Rabu, 29 Juni 2016

BOLEHKAH ZAKAT FITRAH DENGAN UANG, ?

Bolekah zakat fitrah dengan uang ?
Oleh: Ustadz Ammi Nur Baits

Assalamu 'alaikum.
Ustadz, bagaimana jika saya membayar zakat fitrah dengan uang, bukan dengan makanan pokok? Apakah hal ini diperbolehkan dalam Islam?
Jazakallahu khairan.
Jawaban:
Wa'alaikumussalam.
Masalah ini termasuk kajian yang banyak menjadi tema pembahasan di beberapa kalangan dan kelompok yang memiliki semangat dalam dunia Islam. Tak heran, jika kemudian pembahasan ini meninggalkan perbedaan pendapat.
Sebagian melarang pembayaran zakat fitrah dengan uang secara mutlak, sebagian memperbolehkan

Sabtu, 25 Juni 2016

KEUTAMAAN LAYLATUL QODR ?…

SIAPAKAH YANG MENDAPATKAN KEUTAMAAN LAYLATUL QODR ?…
Ustadz Abu Riyadl, حفظه الله تعالى

Kapan lailatul qodar?
Di 10 hari terakhir pada bulan ramadhan..
Seringnya terjadi di malam ganjil. Walaupun tidak menutup kemungkinan di malam genap.
Berapa lama rentang waktunya?
lailatul qadar terjadi sepanjang malam, sejak maghrib hingga subuh.
Allah ta'ala berfirman
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ . تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ . سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
"Lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS. Al-Qadr: 3 – 5)

Karena lailatul qadar berada pada rentang dari maghrib sampai subuh, maka peristiwa apapun yang

Rabu, 22 Juni 2016

💎 Mulia Dengan Sunnah 💎:
📮 B. *SYARAT WAJIBNYA ZAKAT UANG*

Setiap mata uang (uang kertas) yang berlaku di negara mana pun, baik berupa rupiah, riyal, dolar, yen, ringgit atau selainnya –baik disimpan maupun tidak– wajib dikeluarkan zakatnya jika telah memenuhi dua syarat sebagaimana zakat emas dan perak. Dua syarat tersebut ialah :

➡Pertama : Telah mencapai nishâb, yaitu senilai nishâb emas (20 dinar/85 gram emas murni), atau senilai nishâb perak (200 dirham/595 gram perak murni).

➡Kedua : Harta senishâb (atau lebih) itu telah berputar selama satu tahun hijriyah sejak dimiliki. Sedangkan kadar zakatnya adalah sebesar 2,5 % (dua setengah persen).

💶 Kewajiban zakat atas uang kertas itu diqiyaskan dengan kewajiban zakat pada emas dan perak. Karena ada kesamaan 'illat (sebab hukum) pada keduanya (uang kertas dengan emas-perak). Illat (sebab hukum) nya adalah sifat sebagai mata uang (an-naqdiyah) dan sebagai harga (ats-tsamaniyyah). 'Illat ini adalah 'illat yang disimpulkan ('illat istinbath) dari berbagai hadits yang mengisyaratkan adanya sifat sebagai mata uang (an-naqdiyah) dan sebagai harga (ats-tsamaniyyah), yang menjadi landasan kewajiban zakat pada emas dan perak. Di antaranya hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :

فَهَاتُوا صَدَقَةَ الرِّقَةِ مِنْ كُلِّ أَرْبَعِينَ دِرْهَمًا دِرْهَمٌ

Maka datangkanlah (bayarlah) zakat riqqah (perak yang dicetak sebagai mata uang), yaitu dari setiap 40 dirham (zakatnya) 1 dirham. [HR. Abu Daud I/494 no.1574, At-Tirmidzi III/16 no.620, dan Ahmad I/92 no.711, dari Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhuma].

Penyebutan kata "riqqah" (perak yang dicetak sebagai mata uang) dalam hadits di atas –dan bukan dengan kata fidhdhah (perak)— menunjukkan adanya sifat sebagai mata uang (an-naqdiyah) dan sebagai harga (ats-tsamaniyyah). Dan sifat ini tak hanya terwujud pada perak atau emas yang dijadikan mata uang, tapi juga pada uang kertas yang berlaku sekarang, meski ia tidak ditopang dengan emas atau perak. Maka uang kertas sekarang wajib dizakati, sebagaimana wajibnya zakat pada emas dan perak.

*Oleh karena itu, siapa saja yang mempunyai uang yang telah memenuhi dua syarat di atas, yaitu mencapai nishâb dan telah berputar selama satu tahun hijriyah, maka wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5 % (dua setengah persen) dari total uang yang dimiliki.*

📮 C. *STANDAR NISHAB ZAKAT UANG KERTAS*

Berkenaan dengan nishâb zakat uang, mungkin ada yang bertanya pula, manakah standar yang dipakai, nishâb emas (20 Dinar/85 gram emas murni), ataukah nishâb perak (200 dirham/595 gram perak murni), jika fakta uang kertas yang ada tidak dijamin oleh emas dan perak seperti halnya di Indonesia maupun di kebanyakan negara lain ?

🔖 Sebagian Ulama di zaman sekarang berpendapat bahwa yang jadi patokan dalam zakat mata uang (uang kertas) adalah nishâb perak. Karena inilah yang bisa menggabungkan antara nishâb emas dan perak. Demikian juga, dengan menggunakan nishâb perak akan lebih bermanfaat bagi orang-orang fakir miskin.

🔖Ada pula diantara para Ulama yang berpendapat bahwa yang dijadikan patokan dalam zakat mata uang (uang kertas) adalah nishâb emas.

*Di antara alasan mereka adalah sebagai berikut* :

➡1. Nilai perak telah berubah setelah zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan zaman-zaman sesudahnya. Hal ini berbeda dengan emas yang nilainya terhitung stabil.

➡2. Jika disetarakan dengan nishâb emas, maka itu akan setara atau mendekati nishâb zakat lainnya seperti nishâb pada binatang ternak (onta, sapid an kambing, pent). Nishâb zakat onta adalah 5 ekor, nishâb pada zakat kambing adalah 40 ekor, dan yang semisalnya. [Lihat Shahîh Fiqhis Sunnah II/22].

🔰 Dari dua pendapat di atas, *kami (penulis) lebih cenderung dan memilih pendapat kedua yang menggunakan standar nishâb emas untuk zakat mata uang (uang kertas)* karena alasannya yang begitu kuat. Demikian pula karena mengingat meningkatnya standar biaya hidup dan melonjaknya berbagai kebutuhan. [Lihat al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu karya Wahbah Az-Zuhaili, II/773].

CARA MENGHITUNG DAN MENGELUARKAN ZAKAT UANG

Setelah kita ketahui dan tetapkan bahwa standar nishâb zakat uang adalah nishâb emas, yaitu 20 dinar atau 85 gram emas. Maka cara untuk menghitung dan mengeluarkan zakat uang adalah sebagaimana berikut ini :

🔵 Sebagai contoh permasalahan : Bila sekarang (Oktober 2011) harga emas murni Rp.550.000,-/gram. Maka cara mengetahui nishâb dan kadar zakat mata uang (uang kertas) adalah sebagai berikut:

✅ Nishâb Mata Uang = 85 gram x Rp.550.000,-/gram = Rp.46.750.000,-

💶 Kalau misalkan seseorang punya uang tabungan sebesar Rp. 50.000.000, (Lima Puluh Juta Rupiah), berarti uang yang dimilikinya sudah melebihi nishâb (Rp.46.750.000,-). Kalau uang yang telah mencapai nishâb ini sudah dimilikinya selama satu tahun hijriyah, maka zakatnya yang wajib dikeluarkan adalah = 2,5 % x Rp. 50 juta = Rp. 1.250.000 (Satu Juta Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah).

BOLEHKAH MENGELUARKAN ZAKAT SEBELUM TIBA WAKTUNYA?

Menurut mayoritas Ulama diperbolehkan mengeluarkan kewajiban zakat sebelum tiba waktunya karena termasuk menyegerakan kebaikan. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu, ia berkata :

أَنَّ الْعَبَّاسَ بْنَ عَبْدِ الْـمُطَّلِبِ سَأَلَ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فِيْ تَعْجِيْلِ صَدَقَتِهِ قَبْلَ أَنْ تَحِلَّ، فَرَخَّصَ لَهُ فِيْ ذَلِكَ

Bahwasanya al-'Abbas bin Abdul Muththalib bertanya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang maksudnya untuk menyegerakan pengeluaran zakatnya sebelum waktunya tiba. Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memberi kelonggaran kepadanya untuk melakukan hal itu. [HR. Ahmad I/104 no.822, Abu Dawud I/510 no.1624, At-Tirmidzi III/63 no.678, Ibnu Majah I/572 no.1795, dan yang lainnya. Syaikh al-Albâni menilai hadits ini hasan dalam Irwâ' al-Ghalîl (no. 857) dengan syawahid (riwayat-riwayat penguat) yang ada]

📃 Demikian penjelasan singkat tentang panduan praktis zakat uang kertas serta tata cara menghitung dan mengeluarkannya. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi penulis dan pembacanya, amiin. Wallahu Ta'ala A'lam Bish-Showab.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XV/1433H/2011. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

Sumber: https://almanhaj.or.id/3685-panduan-praktis-zakat-uang-kertas.html

CARA MENGHITUNG DAN MENGELUARKAN ZAKAT UANG*

Mulia Dengan Sunnah

Oleh : Ustadz Muhammad  Wasitho Abu Fawas Lc.MA.

Setelah kita ketahui dan tetapkan bahwa standar nishâb zakat uang adalah nishâb emas, yaitu 20 dinar atau 85 gram emas. Maka cara untuk menghitung dan mengeluarkan zakat uang adalah sebagaimana berikut ini :

Sebagai contoh permasalahan : Bila sekarang (Oktober 2011) harga emas murni Rp.550.000,-/gram. Maka cara mengetahui nishâb dan kadar zakat mata uang (uang kertas) adalah sebagai berikut:

✅ Nishâb Mata Uang = 85 gram x Rp.550.000,-/gram = Rp.46.750.000,-

💶 Kalau misalkan seseorang punya uang tabungan sebesar Rp. 50.000.000, (Lima Puluh Juta Rupiah), berarti uang yang dimilikinya sudah melebihi nishâb (Rp.46.750.000,-). Kalau uang yang telah mencapai nishâb ini sudah dimilikinya selama satu tahun hijriyah, maka zakatnya yang wajib dikeluarkan adalah = 2,5 % x Rp. 50 juta = Rp. 1.250.000 (Satu Juta Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah).

