita akan sering mencela sehingga akhirnya menjalani kehidupan di pekerjaan dengan tidak tenang.

Maka barangsiapa berharap kesempurnaan di dunia, dia tidak akan pernah bahagia.

Dan yang terakhir, di antara sebab kebahagiaan adalah;

■ SEBAB KESEPULUH | IKHLAS KEPADA ALLĀH SUBHĀNAHU WA TA'ĀLA.

Ini adalah sebab yang juga sangat urgen karena tidaklah kita berbuat sesuatu kecuali karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Oleh karenanya, jangan pernah berbuat baik kepada orang lain dengan mengharapkan balasan dari orang tersebut.

Ingatlah firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla tentang orang-orang bertakwa yang dijanjikan masuk surga, yaitu tatkala mereka memberikan makanan kepada orang-orang yang membutuhkan, berkata:

إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَاء وَلَا شُكُوراً

"Sesungguhnya kami memberikan makanan kepada kalian karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kami tidak butuh terimakasih dari kalian, dan kami tidak butuh balasan dari kalian. Yang kami harapkan hanya dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla." (QS Al Insān: 9)

Syaikh 'Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'diy menyebutkan:

"Tatkala engkau berbuat baik (bermuamalah) kepada orang maka anggaplah engkau sedang bermu'amalah dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla, lupakan dia sehingga jika sesekali ternyata dia kemudian berbuat buruk kepada engkau maka sudah tidak ada urusan lagi. Karena urusanmu hanya dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan bukan dengan orang ini."

Jika dia memaki, tidak berterima kasih dan melupakan kebaikan kita, maka itu bukanlah urusan kita, urusan kita hanya dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Orang yang senantiasa bermu'amalah seperti ini (yaitu selalu mengingat Allāh Subhānahu wa Ta'āla) maka inilah orang yang berbahagia.

Adapun orang yang mengharapkan kebaikan dan pujian orang (riya') maka ini adalah orang yang paling menderita karena senantiasa mengharapkan balasan dari makhluk/manusia yang dia berbuat baik kepada orang tersebut.

Demikianlah sedikit yang bisa saya sampaikan tentang langkah-langkah yang mungkin bisa kita lakukan agar kita bisa sabar dalam menghadapi pernak-pernik kehidupan, bisa tetap berlapang dada dan bisa tetap berbahagia meskipun kondisi apapun yang menimpa kita.

Sekali lagi, apa yang saya sampaikan semuanya hanyalah teori, yang terpenting adalah prakteknya.

Oleh karenanya, sebagian murid dari Syaikh Bin Bāz rahimahullāh Ta'āla mengatakan bahwa diantara do'a yang sering diucapkan oleh Syaikh Bin Bāz adalah:

أَللَّهُمَّ أَصْلِحْ قَلْبِيْ

"Ya Allah, perbaikilah hatiku."

Kita ingin hati kita baik, senantiasa bahagia dan selamat dari berbagai macam penyakit, sehingga kita bertemu dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla dalam bentuk hati yang bersih.

Sebagaimana do'a Nabi Ibrāhīm 'alayhissalām yang diabadikan dalam Al Qurān:

وَلا تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ * يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ * إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ "

"Ya Allah, jangan hinakan aku di hari kebangkitan, hari dimana tidak bermanfaat harta dan anak-anak, kecuali orang yang bertemu Allāh dangan hati yang bersih."

⇒ Hati yang bersih dari berbagai penyakit hati dan hati yang bahagia.

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan kepada kita kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
______________________________

Posting ulang dari Website: 
http://www.bimbinganislam.com

Kenapa Kita Perlu Belajar Bahasa Arab

Kenapa mesti belajar bahasa Arab? Apa manfaatnya?
Walau kita bukan orang Arab, namun manfaatnya cukup besar jika kita mau mempelajari bahasa Arab.
Ini beberapa alasan kenapa kita mesti luangkan waktu untuk belajar bahasa Arab.

Pertama:

Keutamaan bahasa Arab amatlah jelas karena bahasa Arab adalah bahasa Al-Qur’an Al-Karim. Cukup alasan inilah yang jadi alasan besar kenapa kita harus mempelajari bahasa Arab. Keistimewaan bahasa Arab disebutkan dalam Al-Qur’an lebih dari sepuluh tempat, di antaranya pada ayat,
وَلَقَدْ ضَرَبْنَا لِلنَّاسِ فِي هَذَا الْقُرْآنِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ . قُرْآنًا عَرَبِيًّا غَيْرَ ذِي عِوَجٍ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Quran ini setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran. (Ialah) Al Quran dalam bahasa Arab yang tidak ada kebengkokan (di dalamnya) supaya mereka bertakwa.” (QS. Az-Zumar: 27-28)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
اللِّسَانُ العَرَبِي شِعَارُ الإِسْلاَمِ وَأَهْلِهِ
“Bahasa Arab adalah syi’ar Islam dan syi’ar kaum muslimin.” Disebutkan dalam Iqtidha’ Shirath Al-Mustaqim.

Senin, 18 Januari 2016

JALAN MENUJU KEBAHAGIAAN (BAGIAN 4 DARI 5)

Oleh:
Ustadz Firanda Andirja, MA
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Ikhwāni fillāh a'āzaniyallāhu wa iyyakum,

Kemudian diantara sebab-sebab kebahagiaan atau hal-hal yang bisa ditempuh oleh seseorang untuk meraih kebahagiaan:

■ SEBAB KELIMA | BANYAK MENGINGAT ALLĀH SUBHĀNAHU WA TA'ĀLA

ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَتَطۡمَٮِٕنُّ قُلُوبُهُم بِذِكۡرِ ٱللَّهِ‌ۗ أَلَا بِذِڪۡرِ ٱللَّهِ تَطۡمَٮِٕنُّ ٱلۡقُلُوبُ

"Orang-orang yang beriman dan tenang hati mereka karena berdzikir kepada Allāh. Ketahuilah, dengan mengingat Allāh akan tenang hati-hati ini."

(QS Ar Ra'd: 28)

Ini adalah perkara ibadah yang ringan akan tetapi banyak orang tidak mengerjakannya.

Lagi mengendarai mobil maka berdzikirlah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla sambil di renungkan maknanya.

سُبْحَانَ اللّهُ

"Maha suci Allāh."

اَلْحَمْدُلِلّهِ

"Segala puji hanya untuk Allāh (atas segala nikmat yang Allāh berikan kepadaku)."

لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللّهُ

"Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allāh."

لاَحوْلَ وَلاَ قُوَّة اِلاَّبِاللّهِ

"Tidak ada daya (untuk menghindarkan diri dari maksiat) dan tidak ada kekuatan (untuk melaksanakan ketaatan) selain dengan pertolongan Allāh."

Kenapa kita malas berdzikir? Padahal pahalanya banyak sekali.

Diantara bentuk dzikir (mengingat Allāh) adalah membaca Al Qurān.

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّاسُ قَدۡ جَآءَتۡكُم مَّوۡعِظَةٌ۬ مِّن رَّبِّڪُمۡ وَشِفَآءٌ۬ لِّمَا فِى ٱلصُّدُورِ

"Wahai manusia, telah datang kepada kalian nasihat dari Rabb kalian dan obat bagi penyakit hati kalian."

(QS Yūnus: 57)

Membaca Al Qurān juga bisa menenangkan hati, menghilangkan stres dan mendatangkan kebahagiaan.

Buatlah jadwal membaca Al Qurān untuk membantu, misalnya 1 hari 1 halaman, atau kalau mau lebih rajin 1 hari 2 halaman atau seperempat juz.

Oleh karenanya, di antara doa penghilang kesedihan adalah:

أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبِيْ، وَنُوْرَ صَدْرِيْ، وَجَلاَءَ حُزْنِيْ، وَذَهَابَ هَمِّيْ.

"Ya Allāh, aku minta kepada Engkau agar menjadikan Al Qurān sebagai penyejuk hatiku dan cahaya bagi dadaku dan menghilangkan kesedihanku dan menghilangkan kegelisahanku."

(HR Ahmad 1/391, dishahihkan oleh Al Albāni)

Ikhwani fillah 'azaniyallāhu wa iyyakum,

Diantara hal-hal yang bisa membawakan kebahagiaan adalah :

■ SEBAB KEENAM | BERGAUL DENGAN ORANG-ORANG YANG SHALIH

Yaitu:

• Orang-orang yang kalau kita lihat, maka mengingatkan kita kepada akhirat.

• Orang-orang yang kalau kita salah, maka menegur kita.

• Orang-orang yang tatkala melihat kita, maka dia berusaha agar kita mendapatkan kebaikan.

• Orang-orang memberikan wejangan kepada kita.

• Orang-orang yang menasehati kita.

• Orang-orang yang memotivasi kita untuk beramal shalih.

Ini adalah orang-orang yang mengingatkan kita kepada akhirat  dan mendatangkan kebahagiaan.

Carilah teman-teman yang shalih dan jangan sembarang bergaul karena kalau kita salah bergaul maka yang masuk dalam benak kita adalah sesuai dengan apa yang sering digeluti oleh teman kita itu.

Ada orang yang baru kita lihat penampilannya sudah mengingatkan tentang akhirat, mā syā Allāh orang ini zuhud, rajin ibadah, shalatnya indah, tawādhū'.