E. BOLEHKAH MENGELUARKAN ZAKAT SEBELUM TIBA WAKTUNYA?

Menurut mayoritas Ulama diperbolehkan mengeluarkan kewajiban zakat sebelum tiba waktunya karena termasuk menyegerakan kebaikan. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu, ia berkata :

أَنَّ الْعَبَّاسَ بْنَ عَبْدِ الْـمُطَّلِبِ سَأَلَ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فِيْ تَعْجِيْلِ صَدَقَتِهِ قَبْلَ أَنْ تَحِلَّ، فَرَخَّصَ لَهُ فِيْ ذَلِكَ

Bahwasanya al-'Abbas bin Abdul Muththalib bertanya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang maksudnya untuk menyegerakan pengeluaran zakatnya sebelum waktunya tiba. Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memberi kelonggaran kepadanya untuk melakukan hal itu. [HR. Ahmad I/104 no.822, Abu Dawud I/510 no.1624, At-Tirmidzi III/63 no.678, Ibnu Majah I/572 no.1795, dan yang lainnya. Syaikh al-Albâni menilai hadits ini hasan dalam Irwâ' al-Ghalîl (no. 857) dengan syawahid (riwayat-riwayat penguat) yang ada]

📃 Demikian penjelasan singkat tentang panduan praktis zakat uang kertas serta tata cara menghitung dan mengeluarkannya. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi penulis dan pembacanya, amiin. Wallahu Ta'ala A'lam Bish-Showab.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XV/1433H/2011. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

Sumber: https://almanhaj.or.id/3685-panduan-praktis-zakat-uang-kertas.html

PANDUAN PRAKTIS ZAKAT UANG KERTAS

Mulia Dengan Sunnah

Oleh
Ustadz Muhammad Wasitho Abu Fawaz Lc, MA

Dalam kitab-kitab fiqih klasik disebutkan bahwa zakat dikenakan pada emas dan perak dalam fungsinya sebagai alat tukar. Dan saat ini hampir tidak ada satu negara pun yang menggunakan emas dan perak sebagai alat tukar. Kini fungsi emas dan perak sebagai alat tukar telah digantikan dengan uang kertas yang secara intrinsik tidak bernilai.

A. ADAKAH KEWAJIBAN ZAKAT PADA UANG KERTAS?

Barangkali ada di antara kaum Muslimin yang bertanya-tanya, apakah uang kertas bisa diperlakukan sama dengan emas dan perak dengan pertimbangan uang tersebut dapat digunakan dan diakui sebagai alat tukar, sehingga ada padanya kewajiban zakat; Atau justru sebaliknya, uang tersebut tidak bisa diperlakukan sama dengan emas dan perak dengan memandang nilai intrinsiknya, sehingga dengan demikian tidak ada kewajiban zakat padanya ?

Dalam masalah ini para Ulama telah membicarakannya dan terjadi perbedaan pendapat di antara mereka menjadi dua pendapat :

➡Pertama : Tidak ada kewajiban zakat pada uang yang dimiliki oleh seseorang kecuali jika diniatkan untuk modal usaha dagang. Jika diperuntukkan sebagai uang nafkah atau disiapkan untuk pernikahan, atau yang semisalnya maka tidak ada zakatnya.

➡Kedua : Ada kewajiban zakat pada setiap mata uang (uang kertas) yang dimiliki atau dikumpulkan oleh seseorang dari hasil keuntungan usaha dagang atau hasil sewa rumah atau hasil gaji atau yang semisalnya, dengan syarat uang itu telah mencapai nishâb dan berputar selama satu tahun hijriyah. Kewajiban zakat ini tanpa membedakan, apakah uang yang dikumpulkan itu diniatkan untuk modal usaha dagang atau untuk nafkah atau untuk pernikahan, atau tujuan lainnya.

Diantara dalil-dalil pendapat kedua ini adalah keumuman firman Allâh Azza wa Jalla :

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ

Hendaklah engkau (wahai Muhammad) mengambil zakat dari harta-harta mereka yang dengannya engkau membersihkan mereka dari dosa dan memperbaiki keadaan mereka, serta bershalawatlah untuk mereka. [at-Taubah/9:103]

Demikian pula berdasarkan keumuman sabda Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Mu'adz bin Jabal z saat beliau mengutusnya ke negeri Yaman :

أَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِيْ أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ

Ajarkan kepada mereka bahwasanya Allâh telah mewajibkan atas mereka zakat pada harta-harta yang mereka miliki yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan dibagikan kepada orang-orang fakir mereka." [HR. Bukhâri II/544 no. 1425, IV/1580 no.4090, dan Muslim I/50 no. 31, dari Ibnu 'Abbâs Radhiyallahu anhuma]

Dan uang termasuk harta benda yang secara umum terkena kewajiban zakat, karena uang dengan berbagai jenisnya yang beredar pada saat ini dan berlaku secara umum pada muamalah kaum Muslimin, telah menggantikan posisi emas (dinar) dan perak (dirham) yang dipungut zakatnya pada masa Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam . Uang sebagai pengganti emas (dinar) dan perak (dirham) menjadi tolok ukur dalam menilai harga suatu barang sebagaimana halnya dinar dan dirham pada masa itu.

🔰*TARJIH* : Setelah memaparkan dua pendapat Ulama di atas, maka râjih (benar dan kuat) bagi kami adalah pendapat kedua berdasarkan dalil-dalil yang telah disebutkan. Yaitu adanya kewajiban zakat pada mata uang apapun yang masih berlaku di Negara mana pun. Pendapat ini yang difatwakan oleh Komite Tetap untuk Urusan fatwa dan Pembahasan Ilmiyyah, KSA yang diketuai oleh Syaikh Abdul 'Aziz bin Baz dalam Fatawa al-Lajnah ad-Daimah (IX/254, 257), Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin dalam asy-Syarhul Mumti' (VI/98-99, 101), dan selainnya.

Rabu, 15 Juni 2016

Ramadhan Bulan Untuk Melatih Kesabaran (Bagian 1)

MELATIH KESABARAN
Ustadz Firanda Andirja, MA

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Alhamdulillāh, segala puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allāh Subhānahu wa Ta'āla, shalawat dan salam senantiasa semoga tercurahkan kepada suri tauladan kita Nabi Muhammad Shallallāhu 'alayhi wa sallam.
 
Bulan suci Ramadhān merupakan bulan yang penuh dengan kemuliaan. Bulan yang mengajarkan kita banyak nilai-nilai ibadah. Diantaranya mengajarkan kita untuk bersabar.

Seorang yang berpuasa, dia harus menyabarkan dirinya untuk meninggalkan perkara-perkara yang dia syahwatkan. Dia harus meninggalkan minuman, makanan, bahkan berhubungan dengan istrinya harus dia tinggalkan, semuanya demi Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Latihan ini melatih seorang muslim untuk bersabar tatkala menghadapi hal-hal yang mungkin tidak disukai oleh syahwatnya, atau tidak disukai oleh nafsunya.

Oleh karenanya, jikalau kita ditimpa dengan musibah-musibah yang tidak kita sukai hendaknya kita bersabar.

Dan kita yakin bahwasanya segalanya telah ditakdirkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Bukankah diantara rukun imān yang enam yaitu berimān kepada taqdir, baik taqdir yang baik maupun taqdir yang buruk.

Tatkala seseorang ditimpa dengan musibah, maka hendaknya dia ingat bahwasanya seluruhnya telah ditakdirkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Dan tatkala Allāh menakdirkan musibah baginya, tentunya ada hikmah yang sangat mulia dibalik musibah tersebut.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah menjanjikan untuk menguji kaum yang beriman, kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla :

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

"Dan sungguh Kami akan menguji kalian (orang-orang yang berimān) dengan sedikit ketakutan, dan rasa lapar, dan kekurangan (kekurangan harta, maupun kekurangan jiwa, maupun kekurangan hasil tumbuh-tumbuhan) kemudian kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang bersabar."

(QS Al Baqarah :155)

Allāh tidak menguji kita dengan ujian yang terlalu berat yang tidak mampu kita hadapi, tapi Allāh Subhānahu wa Ta'āla tidaklah menguji hambanya kecuali yang mampu untuk dipikul oleh sang hamba.

Ikhwān dan Akhwāt yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Tatkala kita ditimpa dengan ujian, tatkala kita ditimpa dengan musibah, maka mari kita ingatlah sosok suri tauladan kita Nabi Muhammad Shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Beliau telah diuji oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla dengan banyak ujian. Ditimpa dengan berbagai macam musibah :

√ Rasa lapar
√ Rasa takut
√ Kekurangan harta
√ Kekurangan jiwa
√ Hilangnya kekasih-kekasih yang beliau cintai

Semuanya pernah dialami oleh Rasūl kita Shallallāhu 'alayhi wa sallam.

⇛Adapun rasa takut, sesungguhnya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah hendak dibunuh, atau hendak ingin dibunuh oleh orang-orang kāfir Quraishy.

Orang-orang Kafir Quraishy mereka mengumpulkan seluruh para pemuda dari berbagai macam kabilah.

Sekitar 50 orang pemuda dari berbagai macam kabilah, dari berbagai macam suku, ingin membunuh Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam secara serentak. Mereka bermaksud mengumpulkan kabilah yang banyak ini, agar jika Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam terbunuh, maka darahnya tersebar di kabilah-kabilah ini. Sehingga kabilah Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam sallam, suku Nabi, tidak bisa menuntut balas dendam.

Akhirnya terkumpulkanlah 50 orang pemuda, yang setiap pemuda tersebut menghunuskan pedang siap untuk menumpahkan darah Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam. Maka datanglah mereka beramai-ramai mengepung rumah Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Ini adalah perkara yang sangat menakutkan, 50 orang pemuda dengan pedang yang terhunus, dan ingin mengeroyok Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam , dan ingin serentak membunuh Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Akan tetapi Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam, menghadapi tantangan tersebut dengan tenang. Sehingga akhirnya Allāh Subhānahu wa Ta'āla menolong Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

(Tafsir Ibnu Katsir, Al Anfal ayat 30)

⇛Rasa takut yang lain yang pernah ditimpa oleh Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam dan shahābatnya, Abū Bakar Radhiyallāhu Ta'āla 'anhu
tatkala Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam dan Abū Bakar ingin pula dibunuh oleh orang-orang kāfir Quraishy.

Bahkan orang-orang kāfir Quraishy memberikan tawaran hadiah yang besar bagi siapa saja yang bisa membunuh Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam atau Abū Bakar Radhiyallāhu Ta'āla 'anhu

Maka Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam dan Abū Bakar harus keluar dari kota Mekkah, berhijrah menuju kota Madīnah.

Dan orang-orang Kāfir Quraishy terus berlomba-lomba untuk bisa membunuh Nabi dan Abū Bakar Radhiyallāhu Ta'āla 'anhu.

Akhirnya, Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam dan Abū Bakar harus sembunyi di sebuah gua, yang dikenal dengan gua Tsur, di jabal Tsur.

Tatkala itu pasukan orang-orang kāfir Quraishy sudah tiba di mulut gua, di jabal Tsur, di gunung Tsur. Maka tatkala itu Abū Bakar Radhiyallāhu Ta'āla 'anhu pun takut, karena orang-orang Quraishy sudah berada di mulut gua.

Apa kata Abu Bakar Radhiyallāhu Ta'āla 'anhu ? "Kalau saja salah seorang diantara mereka melihat kearah kaki mereka maka mereka akan melihat kita".

(HR Bukhari nomor 3380, versi Fathul Bari nomor 3653 dan Muslim nomor 4389, versi Syarh Muslim nomor 2381)

Rasa takut yang meliputi hati Abū Bakar Radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, akan tetapi Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menghadapi semuanya dengan tenang, dengan berkata:

"Wahai Abū Bakar, bagaimana menurutmu dengan dua orang yang Allāh adalah ketiganya? Tentunya Allāh akan menolong mereka," kata Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam.

لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا

"Jangan engkau sedih, sesungguhnya Allāh bersama kita."

Lihatlah, inilah rasa takut yang pernah dialami oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam juga pernah diuji dengan rasa lapar. Suatu saat  Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam keluar rumahnya karena lapar, mencari makanan, tiba-tiba Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bertemu dengan Abū Bakar, ternyata Abū Bakar juga keluar karena mencari makan. Tiba-tiba Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam juga bertemu dengan Umar bin Khaththab, ternyata ketiga-tiganya keluar karena kelaparan.

Inilah yang pernah dialami oleh Nabi kita Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Oleh karenanya, 'Āisyah Radhiyallāhu Ta'āla 'anhā pernah mengatakan:

Aisyah radhiallahu 'anhaa:

إِنْ كُنَّا لَنَنْظُرُ إِلَى الْهِلَالِ ثُمَّ الْهِلَالِ ثَلَاثَةَ أَهِلَّةٍ فِي شَهْرَيْنِ وَمَا أُوقِدَتْ فِي أَبْيَاتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَارٌ فَقُلْتُ يَا خَالَةُ مَا كَانَ يُعِيشُكُمْ قَالَتْ الْأَسْوَدَانِ التَّمْرُ وَالْمَاءُ

"Kami melihat hilal, kami melihat hilal, kami melihat hilal, tiga hilal dalam dua bulan, dan tidak ada suatu pun yang dimasak, tidak ada api yang dinyalakan dirumah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. Rasūlullāh hanya makan butiran kurma dan minum air putih."

(Hadīts Riwayat Bukhāri no 2567 dan Muslim no 2972)

Bagaimana rasa lapar yang dialami oleh Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam ?

Suatu saat, tatkala Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam perang Khandaq, Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam menggali parit bersama para shahābat. Parit yang sulit untuk digali. Kita tahu bagaimana tanah kota Madīnah yang begitu keras.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam harus menggali parit Khandaq yang jaraknya empat meter dan dalamnya empat meter dengan jarak yang jauh sekali dengan panjang sangat jauh.

Tatkala itu para shahābat kelaparan, tidak ada makanan. Maka para shahābat pun mengikatkan sebutir batu di perut-perut mereka untuk menahan rasa lapar yang mereka rasakan.

Merekapun mengadu kepada Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam tentang rasa lapar yang mereka dapati. Kemudian Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam membuka perutnya, ternyata Nabi kita Shallallāhu 'alayhi wa sallam juga sedang mengikat perutnya dengan batu, bahkan dua butir batu. Dia ikatkan diperutnya dalam rangka untuk menahan rasa lapar.

Oleh karenanya, Abdurrahmān bin Auf Radhiyallāhu Ta'āla 'anhu pernah menangis tatkala dihidangkan sebuah roti, sebuah roti yang terbuat dari gandum.

Maka diapun menangis. Orang-orang disekeliling Abdurrahmān bin Auf Radhiyallāhu Ta'āla 'anhu berkata:

و ما يبكيك

"Apa yang membuat engkau menangis wahai Abdurrahmān?"

مَا شَبِعَ آلُ مُحَمَّدٍ مِنْ خُبْزِ الشَّعِيْرِ يَوْمَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ حَتَّى قُبِضَ رَسُوْلُ اللهِ ص البخارى و مسلم

"Sesungguhnya Muhammad Shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak pernah kenyang karena makan roti ini, demikian juga keluarga Muhammad tidak pernah kenyang karena roti ini."

(Hadīts Riwayat Bukhāri dan Muslim, Fathul Bari juz 7, halaman 397)

Inilah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam yang pernah diuji dengan rasa lapar.

Adapun mengenai kesedihan, tentang hilangnya kekasih yang dicintainya, sanak keluarganya, maka sering dialami oleh Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam.

⇛Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam diuji sejak kecil. Telah diuji oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla lahir dalam keadaan tidak berayah. Sungguh perkara yang sangat menyedihkan, tidak memiliki ayah.

⇛Kemudian ibunya meninggal tatkala Beliau berumur enam tahun. Tatkala beliau pulang dari bersafar bersama ibunya dari kota Mekkah ke kota Madīnah , tatkala di suatu tempat yang namanya Abwa', maka sang ibupun (Aminah) kemudian sakit parah, dan sang anak yang masih kecil Muhammad Shallallāhu 'alayhi wa sallam, melihat bagaimana sakitnya sang Ibu, melihat bagaimana ibunya yang sekarat, dan menghadapi sakaratul maut, seluruhnya dilihat oleh dua mata Muhammad Shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Bagaimana kita bisa bayangkan kesedihan seorang anak kecil, melihat ibunya meninggal di hadapan matanya.

___________________________

🌐 www.CintaSedekah.Org
👥 Fb.com/GerakanCintaSedekah
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
Download Audio: bit.ly/BiAS-Tmk-Ramadhan1437-UFA-02
📺 Video Source: https://yufid.tv/1754-ramadhan-bulan-untuk-melatih-kesabaran.html

Minggu, 12 Juni 2016

Nasehat Buat yang Masih Ragu hatinya untuk Tidak ISBAL

HADIST 1:
Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Ada tiga orang yang tidak diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat nanti, tidak dipandang, dan tidak disucikan serta bagi mereka siksaan yang pedih."Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyebut tiga kali perkataan ini. Lalu Abu Dzar berkata,"Mereka sangat celaka dan merugi. Siapa mereka, Ya Rasulullah?"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Mereka adalah Orang Yang ISBAL, orang yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu." (HR. Muslim no. 306).
(Isbal adalah Celana atau kain yang dibawah mata kaki)

HADIST 2:
Dari Abu Huroiroh radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Kain yang berada di bawah mata kaki itu berada di neraka." (HR. Bukhari no. 5787)
HADIST 3:
"Pakaian seorang muslim adalah hingga setengah betis. Tidaklah mengapa jika diturunkan antara setengah betis dan dua mata kaki. Jika pakaian tersebut berada di bawah mata kaki maka tempatnya di neraka. Dan apabila pakaian itu diseret dalam keadaan sombong, Allah tidak akan melihat kepadanya (pada hari kiamat nanti)." (HR. Abu Daud no. 4095)
HADIST 4:
"Pada hari Kiamat nanti Allah tidak akan memandang orang yang menyeret kainnya karena sombong" (HR. Bukhari 5788)
SEBELUM KITA LANJUT KE HADIST BERIKUTNYA, KITA STOP DULU DISINI, KARENA Hadist Nomor 3 dan 4 diatas ada kata-kata SOMBONG. Sehingga ada yang beralasan " SAYA KAN TIDAK SOMBONG ?..., jadi ngak apa-apa kalau Isbal, Saya nggak sombong kok"
Baiklah jika anda berdalih anda bukan orang sombong, maka perhatikan Hadist berikut dibawah ini :
HADIST 5:
WASPADALAH KALIAN DARI ISBAL (pakaian dibawah mata kaki). KARENA HAL ITU (ISBAL) TERMASUK KESOMBONGAN, DAN ALLAH TIDAK MENYUKAI KESOMBONGAN (HR.Abu Daud no.4084)
Semoga Bisa DiFahami, bahwasanya ISBAL itu sendiri Termasuk Sebagai KESOMBONGAN, Bagaimana bisa anda Ngaku-ngaku " Saya kan Tidak Sombong ?...". Maka Takutlah akan Firman Allah tentang ayat yang menjelaskan JANGAN KALIAN MENSUCIKAN DIRI KALIAN SENDIRI !!. ALLah Azzawajalla berfirman :
" Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa " (Alquran. An najm:32).
Masih Berani mengatakan " Saya gak Sombong" ?..
Lalu ada sebagian orang yang berdalih dengan hadist tentang Abu Bakar Assiddik rhadiallahuanhu, yang pernah melorot kainnya dibawah mata kaki ketika sholat, berikut ini hadist nya
HADIST 6 :
Dari 'Abdullah bin 'Umar radhiyallahu 'anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang menjulurkan pakaiannya dengan sombong, Allah tidak akan melihat dirinya pada hari kiamat." Lantas Abu Bakr berkata, "Sungguh salah satu ujung celanaku biasa melorot akan tetapi aku selalu memperhatikannya." "Engkau bukan melakukannya karena sombong (HR. Bukhari no. 3655)
Dari hadist diatas tentang Pakaian Abu Bakar Assiddik Rhadiallahu'anhu yang biasanya terkadang melorot pakaiannya hingga melampaui mata kaki. Dalam Kasus ini maka tidaklah Abu Bakar Assiddik Rhadiallahu'anhu melakukannya dengan maksud SENGAJA DILOROTKAN (sengaja dipanjangkan sampai menutup mata kaki), Tapi hal itu terjadi karena Faktor KETIDAK SENGAJAAN, sebagian ulama mengatakan bahwa karena Abu bakar Assiddik Rhadiallahu'anhu bertubuh kurus, jadi terkadang pakaiannya sering melorot. Kemudian begitu pakaiannya melorot, maka dengan segera di tariknya (diperbaiki lagi) agar Tidak menutup mata kakinya, maka Nabi mengatakan : " Yang Demikian itu Tidak termasuk Sombong ".
Pertanyaan untuk anda yang mencari alasan dengan hadist Abu bakar diatas :
1. Apakah Celana/Sarung anda yang menutup mata kaki melorot karena Tidak Sengaja atau Memang Sengaja anda Lorotkan ?
2. Apakah ketika memang tidak sengaja melorot maka apakah anda segera memperbaikinya dengan menariknya kembali keatas ?..sehingga tidak menutup mata kaki ?
3.Apakah Level keimanan anda sudah setara dengan Abu Bakar Assiddik Rhadiallahu'anhu ?
Silakan di introspeksi sendiri dan dijawab sendiri dengan jujur.
HADIST 7 :
Rasulullah Shallallahu'alaihiwassallam pernah memegang tumitnya Hudzaifah, dan bersabda :
.........tidak ada hak bagi sarung (pakaian) dikedua mata kaki (HR At-Thirmidzi III/247 n0.1783, Ibnu Majah. No.3572).
Pada peristiwa ini, Rasulullah Shallallahu'ala
ihiwassallam, tidak berkata : " Kamu sombong atau tidak ?..., kalau gak sombong gak apa-apa deh.."
Sebenarnya masih sangat banyak sekali Hadist tentang Larangan ISBAL, berpuluh-puluh Hadist. Tidak mungkin semuanya dimuat disini. Herannya, masih banyak orang yang meremehkan ISBAL.
Sebagai penutup, sering2lah mengingat hadis berikut ini :
Dari ibnu umar, bahwasanya Rasulullah Shallallahu'ala
ihiwassallam bersabda: " takkala seorang laki-laki sedang meng-isbalkan pakaiannya, tiba-tiba bumi terbelah bersamanya, Maka dia pun berguncang-gunc
ang (meronta-ronta) tenggelam didalam bumi hingga hari kiamat " (HR.Bukhari no.5790)
Ya akhi..ISBAL MENGERIKAN, didalam Hadist dikatakan " termasuk Kesombongan"..bukankah Allah Azzawajalla mengatakan Tidak akan Mencium bau Surga bagi yang ada Sombong didalam Hatinya ?....
Ya Akhi...ISBAL MENGERIKAN.., dihari Kiamat Tidak diajak Bicara oleh Allah, Tidak Dilihat dan tIDAK Dipandang, alias di Cuekin dan diacuhkan. Lalu Dia Tidak Disucikan, lalu diberi siksaan yang sangat pedih, lalu dilemparkan kedalam neraka Jahannam
ITTAQULLAH (Takut Lah kepada ALLAH..), Iman kita tidak senilai mata kaki.., Potong Celana Yuk.., tetap keren kok...
Wallahu'alam