Kalau sudah berteman dengan dia, lazimilah. Jadilah teman yang baik baginya, sehingga dia betah berteman dengan kita.

Ada orang yang kalau kita lihat maka kita ingat maksiat, yaitu kerjaannya ghibah, menceritakan Si Fulan, mencari kejelekan-kejelekan saudaranya.

Orang-orang seperti ini akan memberikan kemudharatan dan akan merusak hati kita.

Ikhwani fillah 'azaniyallāhu wa iyyakum,

Diantara hal-hal yang bisa membantu membawakan kebahagiaan adalah;

■ SEBAB KETUJUH | BERUSAHA MEMBERSIHKAN HATI

Diantaranya dengan memaafkan saudara yang bersalah, menghilangkan hasad, iri dan dengki dari hati kita.

Ini adalah perkara yang sangat penting dan luar biasa.

Kita berusaha agar hati kita lapang dan tidak ada kotorannya, tidak dengki dan hasad sama orang lain.

Orang yang diberikan hati yang seperti ini maka berarti telah diberikan anugerah yang luar biasa.

Kalau dia mau tidur maka tidak ada rasa jengkel sama orang lain, tidurnya pulas, tenang, orang ini bahagia.

Jantung kita ini kecil, kalau kita isi dengan berbagai macam penyakit; ada hasadnya, ada dengkinya, ada jengkelnya ada marahnya, maka repot, sehingga harus kita bersihkan.

Sampai-sampai dalam hadits (kata para ulama haditsnya sanadnya lemah, tapi maknanya benar), Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan yang maknanya:

"Jangan engkau ceritakan keburukan orang-orang kepadaku. Saya ingin keluar dari rumahku dalam keadaan hatiku (dadaku) lapang, tidak ada rasa dengki, tidak ada prasangka buruk kepada orang lain."

Jika ada orang yang punya permusuhan dengan saudaranya, maka kasihan orang seperti ini.

Meskipun dia bertauhid, meskipun dia tidak berbuat syirik kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Orang seperti ini tidak mendapatkan dua hadiah yang Allāh bagikan setiap hari senin dan hari kamis, hadiah yang sangat mulia, yaitu ampunan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Betapa banyak maksiat yang kita lakukan maka kita butuh ampunan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

⇒ Ampunan Allāh diberikan kepada setiap hamba yang tidak berbuat syirik, tetapi dengan syarat tidak bermusuhan sama saudaranya.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَ الاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لاَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا إِلاَّ رَجُلاً كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ: أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا، أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا، أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا

"Dibukakan pintu-pintu surga setiap hari senin dan hari kamis maka diberi ampunan kepada setiap hamba yang tidak berbuat syirik kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla kecuali orang yang punya permusuhan dengan saudaranya, maka dikatakan:

'Tundalah ampunan bagi kedua orang ini, (sampai tiga kali diulang), sampai keduanya berdamai'."

(HR Muslim)

Dibukakan pintu surga menunjukkan turunnya rahmat, turunnya ampunan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

⇒ Diantara keutamaan orang yang bertauhid (tidak berbuat syirik) yaitu setiap hari senin dan hari kamis Allāh beri ampunan meskipun dia terjerumus dalam dosa-dosa.
______________________________

Posting ulang dari Website: 
http://www.bimbinganislam.com

Minggu, 17 Januari 2016

Engkau Lupa, Tetapi Allah Tidak Lupa

Oleh:
Ustadz Firanda Andirja, MA

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Para ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla,

▪️Jika kita bertanya kepada diri kita sendiri:

"Sudah berapa banyak orang yang pernah kita ghibahi?

Yang pernah kita sebutkan kejelekan-kejelekannya, siapa saja?"

Tentu jawabannya dengan pasti:

"Sudah lupa siapa mereka semua."

Mungkin kita ingat sebagian orang yang pernah kita jelek-jelekkan, kita rendahkan, kita ghibahi, tapi kalau untuk mengingat semua (maka) kita akan lupa.

▪️Lantas, terhadap Si Fulān, Si Fulān dan Si Fulān yang pernah kita ghibahi tersebut:

"Apa saja ghibah yang pernah kita ceritakan tentang mereka?

Apa saja kejelekan-kejelekan mereka yang pernah kita sebutkan?"

Pertanyaan ini lebih susah dari yang pertama.

Untuk mengingat siapa saja yang pernah kita ghibahi telah kita lupakan.

Apalagi kesalahan-kesalahan mereka yang pernah kita sebutkan, tentu juga lebih sulit untuk kita ingat dan pasti sudah kita lupakan.

▪️Kalau kita bertanya kepada diri kita kembali:

"Apa saja yang pernah kita tulis di media sosial tatkala kita komentar di facebook? Tatkala kita komentar WhatsApp?

Berapa banyak yang telah kita tulis?"

Jawabannya tentu kita telah lupa.

Apa saja yang kita tulis tentu kita telah lupa.

Siapa saja yang pernah kita ejek, kita sindir, kita jatuhkan di catatan Facebook dan komentar di grup-grup WhatsApp tersebut mungkin kita telah lupa.

Sungguh kita telah lupa, mungkin sudah kita delete (hapus).

Tapi ingatlah kalau semuanya masih tercatat di Lauh Al Mahfūzh.

Semuanya masih tercatat di dalam catatan amal kita.

Oleh karenanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman dalam Al Qurān:

يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا ۚ أَحْصَاهُ اللَّهُ وَنَسُوهُ ۚ

"Tatkala Allāh Subhānahu wa Ta'āla membangkitkan mereka seluruhnya kemudian Allāh mengabarkan tentang apa yang mereka lakukan. Allāh telah mencatat seluruhnya dan mereka (telah) melupakannya."

(QS Al Mujādalah: 6)

Shadaqallāhul 'azhīm, sungguh benar perkataan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Mereka telah melupakan apa yang telah mereka lakukan.

Kita telah melupakan maksiat-maksiat yang pernah kita lakukan.

Para ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Allāh berfirman tentang bagaimana orang-orang yang mujrimin yang melakukan dosa, mereka ketakutan pada hari kiamat.
Kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَٰذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا ۚ وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا ۗ وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا

"Tatkala catatan amal diletakan maka kau akan lihat orang-orang yang berbuat dosa akan ketakutan (ketakutan terbongkar aib/kesalahannya).

Dan mereka berkata:

'Sungguh celaka kita, kitab apa ini? Tidak ada perkara yang kecil, tidak ada perkara yang besar kecuali tercatat.'

Dan mereka melihat, apa yang telah mereka lakukan hadir di hadapan mereka. (Allāh berfirman, 'Bacalah kitabmu!').

Dan Rabbmu tidak menganiaya seorang jua pun." 

(QS Al Kahfi: 49)

⇒ Maka cukup pada hari ini engkau sebagai penghisab dirimu (karena) Allāh Maha Adil.

Catatan amal kita akan terpampang (dihadirkan) di hadapan kita.

Lalu, siapa yang mengisi catatan amal tersebut?

Kita sendiri, kitalah yang telah merangkai tulisan dalam catatan amal kita.

📎 Seluruh amalan kita.
📎 Seluruh perkataan kita.
📎 Seluruh perbuatan kita.
📎 Seluruh catatan kita.

Seluruhnya tercatat dalam buku catatan amal kita.

▪️Sesungguhnya kita adalah penulis buku itu dan kita akan disuruh oleh Allāh untuk menghisab amalan kita.

Maka pada hari tersebut kita akan ingat seluruh apa yang pernah kita lakukan.

Kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

فَإِذَا جَاءَتِ الطَّامَّةُ الْكُبْرَىٰ (٣٤) يَوْمَ يَتَذَكَّرُ الْإِنْسَانُ مَا سَعَىٰ (٣٥)

"Tatkala tiba malapetaka yang besar, tatkala tiba hari kiamat. Maka pada hari itu manusia akan ingat seluruh yang pernah dia lakukan."

(QS An Nāzi'āt: 34-35)

Seluruh ucapan yang pernah dia ucapkan, seluruh tulisan yang pernah dia tulis, seluruh perbuatan yang pernah dia lalukan, yang telah dia lupakan tatkala di dunia, maka pada hari tersebut akan diingatkan kembali oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Maka, ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla,

Hisablah diri kita, ingatlah diri kita, ingatlah apa yang kita ucapkan.

Timbanglah dulu sebelum kita berbicara dan berbuat karena seluruh yang kita ucapkan dan kita perbuat akan hadir (terbuka)  di hadapan kita dalam catatan amal kita pada hari kiamat kelak.

Demikian, semoga bermanfaat apa yang kita sampaikan.

والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
__________________________

Posting ulang dari:
http://www.bimbinganislam.com

Sabtu, 16 Januari 2016

Kajian Sabtu Sore. Ust. Drs Muhir Djafar. 16 Januari 2016.