Semua Kelompok Mengaku, Mereka di Atas Al Qur'an Dan As Sunnah

Mulia Dengan Suunah.

Salman ibnu syamsuddin:
بسم اللّٰه الرحمن الرحيم

▪Telah diketahui di zaman kita ini Semua kelompok, semua Aliran, semua sekte, semua mengaku bahwa mereka mengikuti Al Qur'an dan As Sunnah, bahkan sesesat sesatnya kelompok pun mereka mengaku mengikuti Al Qur'an dan As Sunnah.

▪Ya memang benar, kita katakan bahwa sumber Agama Islam Ini adalah Al Qur'an Dan As Sunnah. dan semua Kaum Muslimin sepakat diatasnya, kalau ada yang hanya mengambil salah satu nya saja mereka pasti menyimpang dan tersesat.

▪Tetapi tidak cukup sampai disini saja, sebagai mana yang telah kita sebutkan tadi bahwa sesesat sesatnya kelompok atau aliran atau sekte mereka juga mengikuti Dua Sumber ini yaitu Al Qur'an Dan As Sunnah, dan ketika ditanyakan kepada mereka dengan pemahaman siapa kalian memahami kedua nya❓ Mereka bingung untuk menjawabnya, dan akhirnya mereka mengatakan dengan Tegas❗️ Pokoknya kami Al Qur'an dan As Sunnah,

👉❗Ya kita jawab, tetapi pemahaman siapa❓

▪Ujung ujungnya kita katakan kalian itu mengikuti Al Qur'an Dan Sunnah dengan pemahaman KALIAN masing masing.

❗Al Qur'an dan Sunnah di pahami kelompok masing masing,
❗10 kelompok 10 pemahaman,
❗10 partai 10 pemahaman,
❗10 aliran 10 pemahaman,
❗Pemahaman siapa yang kita ambil❓.

▪Maka yang wajib Bagi kita adalah mengikuti pemahaman Para Sahabat Nabi Sholallohu 'alaihi Wasallam, yaitu orang orang yang sudah di jamin masuk surga Oleh Allah Ta'ala. Sedangkan kita tidak ada yang di jamin masuk surga, tidak ada Nash dan Dalil, ada juga para Shahabat yang di jamin masuk surga, Kaum Muhajirin, Kaum Anshor dan lainnya Rodhiyallohu 'anhum 'Ajma'in.

▪Mereka para Shahabat Rodhiyallohu 'anhum sudah di jamin masuk surga oleh Allah Ta'ala sebagai mana terdapat dalilnya didalam Al Qur'an dan As Sunnah.

▪Keutamaan Para Shahabat adalah orang yang langsung mengambil ilmu dengan Rasulullah Sholallohu 'alaihi Wasallam, mereka bermajlis dengan Rasulullah Sholallohu 'alaihi Wasallam, dibimbing Rasulullah Sholallohu 'alaihi Wasallam, mereka tau tafsir ayat Al Qur'an mereka tau Sebab turunnya Ayat.

‼Dan Kita katakan dengan tegas❗dengan orang orang yang anti, dan tidak suka dengan Shahabat Nabi Sholallohu 'alaihi Wasallam bahkan mencaci maki para Shahabat. Hendaklah kalian bertobat kepada Allah Ta'ala dan tangisilah Dosa dosa Kalian sendiri.

‼Wahai kaum muslimin‼

▪Shahabat Rodhiyallohu 'anhum itu orang yang paling bersemangat dalam mengamalkan Al Qur'an dan As Sunnah, mereka bersemangat mengilmuinya dan mempelajarinya.

▪Para Shahabat adalah orang orang yang mulia yang disebutkan Rasulullah Sholallohu 'alaihi Wasallam dalam Hadits haditsnya.

▪Para Shahabat Rodhiyallohu 'anhum adalah orang yang mengamalkan kedua sumber tadi Yakni Al Qur'an dan As Sunnah.

❗Dan tidak ada, orang yang paling benci dengan Shahabat Nabi Sholallohu 'alaihi Wasallam kecuali dia akan Menyimpang dan bisa menyebabkan kekafiran seperti dari Kalangan Syi'ah Laknatullah 'alaih yang telah mengkafirkan seluruh para Shahabat Nabi Sholallohu 'alaihi Wasallam Kecuali 3 atau 4 orang saja.

▪Apabila ada suatu kelompok❓atau aliran❓ yang merasa tidak suka dan benci dengan Shahabat Shahabat Nabi Sholallohu 'alaihi Wasallam Yang mulia. Hendaklah berhati hati dengan nya, bisa jadi dia adalah Syi'ah, Karena orang orang Syi'ah paling keras permusuhannya, serta bencinya terhadap Shahabat Nabi Sholallohu 'alaihi Wasallam.

Rabu, 08 Juni 2016

Hukum Sutrah

Memurnikan Aqidah, Menebarkan Sunnah

Sutrah artinya segala sesuatu yang berdiri di depan orang yang sedang shalat, dapat berupa tongkat, atau tanah yang disusun, atau semacamnya untuk mencegah orang lewat di depannya

Oleh Ust. Yulian Purnama 

Diantara sunnah yang mulai luntur di tengah kaum muslimin sekarang terkait ibadah shalat adalah menghadap sutrah ketika shalat. Mudah-mudahan penjelasan yang singkat ini dapat memberikan pencerahan kepada umat mengenai sutrah dalam shalat.

Sutrah secara bahasa arab artinya apapun yang dapat menghalangi (lihat Qamus Al Muhith). Jadi sutrah adalah penghalang. Dalam terminologi ilmu fiqih, sutrah artinya segala sesuatu yang berdiri di depan orang yang sedang shalat, dapat berupa tongkat, atau tanah yang disusun, atau semacamnya untuk mencegah orang lewat di depannya (Mausu'ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 3/176-177).

Menghadap sutrah ketika shalat adalah hal yang disyariatkan. Banyak hadits yang mendasari hal ini diantaranya hadits Abu Sa'id Al Khudri bahwa NabiShallallahu'alaihi Wasallam bersabda:

إذا صلَّى أحدُكم فلْيُصلِّ إلى سُترةٍ ولْيدنُ منها

"Jika seseorang mengerjakan shalat maka shalatlah dengan menghadap sutrah dan mendekatlah padanya" (HR. Abu Daud 698, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).

juga hadits dari Sabrah bin Ma'bad Al Juhani radhiallahu'anhu, NabiShallallahu'alaihi Wasallam bersabda:

سُتْرَةُ الرَّجُلِ فِي الصَّلَاةِ السَّهْمُ ، وَإِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ ، فَلْيَسْتَتِرْ بِسَهْمٍ

"Sutrah seseorang ketika shalat adalah anak panah. Jika seseorang diantara kalian shalat, hendaknya menjadikan anak panah sebagai sutrah" (HR. Ahmad 15042, dalam Majma Az Zawaid Al Haitsami berkata: "semua perawi Ahmad dalam hadits ini adalah perawi Shahihain").

juga sabda beliau:

لَا تُصَلِّ إِلَّا إِلَى سُتْرَةٍ، وَلَا تَدَعْ أَحَدًا يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْكَ، فَإِنْ أَبَى فَلْتُقَاتِلْهُ؛ فَإِنَّ مَعَهُ الْقَرِينَ

"Janganlah shalat kecuali menghadap sutrah, dan jangan biarkan seseorang lewat di depanmu, jika ia enggan dilarang maka perangilah ia, karena sesungguhnya bersamanya ada qarin (setan)" (HR. Ibnu Khuzaimah 800, 820, 841. Al Albani dalamSifatu Shalatin Nabi (115) mengatakan bahwa sanadnya jayyid, ashl hadist ini terdapat dalam Shahih Muslim).

Hukum Menghadap Sutrah Ketika Shalat

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum menghadap sutrah ketika shalat dalam 4 pendapat:

Wajib. Ini merupakan pendapat Ibnu Hazm, Asy Syaukani dan pendapat yang dikuatkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani.Sunnah secara mutlak. Ini merupakan pendapat Syafi'iyyah dan salah satu pendapat Imam MalikSunnah jika dikhawatirkan ada yang lewat. Ini merupakan pendapat Malikiyyah dan Hanafiyyah.Sunnah bagi imam dan munfarid. Ini pendapat Hanabilah (Mausu'ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 24/178,Tamaamul Minnah, 300).