Tafsir Surat Al-Anfal, ayat 25

{وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (25) }

Dan peliharalah diri kalian dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.
Allah Swt. memperingatkan hamba-hamba-Nya yang mukmin agar waspada terhadap fitnah. Yang dimaksud dengan fitnah ialah cobaan dan bencana. Apabila ia datang menimpa, maka pengaruhnya meluas dan menimpa semua orang secara umum, tidak hanya orang-orang durhaka dan orang yang melakukan dosa saja, melainkan bencana dan siksaan itu mencakup kesemuanya; tidak ada yang dapat menolaknya, tidak ada pula yang dapat melenyapkannya. Seperti yang disebutkan oleh Imam Ahmad; dia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id maula Bani Hasyim, telah menceritakan kepada kami Syaddad ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Gailan ibnu Jarir, dari Mutarrif yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Az-Zubair, "Wahai Abu Abdullah, apakah yang mendorong kamu datang? Kamu telah menyia-nyiakan khalifah yang telah terbunuh, lalu sekarang kamu datang untuk menuntut darahnya." Az-Zubair menjawab, "Kami dahulu di masa Rasulullah Saw.. Abu Bakar, Umar, dan Usinan r.a. biasa membaca firman-Nya yang mengatakan: Dan peliharalah diri kalian dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian. (Al-Anfal: 25) Kami tidak menduga bahwa kami adalah orang-orang yang dimaksud," hingga fitnah  itu terjadi di kalangan kita seperti yang kita alami sekarang.
Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Bazzar melalui Mutarrif, dari Az-Zubair. Selanjutnya Al-Bazzar mengatakan, "Kami tidak mengetahui Mutarrif pernah meriwayatkan dari Az-Zubair selain dalam hadis ini." Imam Nasai telah meriwayatkan hal yang semisal melalui hadis Jarir ibnu Hazim, dari Al-Hasan, dari Az-Zubair.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Haris, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Mubarak ibnu Fudalah, dari Al-Hasan yang menceritakan bahwa Az-Zubair pernah mengatakan, "Sesungguhnya kami (para sahabat) merasa takut." Yang dimaksudkannya adalah tentang makna firman-Nya: Dan peliharalah diri kalian dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian. (Al-Anfal: 25) "Saat itu kami bersama dengan Rasulullah Saw. dan kami tidak menduga bahwa ayat tersebut berkaitan khusus dengan kami." Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Humaid, dari Al-Hasan, dari Az-Zubair r.a.
Daud ibnu Abu Hindun telah meriwayatkan dari Al-Hasan sehubungan dengan ayat ini, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ali, Ammar, Talhah, dan Az-Zubair; semoga Allah melimpahkan keridaan-Nya kepada mereka.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari As-Silt ibnu Dinar, dari Uqbah ibnu Sahban; ia pernah mendengar Az-Zubair mengatakan bahwa sesungguhnya ia membaca ayat berikut selama beberapa tahun, sedangkan kami menduga bahwa kami bukan orang yang dimaksud, tetapi ternyata kamilah orang-orang yang dimaksud olehnya, yaitu firmannya: Dan peliharalah diri kalian dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (Al-Anfal: 25)
Hal ini telah diriwayatkan melalui berbagai jalur, bersumber dari Az-Zubair ibnul Awwam.
As-Saddi mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan kaum muslim yang terlibat dalam Perang Badar secara khusus, dan ternyata dalam Perang Jamal fitnah itu melanda mereka sehingga mereka saling berperang satu sama lainnya.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubung­an dengan makna firman-Nya: Dan peliharalah diri kalian dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian. (Al-Anfal: 25) Khitab ayat ini secara khusus ditujukan kepada sahabat-sahabat Nabi Saw.
Ali ibnu Abu Talhah mengatakan pula dari Ibnu Abbas dalam riwayat yang lainnya sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin, janganlah mereka menyetujui perkara yang mungkar yang terjadi di hadapan mereka, maka akibatnya Allah akan menimpakan siksaan secara umum kepada mereka. Tafsir ini terbilang sangat baik. 
Karena itulah sehubungan dengan tafsir firman-Nya, Mujahid mengatakan: Dan peliharalah diri kalian dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian. (Al-Anfal: 25) Bahwa ayat ini berkenaan dengan mereka pula. 
Hal yang sama dikatakan oleh Ad-Dahhak dan Yazid ibnu Abu Habib serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Ibnu Mas'ud pernah mengatakan, "Tiada seorang pun di antara kalian melainkan akan tertimpa fitnah. Sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman: Sesungguhnya harta kalian dan anak-anak kalian hanyalah cobaan (bagi kalian). (At-Taghabun: 15) Maka barang siapa yang memohon perlindungan di antara kalian, maka mohonlah perlindungan kepada Allah dari fitnah yang menyesatkan." Riwayat Ibnu Jarir.
Pendapat yang mengatakan bahwa fitnah ini secara umum menimpa para sahabat dan lainnya, sekalipun khitab ini ditujukan kepada mereka; pendapat inilah yang benar. Hal ini didukung oleh hadis-hadis yang memperingatkan agar bersikap waspada terhadap fitnah-fitnah. Karena itulah kami akan menjelaskan masalah ini dalam suatu pembahasan terpisah seperti halnya yang banyak dilakukan oleh para imam, mereka secara khusus menulis kitab-kitab mengenainya. Di antara yang terpenting untuk disebutkan secara khusus dalam hal ini ialah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. 
Imam Ahmad mengatakan: 

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْحَجَّاجِ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ -يَعْنِي ابْنَ الْمُبَارَكِ-أَنْبَأَنَا سَيْفُ بْنُ أَبِي سُلَيْمَانَ، سَمِعْتُ عَدِيّ بْنَ عَدِيّ الْكِنْدِيَّ يَقُولُ: حَدَّثَنِي مَوْلًى لَنَا أَنَّهُ سَمِعَ جَدِّي -يَعْنِي عَدِيّ بْنَ عَمِيرَةَ -يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ، لَا يُعَذِّبُ الْعَامَّةَ بِعَمَلِ الْخَاصَّةِ حَتَّى يَرَوُا الْمُنْكَرَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْهم، وَهُمْ قَادِرُونَ عَلَى أَنْ يُنْكِرُوهُ فَلَا يُنْكِرُوهُ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَذَّب اللَّهُ الْخَاصَّةَ وَالْعَامَّةَ"

telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Hajjaj, telah menceritakan kepada kami Abdullah (yakni Ibnul Mubarak), telah menceritakan kepada kami Saif ibnu Abu Sulaiman; ia pernah mendengar Addi ibnu Addi Al-Kindi mengatakan bahwa telah menceritakan kepadanya seorang maula (bekas budak) kami, bahwa ia pernah mendengar kakeknya (yakni Addi ibnu Umairah) mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:Sesungguhnya Allah Swt. tidak akan menyiksa kalangan umum karena perbuatan yang dilakukan- oleh kalangan khusus, sebelum kalangan umum melihat di hadapan mereka perbuatan mungkar, sedangkan mereka mampu mencegahnya, lalu mereka tidak mencegahnya. Apabila mereka melakukan hal tersebut (yakni diam saja melihat perkara mungkar dikerjakan di hadapan mereka), maka barulah Allah akan mengazab kalangan khusus (yang terlibat) dan kalangan umum (yang menyaksikannya)
Di dalam sanad hadis ini terdapat seorang perawi yang dicurigai predikatnya, tidak ada seorang pun di antara pemilik kitab sittah yang mengetengahkannya.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa: 

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ الْهَاشِمِيُّ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ -يَعْنِي ابْنَ جَعْفَرٍ -أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ أَبِي عَمْرٍو، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْأَشْهَلِ، عَنْ حُذَيفة بْنِ الْيَمَانِ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ، وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ، أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقابا مِنْ عِنْدِهِ، ثُمَّ لتَدعُنّه فَلَا يَسْتَجِيبُ لَكُمْ"

telah menceritakan kepada kami Sulaiman Al-Hasyimi, telah menceritakan kepada kami Ismail (yakni Ibnu Ja'far), telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Abu Umar, dari Abdullalh ibnu Abdur Rahman Al-Asyhal, dari Huzaifah ibnul Yaman, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Demi Tuhan Yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan­Nya, kalian benar-benar harus memerintahkan kepada kebajikan dan melarang perbuatan mungkar, atau Allah benar-benar dalam waktu yang dekat akan mengirimkan kepada kalian suatu siksaan dari sisi-Nya, kemudian kalian benar-benar berdoa kepada-Nya, tetapi Dia tidak memperkenankannya bagi kalian.
Imam Ahmad telah meriwayatkannya pula dari Abu Sa'id dari Ismail ibnu Ja'far, dan ia mengatakan:

"أَوْ لَيَبْعَثَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ قَوْمًا ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلَا يَسْتَجِيبُ لَكُمْ "

Atau Allah benar-benar akan mengirimkan suatu kaum kepada kalian, kemudian kalian berdoa(memohon pertolongan) kepada-Nya, tetapi Dia tidak memperkenankan doa kalian.
Imam Ahmad'mengatakan: telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Zurr ibnu Habib Al-Juhanni Abur Raqqad yang mengatakan bahwa ia berangkat bersama maulanya ke rumah Huzaifah. saat itu ia sedang mengatakan, "Sesungguhnya dahulu di masa Rasulullah Saw. ada seorang lelaki yang mengucapkan suatu kalimat, lalu ia menjadi orang munafik. Dan sesungguhnya saya telah mendengar kalimat itu dari seseorang di antara kalian lebih empat kali dalam suatu majelis. Sesungguhnya kalian benar-benar mengerjakan amar ma'ruf dan nahi munkar, dan kalian benar-benar saling menganjurkan kepada kebaikan, atau Allah akan menimpa­kan kepada kalian semua suatu azab, atau Dia akan menguasakan kalian kepada orang-orang yang jahat di antara kalian, kemudian orang-orang pilihan kalian berdoa, tetapi doa mereka tidak diperkenankan."
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Dia mengatakan: 

حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ زَكَرِيَّا، حَدَّثَنَا عَامِرٌ، قَالَ: سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَخْطُبُ يَقُولُ -وَأَوْمَأَ بِإِصْبَعَيْهِ إِلَى أُذُنَيْهِ -يَقُولُ: مَثَلُ الْقَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالْوَاقِعِ فيها -أو المُداهن فِيهَا -كَمَثَلِ قَوْمٍ رَكِبُوا سَفِينَةً، فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا وَأَوْعَرَهَا وَشَرَّهَا، وَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلَاهَا، فَكَانَ الَّذِينَ فِي أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوُا الْمَاءَ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَآذُوهُمْ، فَقَالُوا: لَوْ خَرَقْنا فِي نَصِيبِنَا خَرْقا، فَاسْتَقَيْنَا مِنْهُ، وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا، فَإِنْ تَرَكُوهُمْ وَأَمْرَهُمْ هَلَكوا جَمِيعًا، وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا جَمِيعًا.

telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, dari Zakaria; telah menceritakan kepada kami Amir r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar An-Nu'man ibnu Basyir r.a. berkhotbah, antara lain ia mengatakan seraya mengisyaratkan kepada telinganya dengan kedua jari telunjuknya (yang maksudnya dia telah mendengar ucapannya itu dari Nabi Saw.):Perumpamaan orang yang menegakkan batasan-batasan Allah dan arang yang melanggarnya serta orang yang berdiplomasi terhadapnya sama dengan suatu kaum yang menaiki sebuah kapal laut. Sebagian 'dari mereka ada yang menempati bagian bawah dari kapal itu, yaitu bagian yang paling tidak enak dan buruk; sedangkan sebagian yang lain menempati bagian atas (geladak)nya. Orang-orang yang menempati bagian bawah kapal itu apabila mengambil air minum harus melalui orang-orang yang bertempat di atas mereka, sehingga mengganggunya. Akhirnya orang-orang yang tinggal di bagian bawah kapal itu mengatakan, "Seandainya saja kita membuat lubang untuk mengambil bagian kita hingga dapat mengambil air dan tidak mengganggu orang-orang yang ada di atas kita." Jika orang-orang yang berada di atas membiarkan mereka untuk melakukan niatnya itu, niscaya mereka semuanya binasa(karena kapal akan tenggelam). Dan jika orang-orang yang berada di atas mau saling bantu dengan orang-orang yang ada di bawah mereka, niscaya mereka semuanya selamat.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Bukhari secaramunfarid tanpa Imam Muslim. Imam Bukhari meriwayatkannya di dalam Bab "Syirkah" dan Bab "Syahadat" (Persaksian). Imam Turmuzi meriwayatkannya di dalam Bab "Fitan" melalui berbagai jalur, dari Sulaiman ibnu Mahran Al-A'masy, dari Amir ibnu Syurahil Asy-Sya'bi dengan lafaz yang sama.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa: 

حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ، حَدَّثَنَا خَلَف بْنُ خَلِيفَةَ، عَنْ لَيْث، عَنْ عَلْقَمَة بْنِ مَرْثد، عَنِ الْمَعْرُورِ بْنِ سُوَيْد، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِذَا ظَهَرَتِ الْمَعَاصِي فِي أُمَّتِي، عَمَّهم اللَّهُ بِعَذَابٍ مِنْ عِنْدِهِ". فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَمَا فِيهِمْ أُنَاسٌ صَالِحُونَ؟ قَالَ: "بَلَى"، قَالَتْ: فَكَيْفَ يَصْنَعُ أُولَئِكَ؟ قَالَ: "يُصِيبُهُمْ مَا أَصَابَ النَّاسُ، ثُمَّ يَصِيرُونَ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ"

telah menceritakan kepada kami Husain, telah menceritakan kepada kami Khalaf ibnu Khalifah, dari Lais, dari Alqamah ibnu Marsad, dari Al-Ma'rur ibnu Suwaid, dari Ummu Salamah —istri Nabi Saw.— yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:Apabila perbuatan-perbuatan maksiat muncul di kalangan umatku, maka Allah menimpakan azab dari sisi-Nya kepada mereka secara menyeluruh.Ummu Salamah bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah bila di antara mereka terdapat orang-orang yang saleh?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya, ikut tertimpa azab pula." Ummu Salamah bertanya, "Lalu bagaimanakah nasib mereka selanjutnya?" Rasulullah Saw. bersabda, "Orang-orang saleh itu ikut tertimpa azab yang menimpa kaumnya, kemudian mendapat ampunan dan rida dari Allah Swt"
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa: 

حَدَّثَنَا حَجَّاج بْنُ مُحَمَّدٍ، أَخْبَرَنَا شَرِيكٌ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ الْمُنْذِرِ بْنِ جَرِيرٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا مِنْ قَوْمٍ يَعْمَلُونَ بِالْمَعَاصِي، وَفِيهِمْ رَجُلٌ أَعَزُّ مِنْهُمْ وَأَمْنَعُ لَا يُغَيِّرُونَ، إِلَّا عَمَّهُمُ اللَّهُ بِعِقَابٍ -أَوْ: أَصَابَهُمُ الْعِقَابُ".

telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Abu Ishaq, dari Al-Munzir ibnu Jarir, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiada suatu kaum pun yang mengerjakan kemaksiatan, sedangkan di antara mereka terdapat seorang lelaki yang paling kuat dan paling berpengaruh di antara mereka, lalu ia tidak mencegahnya, melainkan Allah akan menimpakan siksaan kepada mereka secara menyeluruh, atau Allah menimpakan bencana siksaan kepada mereka.
Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Musaddad, dari Abul Ahwas, dari Abu Ishaq dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad mengatakan pula: 

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ سَمِعْتُ أَبَا إِسْحَاقَ يُحَدِّثُ، عَنْ عُبَيد اللَّهِ بْنِ جَرِيرٍ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا مِنْ قَوْمٍ يُعْمَل فِيهِمْ بِالْمَعَاصِي، هُمْ أعَزّ وَأَكْثَرُ مِمَّنْ يَعْمَلُهُ، لَمْ يُغَيِّرُوهُ، إِلَّا عَمَّهُمُ اللَّهُ بِعِقَابٍ"

telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah; ia pernah mendengar Abu Ishaq menceritakan hadis berikut dari Ubaidillah ibnu Jarir, dari ayahnya, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Tidak sekali-kali suatu kaum yang dilakukan perbuatan maksiat di kalangan mereka, sedangkan kaum itu lebih kuat dan lebih berpengaruh (lebih mayoritas) daripada orang-orang yang berbuat maksiat, lalu mereka tidak mencegahnya, melainkan Allah akan menimpakan siksaan kepada mereka secara menyeluruh.
Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya pula dari Waki' dari Israil. Juga dari Abdur Razzaq dari Ma'mar, dari Aswad, dari Syarik dan Yunus; semuanya dari Abu Ishaq As-Subai'i dengan sanad yang sama. Ibnu Majah telah meriwayatkannya dari Ali ibnu Muhammad, dari Wakj', dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad mengatakan: 

حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، حَدَّثَنَا جَامِعُ بْنُ أَبِي رَاشِدٍ، عَنْ مُنْذِر، عَنْ حَسَنِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنِ امْرَأَتِهِ، عَنْ عَائِشَةَ تَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا ظَهَرَ السُّوءُ فِي الْأَرْضِ، أَنْزَلَ اللَّهُ بِأَهْلِ الْأَرْضِ بَأْسَهُ". قَالَتْ: وَفِيهِمْ أَهْلُ طَاعَةِ اللَّهِ؟ قَالَ: "نَعَمْ، ثُمَّ يَصِيرُونَ إِلَى رحمة الله"

telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Jami* ibnu Abu Rasyid, dari Munzir. dari Al-Hasan ibnu Muhammad, dari istrinya, dari Aisyah yang sampai kepada Nabi Saw. Disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Apabila kejahatan muncul di muka bumi, maka Allah menurunkan siksa-Nya kepada penduduk bumi. Siti Aisyah r.a. bertanya, "Bagaimanakah nasib orang-orang yang taat kepada Allah di antara mereka?" Rasulullah Saw. bersabda, "Ya ikut tertimpa pula, kemudian mereka beroleh rahmat dari Allah.

Kamis, 14 Januari 2016

JALAN MENUJU KEBAHAGIAAN (BAGIAN 3 DARI 5)

Ustadz Firanda Andirja, MA

بسم الله الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Ikhwānī fillāh a'āzaniyallāhu wa iyyākum,

Pada kesempatan yang berbahagia ini saya akan menyebutkan beberapa point yang bisa menenangkan dan membahagiakan hati kita dalam menghadapi pernak-pernik kehidupan yang tidak mungkin kita hindari.

Saya akan lanjutkan beberapa perincian hal-hal yang bisa mendatangkan kebahagiaan:

■ SEBAB KEDUA | BERBUAT IHSAN (BERBUAT BAIK) KEPADA ORANG LAIN

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

لَّا خَيْرَ فِى كَثِيرٍ مِّن نَّجْوٰىهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلٰحٍۭ بَيْنَ النَّاسِ ۚ وَمَن يَفْعَلْ ذٰلِكَ ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا

"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang memerintahkan (manusia) untuk bershadaqah atau berbuat ma'ruf (kebaikan) atau mendamaikan manusia (yang bersengketa).

Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mengharapkan keridhaan Allāh, maka kelak Kami akan memberi kepadanya ganjaran (pahala) yang besar."

(QS An Nisā: 114)

Syaikh Nāshir As Sa'diy mengatakan (demikian juga dengan Ibnul Qayyim rahimahullāh):

"Diantara ganjaran yang besar yang Allāh berikan kepada orang yang berbuat baik kepada orang lain adalah kebahagiaan."

Karenanya, tatkala ada seseorang yang datang menemui Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan mengeluh tentang kerasnya hatinya dan ia ingin hatinya menjadi lembut, kata Nabi  shallallāhu 'alayhi wa sallam:

إِنْ أَرَدْتَ تَلْيِيْنَ قَلْبِكَ فَأَطْعِمِ اْلمـِسْكِيْنَ وَ امْسَحْ رَأْسَ اْليَتِيْمِ

"Kalau engkau ingin hatimu lembut maka berilah makan kepada fakir miskin dan usapkanlah tanganmu di atas kepala anak yatim (berbuat baik kepada orang)."

(HR Ahmad: II/ 263, 387 dan Ath Thabrāniy di dalam Mukhtashar Makārim Al Akhlaq. Berkata Asy Syaikh Al Albāniy: Hasan)

Orang yang menyibukkan dirinya memikirkan (kesusahan) orang lain maka Allāh akan berikan kebahagiaan kepada dia.

Kenapa?

Karena dia sibuk memikirkan hamba-hamba Allāh, lalu bagaimana Allāh tidak memperhatikannya?

Dia sibuk memperhatikan hamba-hamba Allāh yang miskin, yang kekurangan, sehingga anak yatim dia santuni, fakir miskin dia berikan makanan, ada orang bersengketa dia berusaha meng-islah-kan.

Ini adalah sebab-sebab yang mendatangkan kebahagiaan.

Kenapa?

Karena dia telah merelakan sebagian waktunya dan sebagian hartanya untuk bisa memikirkan hamba-hamba Allāh yang benar-benar kekurangan.

Orang seperti ini sangat berhak untuk mendapatkan kebahagiaan.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah orang yang paling memikirkan orang lain.

Tatkala Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam didatangi oleh malaikat Jibrīl, kemudian Beliau pulang ke rumah untuk menemuhi Khadījah dengan dalam keadaan takut, Beliau mengatakan:

"Ada sesuatu yang menimpa diriku."

Kata Khadījah radhiyallāhu Ta'āla 'anhā:

"Bergembiralah wahai suamiku, Allāh tidak akan menghinakan engkau selamanya.

Engkau senantiasa menyambung silaturahmi, engkau senantiasa jujur dalam berkata dan engkau senantiasa bekerja untuk diberikan kepada orang yang tidak mampu.

Engkau bantu orang yang belum bisa mandiri, engkau menjamu tamu dan engkau senantiasa membantu orang-orang yang terkena musibah.

Orang seperti engkau tidak akan celaka, selamanya tidak akan celaka."

Karena sifat dasar Nabi sejak sebelum diangkat menjadi Nabi yaitu memperhatikan orang lain maka begitu tegarnya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tatkala ditimpa dengan berbagai macam ujian yang Allāh berikan, yaitu: dihina , diusir, dan hendak dibunuh, sehingga Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bisa menjalaninya dengan penuh kebahagiaan.

Kenapa?

Karena diantara sifat utama Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah memperhatikan orang lain.

■ SEBAB KETIGA | MENUNTUT ILMU

Ikhwānī fillāh a'āzaniyallāhu wa iyyākum,

Diantara hal-hal yang mendatangkan kebahagiaan adalah menuntut ilmu (menghadiri majelis ilmu).

Kita tahu bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ

"Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu masjid Allāh, kemudian mereka membacakan ayat-ayat Allāh lalu mereka mempelajari isi dari kandungan ayat-ayat Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kecuali akan turun kepada mereka ketenangan."

(HR Muslim)

Majlis yang seperti ini adalah majlis yang mendatangkan kebahagian, yaitu turunnya ketenangan, dimana Allāh akan menurunkan rahmatnya kepada mereka dan akan diliputi oleh malaikat.

Kemudian sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam :

إِنَّ اللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ، حَتَّى النَّمْلَةَ فِى جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ، لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ »

"Sesungguhnya Allāh dan para Malaikat, serta semua makhluk di langit dan di bumi, sampai semut dalam lubangnya dan ikan (di lautan), benar-benar bershalawat/mendoakan kebaikan bagi orang yang mengajarkan kebaikan (ilmu agama) kepada manusia."

(HR At Tirmidzi (no. 2685) dan Ath Thabrāni dalam Al Mu'jamul Kabīr (no. 7912))

Luar biasa ikhwan !

Kita ini banyak dosa, banyak maksiat, banyak omong, banyak memandang dan mendengar yang tidak-tidak.

Seandainya kita belajar (menuntut ilmu), maka ada kesempatan bagi kita untuk dido'akan oleh para malaikat penghuni langit dan dido'akan oleh para penghuni bumi agar kita diampuni oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kemudian diantara sebab-sebab kebahagiaan, yaitu:

■ SEBAB KEEMPAT | KONSENTRASI DENGAN PEKERJAAN HARI INI

Konsentrasi dengan pekerjaan kita hari ini dan jangan terlalu khawatir dengan perkara yang akan datang dan jangan bersedih dengan masa yang lalu.

Kekhawatiran (kesedihan) dengan suatu yang akan datang dalam bahasa arab disebut dengan "al ham", dan kesedihan yang berkaitan dengan masa lalu disebut dengan "al huzn".

Oleh karenanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berdoa:

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ

"Ya Allāh, aku berlindung kepada Engkau dari kekhawatiran masa depan yang menimbulkan kesedihan (hammi) dan dari perkara yang lalu yang menimbulkan kesedihan (hazn)."

Kita konsentrasi dengan yang kita lakukan sekarang ini, jangan sampai kita tidak melakukannya dengan baik.
Adapun perkara ke depan kita boleh berencana tapi jangan terlalu menyedihkan kita dan membuat kita khawatir.

Kita harus konsentrasi yang ada di depan kita dan jangan sampai melakukan dengan tidak baik.

Karenanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah bersabda:

احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجَزْ

"Hendaknya engkau bersemangat untuk melakukan apa yang bermanfaat bagi engkau dan mintalah pertolongan Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan jangan kau lemah."

(HR Ahmad 9026, Muslim 6945, dan yang lainnya)

Jangan merasah, "Ah, tidak mungkin, tidak mungkin,"

Jangan! Bismillāh, jangan menyerah!

Ada usaha, rencanakan kegiatan, kerjakan dengan konsentrasi amalan yang ada di hadapan kita, kerjakan dengan baik.

Dan jika engkau sudah berusaha kemudian salah dan terjadi musibah atau ternyata rugi, bangkrut, maka jangan katakan:

"Seandainya saya begini tentu akan begini."

Karena "seandainya-seandainya" itu akan membuka pintu-pintu syaithan.

Sampai sebagian ulama  mengatakan:

"Bersedih (terlalu memikirkan) karena masa lalu adalah perbuatan kebodohan."

Kenapa?

Karena tidak mungkin dia mengembalikannya lagi, sudah mustahil, sudah hilang.

Yang telah lalu biarlah berlalu, jadi pelajaran bagi kita.

Adapun kemudian bersedih dan terus menangis sehingga tidak bisa bergerak karena terlalu diliputi dengan kesedihan maka ini adalah orang yang bodoh dan dia telah dikuasai oleh syaithān.

Kita berjalan, kerjakan apa yang ada di hadapan kita dan kita husnuzhan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kalau kita berusaha, maka Allāh akan berikan jalan yang baik di hadapan kita, berusaha dan bertaqwa.

Tatkala kita sudah menjalankan sebab-sebab seperti ini, serius dalam bekerja, kemudian bertaqwa kepada Allāh, maka Allāh akan berikan kebahagiaan.

Sehingga jika terjadi sesuatu, hati kita akan lapang.

Yang menjadi masalah kalau kita malas kemudian ditimpa musibah, sehingga berkata:

"Aduh, karena memang saya kemarin begini, kenapa kemarin begini."

Akhirnya datang syaithān kemudian menjadikan kita gelisah.
______________________________
di Posting ulang dari Website: 
http://www.bimbinganislam.com

Tiga Landasan Utama

Senin, 11 Januari 2016

JALAN MENUJU KABAHAGIAAN (BAGIAN 2 DARI 5)

Ustadz Firanda Andirja,

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Ikhwani fillāh a'āzaniyallāhu wa iyyakum,

Pada kesempatan yang berbahagia ini saya akan menyebutkan beberapa point yang bisa menenangkan hati dan membahagiakan kita dalam menghadapi pernak-pernik kehidupan yang tidak mungkin kita hindari.

Diantaranya:

■ SEBAB PERTAMA | KETAKWAAN KEPADA ALLĀH SUBHĀNAHU WA TA'ĀLA.

Takwa merupakan kalimat yang kita semua sudah hafal, tapi bukan kalimat yang sederhana, melainkan kalimat yang indah, tinggi dan butuh pembuktian.

Semua orang bisa mengucapkannya, tapi bagaimana kita mewujudkan ketakwaan tersebut dalam kehidupan kita sehari-hari.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah menjanjikan:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (٢) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا (٣)

"Barangsiapa bertakwa kepada Allāh niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allāh niscaya Allāh akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allāh melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allāh telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." 

(QS Ath Thālaq: 2-3)

Allāh Subhānahu wa Ta'āla juga berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً

"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." 

(QS An Nahl: 97)

Oleh karenanya, tidak diragukan bahwasanya ketakwaan merupakan sumber kebahagiaan.

Lalu, bagaimana kita meraih ketaqwaan ini?

(Yaitu) Dengan banyak beramal shalih seperti: puasa, baca Al Qurān, shalat malam, bershadaqah. Ini merupakan bukti-bukti takwa.

Dan semua sebab-sebab yang akan saya sebutkan dari hal-hal yang bisa mendatangkan kebahagiaan, dari poin kedua dan seterusnya merupakan rincian dari ketaqwaan (dimana) semuanya kembali kepada ketaqwaan.

Ikhwani fillah a'āzaniyallāhu wa iyyakum,

Diantara perkara yang penting dalam masalah ketakwaan adalah,

● BERIMAN KEPADA TAKDIR ALLĀH SUBHĀNAHU WA TA'ĀLA

Ini adalah perkara yang sangat utama, sangat urgen dalam menghadapi pernak-pernik kehidupan ini; musibah, ujian, kesusah-payahan.

Yang kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tatakala ditanya oleh malaikat Jibril: "Kabarkanlah kepadaku tentang iman."

Kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam: "Engkau beriman kepada Allāh, kepada rasul-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada hari akhirat dan engkau beriman kepada takdir, takdir yang baik maupun yang buruk."

Beriman dengan keyakinan yang pasti bahwasanya segala yang terjadi, yang baik maupun yang buruk, semuanya atas kehendak Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dan beriman bahwasanya di balik apa yang Allāh tetapkan itu ada hikmah yang mungkin kita tahu ataupun mungkin tidak kita ketahui.

Ikhwani fillah a'āzaniyallāhu wa iyyakum,

Orang yang mudah marah/emosi berarti imannya kepada takdir kurang.

Rukun iman ada enam (rukun ke-6 adalah Beriman Kepada Takdir) dan kita semua sudah hafal. Tetapi bagaimana menerapkan iman kepada takdir tersebut.

Oleh karenanya, sangat sedih tatkala kita melihat ada seseorang yang penampilannya, mā syā Allāh, islami, tetapi kemudian baru ada masalah sedikit lalu langsung ngamuk/marah-marah.

Mana iman kepada takdir? Mana bab tentang bersabar (dalam kitab Tauhid)?

(Karena) Sabar merupakan praktek dari tauhid, sehingga orang yang tidak sabar berarti tauhidnya dipertanyakan, keimanannya kepada takdir dipertanyakan.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

وَعَسَىٰٓ أَن تَكۡرَهُواْ شَيۡـًٔ۬ا وَهُوَ خَيۡرٌ۬ لَّڪُمۡ‌ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّواْ شَيۡـًٔ۬ا وَهُوَ شَرٌّ۬ لَّكُمۡ‌ۗ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ

"Bisa jadi engkau membenci suatu perkara dan Allāh menjadikan kebaikan yang banyak pada perkara yang kau benci tersebut. Bisa jadi kau membenci sesuatu, ternyata itu lebih baik bagimu. Dan bisa jadi kau mencintai sesuatu, ternyata itu buruk bagimu. Allāh mengetahui dan kalian tidak mengetahui."

(QS Al Baqarah: 216)

Ini perkara yang kelihatannya sepele tapi berpengaruh dalam masalah kebahagiaan.

Orang yang beriman kepada takdir dengan tenang maka dia akan qāna'ah, dia akan menerima apa yang Allāh takdirkan kepada dia; jika terkena musibah maka bersabar, jika mendapatkan kebaikan maka tidak 'ujub.

Yang ini semua berkaitan dengan ketakwaan.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذۡنِ ٱللَّهِ‌ۗ وَمَن يُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ يَہۡدِ قَلۡبَهُ ۥ‌ۚ

"Tidak ada suatu musibah yang menimpa, kecuali dengan izin Allāh. Barangsiapa yang beriman kepada Allāh, maka Allāh akan berikan hidayah kepada hatinya."

(QS At Taghābun: 11)

Seorang Salaf (Alqamah) menafsirkan ayat ini mengatakan:

هو الرجل تصيبه المصيبة فيعلم أنها من قضاء الله، فيرضى بها ويسلم

"Yaitu seorang yang terkena musibah, kemudian dia mengetahui bahwasanya musibah tersebut dari sisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla, maka dia ridhā dan dia menyerahkan urusannya kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla."

Sebagaimana ketakwaan merupakan sumber dari segala kebahagiaan, maka sebaliknya, maksiat merupakan sumber dari segala kesengsaraan.

Kata Allah Subhānahu wa Ta'āla:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا

"Barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku (Al Qurān), maka bagi dia kehidupan yang sempit." (QS Thāhā: 124)

⇒ Maka bagi dia kehidupan yang penuh dengan kesulitan, penderitaan (hatinya menderita).

Bisa jadi hartanya banyak, memiliki rumah yang mewah dan luas, akan tetapi hatinya sempit.

Kenapa? Karena maksiat yang dia lakukan.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

وَمَآ أَصَـٰبَڪُم مِّن مُّصِيبَةٍ۬ فَبِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِيكُمۡ

"Dan tidak ada satu musibahpun yang menimpa kalian kecuali akibat perbuatan kalian."

(QS Asy Syūrā: 30)

⇒ Artinya, banyak orang yang heran tatkala mereka terkena musibah, mereka mengatakan: "Darimana musibah ini?"

Terkadang orang lupa, "Kenapa saya mendapat musibah? Kenapa saya begini?"

Dia lupa bahwasanya dia terjerumus dalam kemaksiatan, padahal segala maksiat yang dia lakukan merupakan sumber kesengsaraan dalam hatinya.

Bahkan para ulama menyebutkan:

"Bahkan pandangan haram yang kita umbarkan dengan melihat aurat wanita yang tidak halal bagi kita, sengaja kita berlezat-lezat melihat hal yang diharamkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, itu adalah sumber kesengsaraan bagi hati seseorang."

Karenanya Ibnul Qayyim menyebutkan:

"Segala kesedihan, gundah gulana, kekhawatiran yang menimpa hati seseorang, itu merupakan hukuman yang Allāh segerakan bagi seseorang dan merupakan neraka Jahannam yang Allāh segerakan di dunia ini."

Seseorang yang ingin berbahagia, hindarkan kemaksiatan sebisa mungkin, jauhkan kemaksiatan, dan bertakwa kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Karena seluruh kesengsaraan, seluruh kegelisahan hati, kembalinya kepada kemaksiatan yang dilakukan oleh seseorang.
______________________________

Reposting dari Website: 
http://www.bimbinganislam.com

JALAN MENUJU KEBAHAGIAAN (BAGIAN 1 DARI 5)


Ustadz Firanda Andirja, MA

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
إن الحمد لله، نحمدُه ونستغفره ونستعينه ونستهديه ونعوذُ بالله من شرورِ أنفسنا ومن سيئاتِ أعمالنا، من يهْدِ اللهُ فلا مضِلَّ له ومن يضلل فلا هادي له.  وأشهد أنْ لا إله إلا اللهُ وحده لا شريك له وأشهد أنَّ محمداً عبدُه ورسولُه، لا نبي بعده.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً

أم بعد فإن أصدق الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار 

Ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla,

Segala puji dan syukur wajib senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allāh Subhānahu wa Ta'āla atas segala limpahan karunia, kenikmatan dan kemudahan yang Allāh berikan kepada kita.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, imam kita, suri tauladan kita, Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam dan juga keluarganya, serta seluruh shahābat Beliau tanpa terkecuali dan juga pada pengikut Beliau yang setia hingga akhir zaman kelak.

Pada kesempatan yang berbahagia ini, kita akan membahas tentang "Hal-Hal Yang Bisa Mendatangkan Kebahagiaan Seorang Hamba".

Sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah berfirman dalam Al Qurān yang artinya:

لَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَـٰنَ فِى كَبَدٍ

"Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam keadaan bersusah payah."

(QS Al Balad: 4)

Dalam menjalani kehidupan di atas muka bumi ini, penuh kepayahan yang kita hadapi.

Bersusah payah dalam menghadapi godaan syaithan, dalam bekerja dan dalam berbagai macam urusan.

Oleh karenanya, seseorang terkadang bergembira dan terkadang bersedih; terkadang dia bisa menguasai urusannya; terkadang dia terkapar/tersungkur di hadapan permasalahan yang dia hadapi.

Demikianlah kondisi manusia, senantiasa dalam keadaan bersusah payah.

Dan tidak ada istirahat yang hakiki kecuali di akhirat (surga)

Selama dia masih di dunia maka dia akan menghadapi pernak-pernik kehidupan yang akan menimpa/mengganggu dirinya.

Dan tidak ada kehidupan yang benar-benar indah secara total kecuali di akhirat.

Terlebih-lebih lagi seorang yang beriman kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, dimana Allāh sudah menjanjikan bahwasanya orang-orang yang beriman pasti akan diuji.