Jika melihat beberapa hadits yang telah lalu tentang sutrah, di sana digunakan lafadz perintah فلْيُصلِّ إلى سُترةٍ (shalatlah menghadap sutrah) dan juga lafadz فَلْيَسْتَتِرْ(bersutrahlah), yang pada asalnya menghasilkan hukum wajib kecuali terdapat qarinah (tanda-tanda) yang memalingkannya dari hukum wajib. Alasan inilah yang dipegang oleh para ulama yang mewajibkan sutrah. Namun tidak wajibnya sutrah adalah pendapat jumhur ulama, bahkan sebagian ulama menukil ijma' akan hal ini. Ibnu Qudamah dalam Al Mughni mengatakan:

وَلَا نَعْلَمُ فِي اسْتِحْبَابِ ذَلِكَ خِلَافًا

"kami tidak mengetahui adanya khilaftentang hukum mustahab (sunnah) mengenai penggunaan sutrah dalam shalat" (Al Mughni, 2/174). Mengenai validitas ijma Ibnu Qudamah dan ulama lain yang mengklaim ijma sunnahnya sutrah perlu dikaji lebih jauh, namun bukan dalam tulisan ini. Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin dalam Syahrul Mumthi'(3/277) menyebutkan beberapa qarinahyang menunjukkan tidak wajibnya shalat menghadap sutrah:

Hadits Abu Sa'id Al Khudriradhiallahu'anhu, NabiShallallahu'alaihi Wasallambersabda:

اذا صلَّى أحدُكُم إلى شيءٍ يستُرُهُ من الناسِ،فأرادَ أحَدٌ أنْ يَجتازَ بين يديْهِ، فليدفَعْهُ، فإنْ أبى فَليُقاتِلهُ، فإنما هو شيطانٌ

"Jika salah seorang dari kalian shalat menghadap sesuatu yang ia jadikan sutrah terhadap orang lain, kemudian ada seseorang yang mencoba lewat di antara ia dengan sutrah, maka cegahlah. jika ia enggan dicegah maka perangilah ia, karena sesungguhnya ia adalah setan" (HR. Al Bukhari 509)
perkataan Nabi 'jika salah seorang dari kalian shalat menghadap sesuatu yang ia jadikan sutrah' menunjukkan orang yang shalat ketika itu terkadang shalat menghadap sesuatu dan terkadang tidak menghadap pada apa pun. Karena konteks kalimat seperti ini tidak menunjukkan bahwa semua orang di masa itu selalu shalat menghadap sutrah. Bahkan menunjukkan bahwa sebagian orang menghadap ke sutrah dan sebagian lagi tidak menghadap ke sutrah.

Hadits Ibnu 'Abbasradhiallahu'anhuma:

رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم يُصَلِّي بمِنًى إلى غيرِ جِدارٍ

"Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah shalat di Mina tanpa menghadap ke tembok" (HR. Al Bukhari 76, 493, 861)

Hadits Ibnu 'Abbasradhiallahu'anhuma:

أنَّ رسولَ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ صلَّى في فضاءٍ ليسَ بينَ يدَيهِ شيءٌ

"Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah shalat di lapangan terbuka sedangkan di hadapan beliau tidak terdapat apa-apa" (HR. Ahmad 3/297, Al Baihaqi dalam Al Kubra 2/273)

Hukum asal tata cara ibadah adalahbara'atu adz dzimmah (tidak adanya kewajiban).

Mengenai hadits Ibnu 'Abbas :

أنَّ رسولَ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ صلَّى في فضاءٍ ليسَ بينَ يدَيهِ شيءٌ

"Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah shalat di lapangan terbuka sedangkan di hadapan beliau tidak terdapat apa-apa"

ini diperselisihkan keshahihannya, karena di dalamnya terdapat perawi Al Hajjaj bin Arthah yang statusnya "shaduq katsiirul khata' wat tadlis" (shaduq, banyak salah dan banyak melakukan tadlis)dan di dalam sanadnya Al Hajjaj pun melakukan'an'anah. Namun hadits ini memiliki jalan lain dalam Musnad Ahmad (5/11, 104) dari Hammad bin Khalid ia berkata, Ibnu Abi Dzi'bin menuturkan kepadaku, dari Syu'bah dari Ibnu 'Abbas ia berkata:

مَرَرْتُ أَنَا وَالْفَضْلُ عَلَى أَتَانٍ ، وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِالنَّاسِ فِي فَضَاءٍ مِنَ الْأَرْضِ ، فَنَزَلْنَا وَدَخَلْنَا مَعَهُ ، فَمَا قَالَ لَنَا فِي ذَلِكَ شَيْئًا

"

"Aku pernah di menunggangi keledai bersama Al Fadhl (bin Abbas) dan melewati Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam yang sedang shalat mengimami orang-orang di lapangan terbuka. Lalu kami turun dan masuk ke dalam shaf, dan beliau tidak berkata apa-apa kepada kami tentang itu"

Semua perawi hadits ini tsiqah kecuali Syu'bah, Ibnu Hajar berkata: "ia shaduq, buruk hafalannya". Juga hadits ini juga memiliki jalan lain yang diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya (718), dari Abdul Malik bin Syu'aib bin Al Laits, ia berkata: ayahku menuturkan kepadaku, dari kakeknya, dari Yahya bin Ayyub, dari Muhammad bin Umar bin Ali, dari Abbas bin Ubaidillah, dari Al Fadhl bin Abbas beliau berkata

أَتَانَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ فِي بَادِيَةٍ لَنَا وَمَعَهُ عَبَّاسٌ، «فَصَلَّى فِي صَحْرَاءَ لَيْسَ بَيْنَ يَدَيْهِ سُتْرَةٌ وَحِمَارَةٌ لَنَا، وَكَلْبَةٌ تَعْبَثَانِ بَيْنَ يَدَيْهِ فَمَا بَالَى ذَلِكَ

"Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallampernah pernah datang kepada kami sedangkan kami sedang berada di gurun. Bersama beliau ada 'Abbas. Lalu beliau shalat di padang pasir tanpa menghadap sutrah. Di hadapan beliau ada keledai betina dan anjing betina sedang bermain-main, namun beliau tidak menghiraukannya"

Yahya bin Ayyub dikatakan oleh Ibnu Ma'in: "tsiqah", sedangkan Abu Hatim Ar Razi menyatakan: 'Ia menyandang sifat jujur, ditulis haditsnya namun tidak dapat berhujjah denganya'. Ibnu Hajar mengatakan: 'ia shaduq, terkadang salah'.Insya Allah, statusnya shaduq. Adapun perawi yang lain tsiqah. Namun riwayat ini memiliki illah (cacat), yaitu adanya inqithapada Abbas bin Ubaidillah dari Al Fadhl. Ibnu Hazm dan Asy Syaukani menyatakan bahwa Abbas tidak pernah bertemu dengan pamannya yaitu Al Fadhl (Tamamul Minnah, 1/305). Sehingga riwayat ini tidak bisa menjadi penguat.

Wallahu'alam, dua jalan di atas sudah cukup mengangkat derajat hadits Ibnu 'Abbas tersebut ke derajat hasan li ghairihi. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baaz dalam Hasyiyah-nya terhadap Bulughul Maram (185) juga oleh Syaikh Syu'aib Al Arnauth dalam ta'liq-nya terhadap Musnad Ahmad (3/431). juga Bahkan Syaikh Ahmad Syakir dalam ta'liq-nya terhadap Musnad Ahmad (365) mengatakan hadits ini shahih. Sehingga ini menjadi dalil yang kuat untuk mengalihkan isyarat wajibnya sutrah kepada hukum sunnah.

Kesimpulan hukum

Selain hadits Ibnu 'Abbas ini, diperkuat juga dengan argumen dari hadits Abu Sa'id Al Khudri sebagaimana penjelasan yang disampaikan Syaikh Al Utsaimin maka wallahu'alam yang rajih hukum menghadap sutrah ketika shalat adalah sunnah, tidak sampai wajib. Inilah pendapat yang dikuatkan oleh jumhur ulama, termasuk para ulama kibar abad ini semisal Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, Syaikh Abdul Aziz Bin Bazrahimahumallah demikian juga Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzanhafizhahumullah.

Namun sunnahnya menghadap sutrah ketika shalat itu berlaku bagi imam danmunfarid (orang yang shalat sendiri) karena para sahabat Nabi mereka shalat bermakmum kepada NabiShallallahu'alaihi Wasallam namun tidak ada seorang pun dari mereka yang membuat sutrah (Syarhul Mumthi', 3/278). Para fuqaha bersepakat bahwa sutrah imam itu sudah mencukupi untuk makmum, baik posisi makmum berada disisi maupun di belakang imam. Dan mereka juga bersepakat bahwa makmum tidak disunnahkan membuat sutrah (Mausu'ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 24/184).

 

[bersambung insya Allah]

Penulis: Yulian Purnama

Artikel Muslim.Or.Id

Ingin pahala jariyah yang terus mengalir? Dukung pelunasan markaz dakwah YPIA di Yogyakarta. Kirim donasi anda ke salah satu rekening di bawah ini:Bank BNI Syariah Yogyakarta atas nama Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari. Nomor rekening: 024 1913 801.Bank Muamalat atas nama Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari Yogyakarta. Nomor rekening: 5350002594Bank Syariah Mandiri atas nama YPIA Yogyakarta. Nomor rekening: 703 157 1329.CIMB Niaga Syariah atasn ama Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari. Nomor rekening: 508.01.00028.00.0.Rekening paypal:donasi@muslim.or.idWestern union an Muhammad Akmalul Khuluk d/a Kauman GM 1/241 RT/RW 049/013 kel. Ngupasan kec. Gondomanan Yogyakarta Indonesia 55122

Print PDF

 Alhamdulillah bermanfaat

 Biasa saja

    

SEBARKAN!

6610100

In this article

Fiqh dan Muamalahfikih shalatfiqihhukum sutrahsutrah

Yulian Purnama

Alumni Ma'had Al Ilmi Yogyakarta, S1 Ilmu Komputer UGM, kontributor web PengusahaMuslim.Com

Join the Conversation

Artikel terkait

Kapan Mengangkat Jari Telunjuk Ketika Tasyahud?

Tata Cara Shalat Gerhana

Shalat Sunnah Rawatib

Dianjurkan Menutup Pintu, Jendela dan Wadah-Wadah di Malam Hari

Bolehkah Memanggil Nama "Abdul Rahman" Dengan "Rahman" Saja? (2)

Tentang KamiYPIADonasiIklanPustaka MuslimArsip ArtikelJadwal Kajian Rutin YogyakartaWebLinks

Tentang Muslim.Or.Id

Muslim.or.id adalah situs yang dikelola oleh mahasiswa dan alumni di Yogyakarta dan sekitarnya. Muslim.or.id berusaha menyebarkan dakwah Islamiyyah Ahlu Sunah wal Jama'ah di jagad maya.