أَمۡ حَسِبۡتُمۡ أَن تَدۡخُلُواْ ٱلۡجَنَّةَ وَلَمَّا يَأۡتِكُم مَّثَلُ ٱلَّذِينَ خَلَوۡاْ مِن قَبۡلِكُم‌ۖ مَّسَّتۡہُمُ ٱلۡبَأۡسَآءُ وَٱلضَّرَّآءُ وَزُلۡزِلُواْ

"Apakah kalian menyangka akan masuk surga, sementara belum datang kepada kalian ujian yang pernah menimpa orang-orang sebelum kalian, mereka ditimpa dengan kesulitan, dengan kemudharatan, bahkan diguncang oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla (dengan bermacam-macam cobaan)."

(QS Al Baqarah: 214)

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ

"Dan sungguh benar-benar Kami akan menguji kalian dengan sedikit ketakutan (kekhawatiran), kelaparan, ujian dalam hal ekonomi (sulitnya/kurangnya pemasukan), jiwa dan buah-buahan."

(QS Al Baqarah: 155)

Demikianlah kondisi seorang yang beriman; semakin beriman seseorang maka akan semakin banyak ujian yang menimpanya.

Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah bersabda:

أَشَدُّ النَّاسِ بَلَاءً الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الصَّالِحُونَ، ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ،

"Sesungguhnya yang paling berat ujiannya adalah para nabi, kemudian orang-orang yang shalih, kemudian selanjutnya, dan selanjutnya."

(HR Ahmad dan At Tirmidzi, hadits shahih)

Seorang diuji oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla berdasarkan kadar keimanannya.

Sampai-sampai Al Imam Asy Syāfi'ī rahimahullāh Ta'āla pernah berkata yang menggambarkan betapa banyak ujian yang menimpa beliau rahimahullahu ta'ala, yaitu:

◆ محنُ الزَّمانِ كثيرة ٌ لا تنقضي, وسرورهُ يأتيكَ كالأعيادِ

◆ Sesungguhnya ujian zaman datang terus tidak berhenti (silih berganti). Dan kegembiraan datang sesekali sebagaimana sesekalinya datangnya hari lebaran.

⇒ Ini gambaran yang pernah di ungkapkan oleh Al Imam Asy Syāfi'ī rahimahullāh, dimana begitu banyak ujian yang beliau hadapi.

Oleh karenanya, kita dapati ternyata seorang mu'min yang benar-benar beriman kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla adalah orang yang berbahagia.

Meskipun banyak ujian yang menghadapinya, banyak tantangan dan banyak susah payah yang dia alami.

Kenapa?

Karena dia menghadapi semua itu dengan keimanan dan ketakwaan.

Dia bisa mengkondisikan dirinya dalam menghadapi kondisi-kondisi berat dalam kehidupan ini.

Oleh karenanya, yang menjadi patokan kebahagiaan bukanlah banyaknya harta dan bukan juga sehatnya tubuh, tapi apa yang ada di hati.

Jika seseorang hatinya tentram, maka itulah orang yang berbahagia.
______________________________

http://www.bimbinganislam.com

Sabtu, 09 Januari 2016

Perintah Untuk Menjawab Seruan Allah

Tafsir Surat Al-Anfal, ayat 24

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ (24) }

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kalian, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah mendinding antara manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kalian akan dihimpunkan.
Imam Bukhari mengatakan bahwa maknaistajibu ialah penuhilah, dan limayuhyikumartinya sesuatu yang memperbaiki keadaan kalian. 

حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ، حَدَّثَنَا رَوْحٌ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ خُبَيْبِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ: سَمِعْتُ حَفْصَ بْنَ عَاصِمٍ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي سَعِيدِ بْنِ الْمُعَلَّى قَالَ: كُنْتُ أُصَلِّي، فَمَرَّ بِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَدَعَانِي فَلَمْ آتِهِ حَتَّى صَلَّيْتُ، ثُمَّ أَتَيْتُهُ فَقَالَ: "مَا مَنَعَكَ أَنْ تَأْتِيَنِي؟ " أَلَمْ يَقُلِ اللَّهُ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ} ثُمَّ قَالَ: "لَأُعَلِّمَنَّكَ أَعْظَمَ سُورَةٍ فِي الْقُرْآنِ قَبْلَ أَنْ أَخْرُجَ"، فَذَهَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيَخْرُجَ، فَذَكَرْتُ لَهُ -وَقَالَ مُعَاذٌ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ خُبَيْب بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، سَمِعَ حَفْصَ بْنَ عَاصِمٍ، سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ رَجُلًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهَذَا -وَقَالَ: " هِيَ {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} السَّبْعُ الْمَثَانِي"

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ishaq, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari khubaib ibnu Abdur Rahman yang mengatakan, "Saya pernah mendengar Hafs ibnu Asim menceritakan hadis berikut dari Abu Sa'd ibnu Al-Ma'la r.a. yang menceritakan bahwa ketika ia sedang salat, tiba-tiba Nabi Saw. lewat dan memanggilnya, tetapi ia tidak memenuhi panggilannya hingga ia menyelesaikan salatnya. Setelah itu barulah datang kepada beliau. Maka beliau Saw. bertanya,' Apakah gerangan yang menghalang-halangi dirimu untuk datang kepadaku? Bukankah Allah Swt. telah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan'Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kalian. (Al-Anfal: 24) Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku akan mengajarkan kepadamu surat yang paling besar dari Al-Qur'an sebelum aku keluar dari Masjid ini.' Rasulullah Saw. bangkit untuk keluar dari masjid, lalu saya mengingatkan janji beliau itu."  Mu'az mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Khubaib ibnu Abdur Rahman, bahwa ia pernah mendengar Hafs ibnu Asim menceritakan hal berikut dari Abu Sa'id, bahwa ada seorang lelaki dari kalangan sahabat Nabi Saw. yang mengatakan surat yang dimaksud di atas, yaitu firman Allah Swt. yang mengatakan: Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. (Al-Fatihah: 2)hingga akhir surat. Itulah yang dimaksud dengan sab'ul masani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dalam salat). 
Demikianlah menurut lafaz yang di­ketengahkannya berikut huruf-hurufnya tanpa ada yang dikurangi. Pembahasan mengenai hadis ini telah disebutkan dalam tafsir surat Al-Fatihah berikut semua jalur periwayatannya.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kalian. (Al-Anfal: 24) Yakni kepada perkara yang hak. 
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kalian. (Al-Anfal: 24) Maksudnya kepada Al-Qur'an ini; di dalamnya terkandung keselamatan, kelestarian, dan kehidupan. 
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kalian. (Al-Anfal: 24) Di dalam agama Islam terkandung kehidupan bagi mereka yang pada sebelumnya mereka mati karena kekafiran. 
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu Ja'far ibnuz Zubair, dari Urwah ibnuz Zubair sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kalian. (Al-Anfal: 24) Yakni kepada peperangan yang menyebabkan Allah memenangkan kalian dengan melaluinya, sebelum itu kalian dalam keadaan terhina (kalah). Allah menjadikan kalian kuat karenanya, sebelum itu kalian dalam keadaan lemah. Dan Dia mencegah musuh kalian untuk dapat menyerang kalian, sebelum itu kalian kalah oleh mereka. 

*******************

Firman Allah Swt.:

{وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ}

dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah mendinding antara manusia dan hatinya.(Al-Anfal: 24)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa Allah menghalang-halangi orang mukmin dan kekafiran, serta orang kafir dan keimanan. Demikianlah menurut riwayat Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya secaramauquf (hanya sampai pada Ibnu Abbas). Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih, tetapi keduanya (Bukhari dan Mus­lim) tidak mengetengahkannya. Imam Ibnu Murdawaih telah meriwayatkannya melalui jalur lain dengan sanad yang marfu'(sampai kepada Nabi Saw.), tetapi predikatnya tidak sahih, mengingat sanadnya lemah, justru yang berpredikatmauquf-lahyang sahih sanadnya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Sa'id Ikrimah, Ad-Dahhak, Abu Saleh, Atiyyah, Muqatil bin Hayyan, dan As-Saddi. 
Menurut riwayat lain, dari Mujahid, sehubungan dengan makna firman-Nya:mendinding antara manusia dan hatinya.(Al-Anfal: 24) Maksudnya yaitu hingga Allah meninggalkan (membiarkan)nya sampai dia tidak menyadarinya. 
Menurut As-Saddi, makna yang dimaksud ialah Allah menghalang-halangi antara seseorang dan hatinya, sehingga ia tidak dapat beriman —tidak pula kafir— kecuali hanya dengan seizin Allah.
Qatadah mengatakan bahwa ayat ini semakna dengan firman-Nya:

{وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ}

dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (Qaf: 16)
Banyak hadis dari Rasulullah Saw. yang menerangkan hal yang selaras dengan pengertian ayat ini. 