Muslim.or.id
"

Kantor:
Pogung Rejo No. 412, RT 13/RW 51,
Kelurahan Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman,
Kode pos: 55284
Kontak HP: 085106144862
E-mail: muslim.or.id[at]gmail.com

Kontributor

Ust. Dr. M. Arifin Baderi, Lc. MA.Ust. Dr. Sufyan Basweidan, Lc. MA.Ust. Abdullah Taslim, Lc., MA.Ust. Abdullah Zaen, Lc. MA.Ust. Firanda Andirja, Lc., MA.Ust. Anas Burhanuddin, Lc. MA.Ust. Musyaffa Ad Darini, Lc. MA.Ust. Sa'id Ya'i Ardiansyah, Lc. MA.Ust. Ridho Abdillah, BA. MA.Ust. Kholid Syamhudi, Lc.Ust. Ahmad Zainuddin, Lc.Ust. Aris Munandar, Ss., MPi.Ust. M. Abduh Tuasikal, ST., M.Sc.Ust. Sa'id Abu 'UkkasyahUst. Zaenuddin Abu QushaiyUst. Ari Wahyudi, SSi.Ust. dr. Raehanul BahraenUst. M. Nur Ichwan Muslim, S.T.Ust. Ahmad AnshoriUst. Yani Fachriansyah

Selasa, 07 Juni 2016

Wasiat Terakhir Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam

Sungguh, sebuah wasiat yang begitu berharga, bukan saja bagi para Sahabatnya, namun juga bagi seluruh ummat Nabi Muhammadshalallahu’alaihi wasallam sepeninggal beliau hingga akhir zaman nanti. 

Hadits Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhu tentang perpecahan ummat, Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam bersabda :

وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ فِي رِوَايَةٍ : مَنْ كَانَ عَلَى مِثْلِ مَا أَنَا عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي

“Sesunggunya agama (ummat) ini akan terpecah menjadi 73 (kelompok), 72 di (ancam masuk ke) dalam Neraka dan satu yang didalam Surga, dia adalah Al-Jama’ah”. 
(HR. Ahmad dan Abu Daud dan juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu dan juga mirip dengannya dari hadits Auf bin Malik radhiallahu ‘anhu)

عن العرباض بن سارية قال: صلى بنا رسول الله ذات يوم ثم أقبل علينا فوعظنا موعظة بليغة ذرفت منها العيون ووجلت منها القلوب، فقال قائل: يا رسول الله كأن هذه موعظة مودع، فماذا تعهد إلينا؟ فقال: أوصيكم بتقوى الله والسمع والطاعة وإن عبدا حبشيا؛ فإنه من يعش منكم بعدي فسيرى اختلافا كثيرا، فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء المهديين الراشدين، تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة 
“Dari sahabat ‘Irbadh bin As Sariyyah rodhiallahu’anhu ia berkata: Pada suatu hari Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam shalat berjamaah bersama kami, kemudian beliau menghadap kepada kami, lalu beliau memberi kami nasehat dengan nasehat yang sangat mengesan, sehingga air mata berlinang, dan hati tergetar. Kemudian ada seorang sahabat yang berkata: Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasehat seorang yang hendak berpisah, maka apakah yang akan engkau wasiatkan (pesankan) kepada kami? Beliau menjawab: Aku berpesan kepada kalian agar senantiasa bertaqwa kepada Allah, dan senantiasa setia mendengar dan taat ( pada pemimpin/penguasa , walaupun ia adalah seorang budak ethiopia, karena barang siapa yang berumur panjang setelah aku wafat, niscaya ia akan menemui banyak perselisihan. 
Maka hendaknya kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafa’ Ar rasyidin yang telah mendapat petunjuk lagi bijak. Berpegang eratlah kalian dengannya, dan gigitlah dengan geraham kalian. Jauhilah oleh kalian urusan-urusan yang diada-adakan, karena setiap urusan yang diada-adakan ialah bid’ah, dan setiap bid’ah ialah sesat“

HR. Abu Dawud, Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 3851), at-Tirmidzi, Shahiih Sunanit Tirmidzi(no. 2157), Ibnu Majah, Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 40), dan lainnya. Lihat: Shahiihut Targhiib wat Tarhiib (no. 34) dan Kitaabus Sunnah (no. 54) oleh Ibnu Abi ‘Ashim, dengantahqiq guru kami, Syaikh al-Albanirahimahullah. Dan disebutkan dalam satu riwayat an-Nasa-i dan al-Baihaqi yang tertera pada kitab al-Asmaa-u wash Shifaat: “Dan setiap kesesatan tempatnya di Neraka.”Dengan sanad yang shahih, sebagaimana disebutkan dalam kitab al-Ajwibatun Naafi’ah(hlm. 545) dan Ishlaahul Masaajid (hlm. 11).

Dalam hadits Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bersabda,
تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَهُمَا كِتَابُ اللهِ وَسُنَّتِيْ 
“Saya tinggalkan pada kalian dua perkara, yang kalian tidak akan sesat di belakang keduanya, (yaitu) kitab Allah dan Sunnahku.” (HR. Malik dan Al-Hakim dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albany dalam Al-Misykah ) 

Apabila kita cermati, wasiat ini mengandung beberapa hal penting, di antaranya:

Wasiat takwa selalu tepat disampaikan pada setiap tempat dan kesempatan sebelum wasiat-wasiat lain karena ia merupakan kunci kebaikan dunia dan akhirat.Mendengar dan taat kepada pemimpin kaum Muslimin yang sah, siapa pun dia, hukumnya wajib selama pemimpin tersebut tidak menyuruh bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.Rasulullah shalallahu’alaihi wasallammengabarkan kepada ummatnya peristiwa yang akan terjadi nanti sepeninggal beliau, berupa perselisihan pendapat antar ummat Islam, dan apa yang Rasulullah beritakan itu benar-benar terjadi. Hal ini membuktikan bahwa Muhammad shalallahu’alaihi wasallam adalah benar-benar seorang Nabi, yang tidaklah beliau berbicara melainkan berdasarkan wahyu dari Yang Maha Mengetahui yang ghaib, yaitu AllahSubhaanahu wa Ta’ala.Wasiat Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam yang disampaikan kepada ummatnya jauh-jauh hari sebelum wafatnya, mengenai musibah yang akan terjadi setelah beliau tidak berada lagi di tengah-tengah mereka, menunjukkan kasih sayang beliau yang begitu besar. Beliau tidak rela melihat ummatnya berpecah-belah karena perselisihan pendapat tanpa ada solusi yang tepat, benar dan aman dalam mengatasinya.Berdasarkan hadits di atas, sikap yang benar pada saat ummat Islam berselisih pendapat dan berpecah-belah adalah dengan mengembalikan masalah yang diperselisihkan kepada sunnah Rasul dan Sahabatnya, serta menjauhkan diri dari hal-hal baru yang tidak ada landasannya dalam as-Sunnah.Berdasarkan wasiat Nabi tersebut, as-Sunnah memiliki keistimewaan hukum dibandingkan dengan al-Qur-an. Pada saat ummat berselisih, as-Sunnah-lah yang seharusnya menjadi penengah dikarenakan ia mengandung hukum yang lebih terperinci daripada al-Qur-an yang masih global. Di samping itu, as-Sunnah juga berfungsi menjelaskan dan menjabarkan hukum-hukum al-Qur-an yang masih umum dan mutlak.Setiap perkara baru yang menyelisihi as-Sunnah (bid’ah) adalah kesesatan semata dan berpotensi menyesatkan siapa saja yang menganutnya.As-Sunnah tetap relevan untuk setiap zamanSemoga Bermanfaat.

Senin, 06 Juni 2016

KEUTAMAAN DATANG KE MASJID LEBIH AWAL

Pada zaman sekarang ini, banyak orang yang terbiasa terlambat datang ke masjid untuk melaksanakan shalat, mereka tidak datang kecuali pada waktu dikumandangkan iqamah atau sesudahnya. Kebanyakan mereka tidak mendapatkan shalat berjamaah secara sempurna atau mendapatkan sebagiannya saja.

Terkadang, ketika dikumandangkan iqamah, kita lihat di beberapa masjid cuma ada empat atau lima orang. Setelah iqamah selesai, baru mereka berdatangan, sehingga kita lihat banyak shaf, padahal mereka sudah menunggu setelah adzan sekitar seperempat jam atau lebih sedikit.

Dengan keterlambatan ini, mereka kehilangan banyak kebaikan. Berikut ini beberapa kebaikan yang tidak mereka dapatkan antara lain:

Pertama: tidak berjalan dengan penuh ketenangan menuju masjid. Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu meriwayatkan, sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

إِذَا سَمِعْتُمُ اْلإِقَامَةَ فَامْشُوا إِلَى الصَّلاَةِ وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِيْنَةِ وَالْوَقَارِ

"Apabila kamu mendengar iqamah maka berjalanlah untuk mendirikan shalat dengan penuh ketenangan dan tidak tergesa-gesa." (Muttafaq Alaih).

Kebanyakan orang tidak berjalan dengan penuh ketenangan.

Kedua: kehilangan keutamaan pergi ke masjid pada pagi dan sore hari. Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu meriwayatkan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwasanya beliau bersabda,

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ أَوْ رَاحَ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُ فِي الْجَنَّةِ نُزُلاً كُلَّمَا غَدَا أَوْ رَاحَ

"Barangsiapa yang pergi pada pagi atau sore hari ke masjid, maka Allah menyediakan hidangan di surga setiap ia pergi baik pagi atau sore." (Muttafaq Alaih).

Ketiga: tidak mendapatkan keutamaan banyak melangkah ke masjid. Firman Allah Ta'ala,

وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ

"Dan Kamilah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan)." (QS.Yaasiin: 12)

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

يَا بَنِي سَلِمَةَ دِيَارَكُمْ تُكْتَبْ آثَارُكُمْ

"Wahai Bani Salamah, tetaplah di rumah kalian, bekas-bekas langkah kalian (menuju masjid) tercatat sebagai amal kalian."(HR. Muslim)

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam juga bersabda,

وَكُلُّ خَطْوَةٍ يَمْشِيْهَا إِلَى الصَّلاَةِ صَدَقَةٌ

"Dan setiap langkah menuju shalat adalah sedekah." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam juga bersabda,

أَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَذَلِكُم ُالرِّبَاطُ

"Maukah kalian saya tunjukkan apa yang dapat menghapuskan dosa dan meninggikan derajat?" mereka menjawab, "Tentu kami mau wahai Rasulullah" Nabi bersabda, "Menyempurnakan wudhu dalam masa keberatan (merasa dingin), dan memperbanyak langkah ke masjid dan menantikan shalat sesudah shalat, maka inilah yang disebut Ar-Ribath"[1] (HR. Muslim)

Keempat: tidak mendapatkan istighfar para malaikat bagi orang yang menunggu shalat di masjid sebelum iqamah, karena pahalanya sama dengan orang yang shalat. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ وَأَتَى الْمَسْجِدَ لاَ يُرِيْدُ إِلاَّ الصَّلاَةَ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً وَحَطَّ عَنْهُ خَطِيْئَةً حَتَّى يَدْخُلَ الْمَسْجِدَ وَإِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فِي صَلاَةٍ مَا كَانَتْ تَحْبِسُهُ وَتُصَلِّي يَعْنِي عَلَيْهِ الْمَلاَئِكَةُ مَا دَامَ فِي مَجْلِسِهِ الَّذِي يُصَلِّي فِيْهِ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ

"Sesungguhnya jika seseorang berwudhu, lalu menyempurnakan wudhunya, lalu datang ke masjid, tidak ada yang ia inginkan kecuali shalat. Maka tidaklah ia melangkahkan kaki selangkah melainkan Allah mengangkatnya satu derajat dan dihapus satu dosa darinya sampai ia masuk ke masjid. Dan apabila ia masuk ke masjid, maka ia dianggap dalam shalat selama shalat menahannya, dan para malaikat mendoakannya selama ia berada di tempat duduknya. Para malaikat berdoa, 'Ya Allah, ampunilah ia, Ya Allah, kasihanilah ia.'" (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Di dalam satu riwayat disebutkan,

لاَ يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلاَةٍ مَا دَامَتِ الصَّلاَةُ تَحْبِسُهُ لاَ يَمْنَعُهُ أَنْ يَنْقَلِبَ إِلَى أَهْلِهِ إِلاَّ الصَّلاَةُ

"Salah seorang di antara kamu tetap dianggap dalam shalat selama shalat menahannya, tidak ada yang menahannya dari kembali ke keluarganya kecuali shalat." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Kelima: Kehilangan keutamaan shaf pertama. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ اْلأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلاَّ أَنْ يَسْتَهِمُوْا عَلَيْهِ لاَسْتَهَمُوا وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي التَّهْجِيْرِ لاَسْتَبَقُوا إِلَيْهِ

"Seandainya orang-orang mengetahui besarnya pahala mendatangi adzan dan shaf pertama, kemudian seumpama untuk mendapatkan itu mereka harus mengundi, tentu akan mereka akan mengundinya. Seandainya mereka mengetahui keutamaan datang lebih awal niscaya mereka akan berlomba-lomba untuk mendapatkannya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Keenam: tidak mendapatkan keutamaan takbiratul ihram yang merupakan takbir paling utama. Al-Bazzar meriwayatkan dalam Al-Kasyf nomor 521 dari Abu Ad-Darda` ia berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah bersabda,

إِنَّ لِكُلِّ شَيْءٍ أُنْفَةٌ وَ إِنَّ أُنْفَةَ الصَّلاَةِ التَّكْبِيْرَةُ اْلأُوْلَى فَحَافِظُوْا عَلَيْهَا

"Sesungguhnya bagi tiap-tiap sesuatu itu ada permulaannya dan sesungguhnya permulaan shalat adalah takbir yang pertama (takbiratul ihram), maka peliharalah ia (berusahalah untuk mendapatkannya)."

Dia juga meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

لِكُلِّ شَيْءٍ صَفْوَةٌ وَصَفْوَةُ الصَّلاَةِ التَّكْبِيْرَةُ اْلأُوْلَى

"Untuk tiap-tiap sesuatu ada yang terpilih dan yang terpilih dari shalat adalah takbir yang pertama (takbiratul ihram)."

Ketujuh: kehilangan shalat sunah rawatib qabliyah, seperti qabliyah subuh. Diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu Anha bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا

"Dua rakaat shalat sunah sebelum subuh lebih baik dari dunia seisinya." (HR. Muslim)

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam juga bersabda,

لاَ تَدَعُوْهُمَا وَإِنْ طَرَدَتْكُمُ الْخَيْلُ

"Jangan kamu meninggalkan untuk mengerjakannya meskipun kuda mengusirmu." (HR. Abu Dawud)

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam shalat dua rakaat sebelum Zhuhur dan terkadang empat rakaat, sebagaimana yang diriwayatkan dari Ummu Habibah Radhiyallahu Anha bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى قَبْلَ الظُّهْرِ أَرْبَعًا وَبَعْدَهَا أَرْبَعًا حَرَّمَهُ اللهُ عَلَى النَّارِ

"Barangsiapa shalat empat rakaat sebelum Zhuhur dan empat rakaat sesudahnya, maka Allah mengharamkannya dari neraka."(HR. At-Tirmidzi, An-Nasa`i dan Ibnu Majah)

Dan dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

رَحِمَ اللهُ امْرَأً صَلَّى قَبْلَ الْعَصْرِ أَرْبَعًا

"Allah menyayangi orang yang shalat empat rakaat sebelum Ashar." (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi dengan sanad bagus).

Kedelapan: kehilangan waktu dikabulkannya doa, yaitu waktu antara adzan dan iqamah. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ اْلأَذَانِ وَاْلإِقَامَةِ

"Doa tidak ditolak antara adzan dan iqamah." (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

Kesembilan: tertinggal dalam menjawab adzan yang dikumandangkan oleh muadzin serta doa setelah adzan. Mengikuti muadzin dalam menjawab adzan dengan penuh keikhlasan dapat menjadi penyebab masuk surga, sebagaimana diterangkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu Anhuma, sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

قَالَ مَنْ قَالَ حِيْنَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِيْ وَعَدْتَهُ حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

"Barangsiapa yang membaca sesudah mendengar adzan, 'Ya Allah, Tuhan yang menguasai seruan yang sempurna ini, dan shalat yang akan ditegakkan, berilah pada Muhammad wasilah dan keutamaan, dan bangkitkanlah ia pada tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan kepadanya.' Maka orang itu pasti akan mendapat syafaatku pada hari kiamat."(HR. Al-Bukhari)

Kesepuluh: tidak mendapatkan kesempatan untuk membaca dzikir, doa dan membaca beberapa ayat dari Al-Qur`an. Orang yang lebih awal datang ke masjid pada waktu sebelum adzan atau sesudahnya, ia akan berada di masjid sekitar satu jam.

Dalam rentang waktu itu, ia dapat mendekatkan diri kepada Allah dengan bermacam-macam ibadah seperti dzikir, doa, membaca Al-Qur`an dan mendengarkannya, merenungi nikmat-nikmat Allah, menyendiri dengan dzikir dan bermunajat kepada-Nya, melupakan dunia dengan segala permasalahannya.

Dengan demikian, akan menjadikannya lebih siap untuk melaksanakan shalat sehingga dapat khusyu' dalam shalatnya.

Hal ini tentu berbeda keadaannya dengan orang yang terlambat datang. Ketika shalat hatinya sibuk dengan masalah-masalah keduniaan, sehingga ia dalam keadaan tidak siap untuk shalat sehingga hatinya pun tidak hadir dalam shalatnya.

Tidak bisa dipungkiri, orang-orang yang terlambat datang sampai mereka mendengar iqamah, kebanyakan mereka tidak mempunyai kesibukan yang berarti selain sibuk dengan mengobrol, main-main, menonton film, duduk-duduk tanpa pekerjaan dan lain sebagainya, yang kesemuanya hanya buang-buang waktu atau melakukan kemaksiatan.

Jika seseorang membiasakan dirinya untuk datang ke masjid lebih awal, niscaya masalah datang lebih awal ke masjid akan menjadi sesuatu yang mudah dan disukai oleh dirinya. Duduk di masjid terasa lebih lezat baginya dari pada bersama istri dan anaknya.

Maka dari itu, marilah kita berusaha agar dapat datang ke masjid lebih awal, supaya kita tidak masuk dalam golongan orang-orang yang disabdakan oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,

لاَ يَزَالُ قَوْمٌ يَتَأَخَّرُوْنَ حَتَّى يُؤَخِّرَهُمُ اللهُ

"Tidak henti-hentinya orang-orang terlambat (datang ke masjid) sampai Allah mengakhirkan mereka (mendapatkan rahmat-Nya)" (HR. Muslim).

Sekian Sahabat Rumah Kurma Mengenai Keutamaan Pentingnya Datang ke Masjid Lebih Awal. Semoga Allah menjadikan kita orang-orang giat beribadah dan datang ke masjid lebih awal guna mengikuti shalat berjamaah. Amiin.

Jumat, 03 Juni 2016

Hadits-Hadits Dhaif Seputar Bulan Ramadhan

By Arief Budiman, Lc. 
3 June 2016

Cukup banyak hadits shahih dari NabiShallallahu'alaihi Wasallam yang menjelaskan keutamaan bulan Ramadhan dan amal-amal shalih di dalamnya. Namun, banyak pula hadits-hadits seputar keutamaan bulan Ramadhan yang dha'if (lemah)1, maka kami pandang perlunya dipaparkan sekilas tentang beberapa hadits dha'if tersebut, yang telah banyak beredar di masyarakat, dan mencakup segala jenisnya.

Hadits dha'if dampak negatifnya cukup besar pada masyarakat, disebabkan adanya keyakinan orang-orang yang mengamalkannya bahwa hadits tersebut benar-benar berasal dari NabiShallallahu'alaihi Wasallam, baik berupa sabda atau perbuatan NabiShallallahu'alaihi Wasallam, padahal kenyataannya Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam tidak pernah mengamalkan atau mengucapkannya. Karena inilah, maka kami anggap perlu menjelaskan hakikat hadits-hadits lemah tersebut, agar kita waspada selalu terhadap syariat yang tidak benar adanya dari Nabi kita Muhammad Shallallahu'alaihi Wasallam. Di antara hadits-hadits dha'if yang cukup masyhur dan sering dibawakan oleh banyak khatib dan penceramah di bulan Ramadhan tersebut adalah beberapa hadits berikut ini:

1. Hadits Anas bin Malik radhiallahu'anhu, beliau berkata:

كانَ النَّبيُّ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ إذا دخلَ رجَبٌ ، قالَ : اللَّهمَّ بارِكْ لَنا في رجَبٍ وشَعبانَ ، وبارِكْ لَنا في رمَضانَ

Adalah Nabi Shallallahu'alaihi Wasallamjika memasuki bulan Rajab, beliau berdoa, "Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya'ban, dan berkahi kami (pula) di bulan Ramadhan".