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ أَنْ يَقُولُ: " يَا مُقَلِّب الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ". قَالَ: فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، آمَنَّا بِكَ وَبِمَا جِئْتَ بِهِ، فَهَلْ تَخَافُ عَلَيْنَا؟ قَالَ نَعَمْ، إِنَّ الْقُلُوبَ بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ تَعَالَى يُقَلِّبُهَا".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Abu Sufyan, dari Anas ibnu Malik r.a. yang menceritakan bahwa Nabi Saw. acapkali mengucapkan doa berikut: Wahai (Tuhan) yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu. Anas ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Lalu kami bertanya, 'Wahai Rasulullah, kami telah beriman kepadamu dan kepada apa yang engkau sampaikan, maka apakah engkau merasa khawatir terhadap iman kami?' Rasulullah Saw. menjawab: 'Ya, sesungguhnya hati manusia itu berada di antara dua jari kekuasaan Allah Swt. Dia membolak-balikkannya'."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi di dalam pembahasan mengenai takdir, bagian dari kitab Jami-nya,dari Hannad ibnus Sirri, dari Abu Mu'awiyah Muhammad ibnu Hazim Ad-Darir (tuna netra), dari Al-A'masy yang namanya ialah Sulaiman ibnu Mahran, dari Abu Sufyan yang namanya Talhah ibnu Nafi', dari Anas, kemudian Imam Ahmad mengatakan bahwa hadis ini hasan. Telah diriwayatkan pula melalui berbagai perawi yang tidak hanya seorang, semuanya bersumber dari Al-A'masy. Dan sebagian dari mereka telah meriwayatkannya dari Abu Sufyan, dari Jabir, dari Nabi Saw. Tetapi hadis Abu Sufyan dari Anas lebih sahih sanadnya.
Hadis lain diriwayatkan oleh Abdu ibnu Humaid di dalam kitab Musnad-nya. Dia mengatakan bahwa: 

حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عَمْرٍو، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنِ الْحَكَمِ، عَنِ ابْنِ أَبِي لَيْلَى، عَنْ بِلَالٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْعُو: "يَا مُقَلِّب الْقُلُوبِ ثَبِّت قَلْبِي عَلَى دينك".

telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al-Hakam, dari Ibnu Abu Laila, dari Bilal r.a., bahwa Nabi Saw. pernah berdoa dengan doa berikut: Wahai (Tuhan)yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu
Hadis ini jayyid sanadnya, hanya padanya terdapat inqita'. Tetapi sekalipun demikian predikat hadis ini sesuai syarat ahlus sunan, hanya mereka tidak mengetengahkannya.
Hadis yang lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa: 

حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ جَابِرٍ يَقُولُ: حَدَّثَنِي بُسْرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْحَضْرَمِيُّ: أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا إِدْرِيسَ الْخَوْلَانِيَّ يَقُولُ: سَمِعْتُ النَّوَّاسَ بْنَ سَمْعَان الْكِلَابِيَّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " مَا مِنْ قَلْبٍ إِلَّا وَهُوَ بَيْنُ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، إِذَا شَاءَ أَنْ يُقِيمَهُ أَقَامَهُ، وَإِذَا شَاءَ أَنْ يُزِيغَهُ أَزَاغَهُ". وَكَانَ يَقُولُ: "يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قُلُوبَنَا عَلَى دِينِكَ". قَالَ: "وَالْمِيزَانُ بِيَدِ الرَّحْمَنِ يَخْفِضُهُ وَيَرْفَعُهُ".

telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Jabir mengatakan, telah menceritakan kepadanya Bisyr ibnu Ubaidillah Al-Hadrami, ia mendengar dari Abu Idris Al-Khaulani yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar An-Nuwwas ibnu Sam'an Al-Kilabi r.a. mengatakan bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda: Tidak ada suatu hati pun melainkan berada di antara kedua jari kekuasaan Tuhan Yang Maha Pemurah, Tuhan semesta alam. Jika Dia menghendaki kelurusannya, maka Dia akan meluruskannya; dan jika Dia menghendaki kesesatannya, maka Dia akan menyesatkannya Dan tersebutlah bahwa Nabi Saw. acapkali mengucapkan doa berikut: Wahai (Tuhan) yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu. Nabi Saw. telah bersabda pula:Neraca itu berada di tangan kekuasaan Tuhan Yang Maha Pemurah; Dialah Yang merendahkan dan yang mengangkatnya.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah melalui hadis Abdur Rahman ibnu Yazid ibnu Jabir, lalu disebutkan hal yang semisal.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Imam Ahmad menga­takan: 

حَدَّثَنَا يُونُسُ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنِ الْمُعَلَّى بْنِ زِيَادٍ، عَنِ الْحَسَنِ؛ أَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ: دَعَوَاتٌ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُو بِهَا: "يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ". قَالَتْ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّكَ تُكْثِرُ تَدْعُو بِهَذَا الدُّعَاءِ. فَقَالَ: "إِنَّ قَلْبَ الْآدَمِيِّ بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ، فَإِذَا شَاءَ أَزَاغَهُ وَإِذَا شَاءَ أَقَامَهُ

telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, dari Al-Ma'la ibnu Ziyad, dari Al-Hasan, bahwa Siti Aisyah pernah mengatakan bahwa di antara doa-doa yang sering diucapkan oleh Rasulullah Saw. ialah: Wahai Tuhan yang membolak-balikkan hati. tetapkanlah hatiku pada agama-Mu.Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau sering sekali mengucapkan doa ini." Maka beliau Saw. menjawab: Sesungguhnya kalbu anak Adam itu berada di antara dua jari kekuasaan Allah jika Dia menghendaki kesesatannya(niscaya Dia membuatnya sesat), dan jika Dia menghendaki kelurusannya (niscaya Dia membuatnya lurus)
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa: 

حَدَّثَنَا هَاشِمُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ، حَدَّثَنِي شَهْرٌ، سَمِعْتُ أُمَّ سَلَمَةَ تُحَدِّثُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُكْثِرُ فِي دُعَائِهِ يَقُولُ: "اللَّهُمَّ يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ". قالت: فقلت  يا رسول الله، أو إن الْقُلُوبَ لَتُقَلَّبُ  ؟ قَالَ: "نَعَمْ، مَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ بَشَرٍ مِنْ بَنِي آدَمَ إِلَّا أَنَّ قَلْبَهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ، فَإِنْ شَاءَ أَقَامَهُ، وَإِنْ شَاءَ أَزَاغَهُ. فَنَسْأَلُ اللَّهَ رَبَّنَا أَنْ لَا يُزِيغَ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَانَا، وَنَسْأَلُهُ أَنْ يَهَبَ لَنَا مِنْ لَدُنْهُ رَحْمَةً إِنَّهُ هُوَ الْوَهَّابُ". قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَلَا تُعَلِّمُنِي دَعْوَةً أَدْعُو بِهَا لِنَفْسِي؟ قَالَ: " بَلَى، قُولِي: اللَّهُمَّ رَبَّ النَّبِيِّ مُحَمَّدٍ، اغْفِرْ لِي ذَنْبِي، وَأَذْهِبْ غَيْظَ قَلْبِي، وَأَجِرْنِي مِنْ مُضِلَّاتِ الْفِتَنِ مَا أَحْيَيْتَنِي"

telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid, telah menceritakan kepadanya Syahr; ia telah mendengar Ummu Salamah menceritakan bahwa-di antara doa yang sering diucapkan oleh Rasulullah Saw. ialah: Ya Allah Wahai Tuhan Yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu. Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah hati itu dapat dibolak-balikkan?" Rasulullah Saw. menjawab: Ya, tidak sekali-kali Allah menciptakan manusia dari Bani Adam melainkan kalbunya berada di antara dua jari kekuasaan Allah Swt. Jika Dia menghendaki kelurusannya (tentu Dia melurus­kannya), dan jika Dia menghendaki kesesatannya (tentu Dia menyesatkannya).Maka kami memohon kepada Allah Tuhan kami. semoga Dia tidak menyesatkan hati kami sesudah Dia menunjuki kami. DanJkami memohon kepada-Nya semoga Dia menganugerahkan kepada kami dari sisi-Nya rahmat yang luas. Sesungguhnya Dia Maha Pemberi karunia. Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, sudikah kiranya engkau mengajarkan kepadaku suatu doa yang akan kubacakan untuk diriku sendiri?" Rasulullah Saw. bersabda:Tentu saja. Ucapkanlah, "Ya Allah, Tuhan Nabi Muhammad, ampunilah dosa-dosaku, lenyapkanlah kedengkian hatiku, dan lindungilah aku dari fitnah-fitnah yang menyesatkan selama Engkau membiarkan aku hidup.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa: 

حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنَا حَيْوَةُ، أَخْبَرَنِي أَبُو هَانِئٍ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ الحُبَلي  أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو؛ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: " إِنَّ قُلُوبَ بَنِي آدَمَ بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ، كَقَلْبٍ وَاحِدٍ يُصَرِّف كَيْفَ شَاءَ. ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اللَّهُمَّ مُصَرِّف الْقُلُوبِ، صَرِّف قُلُوبَنَا إلى طاعتك".

telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Haiwah, telah menceritakan kepadanya Abu Hani; ia pernah mendengar Abu Abdur Rahman Al-Habli mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amr mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya hati Bani Adam itu berada di antara dua jari kekuasaan Tuhan Yang Maha Pemurah seperti halnya satu hati, Dia mengaturnya menurut apa yang dikehendaki-Nya.Kemudian Rasulullah Saw. berdoa: Ya Allah, Tuhan Yang membolak-balikkan hati, arahkanlah hati kami untuk taat kepada Engkau.
Hadis ini diketengahkan oleh Imam Muslim secara munfarid dari Imam Bukhari. Dan ia meriwayatkannya bersama Imam Nasai melalui hadis Haiwah ibnu Syuraih Al-Misri.