Hadits ini dha'if (lemah) atau munkar2.

Dikeluarkan oleh al-Imam Ahmad dalamMusnadnya (4/180 nomor 2346), dan lain-lain. Pentahqiq Musnad al-Imam Ahmad, Syaikh Syu'aib al-Arnauth menyatakan bahwa sanadnya dha'if. Dan hadits ini dilemahkan pula oleh al-Imam al-Albani t dalam kitabnya Misykatul Mashabih(1/432) dan Dha'iful Jami' ash-Shaghir(4395).

2. Hadits Mu'adz bin Zuhrah rahimahullah(seorang tabi'i), telah sampai kepadanya kabar bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam ketika berbuka puasa beliau berdoa:

اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت

"Ya Allah, untukmu aku berpuasa dan atas rizki-Mu aku berbuka puasa".

Hadits ini mursal dan dha'if.

Dikeluarkan oleh al-Imam Abu Dawud dalam Sunan-nya (2358), dan lain-lain.

Hadits ini lemah dengan sebab irsal, yaitu terputusnya sanad antara Mu'adz bin Zuhrah dan Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam. Lihat penjelasan terperincinya pada kitab Dha'iful Jami' ash-Shaghir(4349) dan Irwa-ul Ghalil (4/38 nomor 919).

Hadits ini diriwayatkan pula dari sahabat Anas bin Malik radhiallahu'anhu dan Abdullah bin 'Abbas radhiallahu'anhuma. Namun, kedua-duanya pula hadits dha'if.

Al-Imam asy-Syaukani rahimahullahmenjelaskan dalam kitabnya Nailul Authar(8/340-341):

"Hadits Mu'adz (bin Zuhrah) mursal, karena dia tidak bertemu dengan Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam. Dan hadits serupa telah diriwayatkan oleh ath-Thabrani di dalam al-Mu'jam al-Kabir dan ad-Daruquthni; dari hadits Ibnu 'Abbas dengan sanad yang dha'if… dan ath-Thabrani (meriwayatkan) dari Anas, beliau berkata, "Adalah Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallamapabila berbuka puasa beliau mengucapkan:

بسم الله اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت

"Dengan nama Allah, ya Allah untukmu aku berpuasa dan atas rizki-Mu aku berbuka puasa".

Namun sanadnya lemah (pula). Karena di dalamnya terdapat Dawud bin az-Zabarqan, dan dia (periwayat) matruk(yang ditinggalkan haditsnya)"3.

Syaikh Abu 'Amr Abdullah Muhammad al-Hammadi berkata:

"Ketahuilah! Semoga Allah memberkahi Anda; bahwa sesungguhnya doa ini telah diriwayatkan dengan berbagai lafazh(redaksi yang mirip antara satu hadits dengan yang lainnya), yang seluruhnya lemah dan tidak dapat dijadikan hujjah(dalil). Sehingga tidak bisa digunakan untuk beribadah, dan tidak boleh (seseorang) beribadah dengannya, disebabkan kelemahan sanad-sanadnya"4.

Lalu, apa doa berbuka puasa yang dapat kita amalkan?

Doanya adalah:

ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله

/Dzahabaz zhamaa-u wabtalatil 'uruqu wa tsabatal ajru insyaa Allah/

"Telah hilang dahaga, telah basah urat-urat, dan telah tetap pahala, insya Allah".

Hadits ini hasan, dikeluarkan oleh Abu Dawud (2357), ad-Daruquthni dalamSunan-nya (2/185 nomor 25), dan lain-lain; dari Abdullah bin Umar. Dan al-Imam ad-Daruquthni mengatakan, "Sanad-nyahasan". Al-Imam asy-Syaukanirahimahullah dalam Nailul Authar (8/341) menjelaskan:

"(Hadits ini) diriwayatkan oleh Abu Dawud, an-Nasa-i, ad-Daruquthni, dan al-Hakim; dari hadits Ibnu Umar

dengan tambahan lafazh:

ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله

"Telah hilang dahaga, telah basah urat-urat, dan telah tetap pahala, insya Allah".

Ad-Daruquthni mengatakan, "Sanad-nyahasan".

3. Hadits Abu Hurairah radhiallahu'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:

من أفطر يوما من رمضان من غير رخصة لم يقضه وإن صام الدهر كله

"Barangsiapa berbuka puasa satu hari di bulan Ramadhan tanpa rukhshah (keringanan) yang diizinkan oleh Allah; niscaya ia tidak akan dapat menggantikannya (walaupun dengan berpuasa) sepanjang masa".

Hadits ini dha'if. Hadits ini dikeluarkan dengan lafazh seperti di atas oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya ( 2396). Danlafazh serupa diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (723), an-Nasa-i dalam as-Sunanul Kubra (3265), Ibnu Majah (1672), Ahmad (14/554 nomor 9012), dan lain-lain. Al-Imam al-Albani t menjelaskan dalam kitabnya Tamamul Minnah fit Ta'liqi 'ala Fiqhis Sunnah (halaman 396): "Hadits ini dha'if (lemah), dan al-Bukhari telah mengisyaratkan5 dengan perkataannyayudzkaru (yakni; telah disebutkan). Dan telah dilemahkan pula oleh Ibnu Khuzaimah, al-Mundziri, al-Baghawi, al-Qurthubi, adz-Dzahabi, ad-Damiri sebagaimana yang telah dinukilkan oleh al-Munawi, dan al-Hafizh Ibnu Hajar dan beliau menyebutkan tiga penyakit hadits ini; al-idhthirabal-jahalah, dan al-inqitha'. Silahkan merujuk ke Fat-hul Bari (4/161)…". Lihat pula Dha'if Abi Dawud (2/273-274), dan Dha'if at-Targhib wat-Tarhib(1/152 nomor 605), dan Dha'iful Jami' ash-Shaghir (5462).

4. Hadits Abu Hurairah radhiallahu'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:

يقولُ اللهُ عزَّ وجلَّ : إنَّ أحَبَّ عبادي إلَيَّ أسرَعُهم فِطْرًا

"Allah berfirman: Sesungguhnya di antara hamba-hambu-Ku yang paling Aku cintai adalah yang paling segera berbuka puasa"

Hadits ini dha'if, dengan sebab adanya periwayat dha'if dalamsanadnya. Dikeluarkan oleh at-Tirmidzi (700), Ahmad (12/182 nomor 7241), dan lain-lain. Lihat Dha'iful Jami' ash Shaghir(4041).

Dan cukuplah bagi kita hadits shahih dari sahabat Sahl bin Sa'ad as-Sa'idiradhiallahu'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallambersabda:

لا يزالُ النَّاسُ بخَيرٍ ما عجَّلوا الفِطرَ عجِّلوا الفطرَ

"Manusia akan senantiasa dalam keadaan baik selama mereka menyegerakan berbuka puasa".

Dikeluarkan oleh al-Bukhari (1957), dan Muslim (2/771 nomor 1098).

5. Hadits Anas bin Malik radhiallahu'anhu, beliau berkata:

سُئِلَ النبيُّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ أيُّ الصومِ أفضلُ بعدَ رمضانَ قال شعبانُ لتعظيمِ رمضانَ قال فأيُّ الصدقةِ أفضلُ قال الصدقةُ في رمضانَ

Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam ditanya: Puasa apa yang paling utama setelah Ramadhan? Beliau bersabda, "(Puasa) Sya'ban untuk mengagungkan Ramadhan". Kemudian dikatakan kepada beliau: Sedekah apa yang paling utama?Beliau bersabda, "Sedekah di bulan Ramadhan". 

Hadits ini dha'if, dengan sebab adanya periwayat dha'if dan bermasalah dalamsanadnya.

Dikeluarkan oleh at -Tirmidzi (663), dan lain-lain. Lihat penjelasan terperincinya pada kitab Irwa-ul Ghalil (889), danDha'iful Jami' ash-Shaghir (1023).

Dan cukuplah pula bagi kita hadits shahih dari sahabat Abdullah bin 'Abbasradhiallahu'anhuma, beliau berkata:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم أجود الناس ، وكان أجود ما يكون في رمضان حين يلقاه جبريل ، وكان يلقاه في كل ليلة من رمضان فيُدارسه القرآن ، فالرسول الله صلى الله عليه وسلم أجودُ بالخير من الريح المرسَلة

Adalah Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam orang yang paling dermawan, dan kedermawanan beliau paling tinggi pada bulan Ramadhan. Sesungguhnya Jibril 'alaihissalam berjumpa dengan beliau pada setiap tahunnya di bulan Ramadhan hingga berakhir, dan beliau membacakan (memperdengarkan) al-Quran kepada Jibril. Maka jika Jibril berjumpa dengannya, Rasulullah`adalah lebih mulia (dermawan) dari angin yang berhembus. Dikeluarkan oleh al-Bukhari (6, 1902, 3220, 3554, 4997), dan Muslim (4/1803 nomor 2308), danlafazh hadits di atas dalam Shahih Muslim.

6. Hadits Abu Hurairah radhiallahu'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:

أول شهر رمضان رحمة ووسطه مغفرة وآخره عتق من النار

"Permulaan bulan Ramadhan adalah rahmat (kasih sayang Allah), pertengahannya adalah maghfirah (ampunan Allah), dan akhirnya adalah pembebasan dari api neraka".

Hadits ini dha'ifun jiddan (lemah sekali), atau munkar6. Tentang hadits ini, al-Imam al-Albani tmenjelaskan dalam kitabnyaSilsilatul Ahaditsi adh-Dha'ifah walMaudhu'ah (4/70 nomor 1569):"Dikeluarkan oleh al-'Uqaili dalam ad-Dhu'afa (172), dan Ibnu 'Adi (1/165), dan al-Khathib dalam al-Mudhih (2/77), dan ad-Dailami (1/1/10-11), dan Ibnu 'Asakir (8/506/1); dari Sallam bin Sawwar, dari Maslamah bin ash-Shalt, dari az-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah; beliau berkata, Rasulullah `bersabda… dan kemudian beliau sebutkan haditsnya. Dan al-'Uqaili berkata, "Tidak ada asal-usulnya dari hadits az-Zuhri". Saya (al-Albani) katakan bahwa Sallam bin Sulaiman bin Sawwar, dia menurutkuMunkarul Hadits (haditsnya munkar), sedangkan Maslamah tidak dikenal. Demikianlah yang juga disebutkan oleh adz-Dzahabi. Adapun Maslamah, maka Abu Hatim juga telah berkata tentangnya, "Matrukul Hadits (haditsnya ditinggalkan)", sebagaimana disebutkan pada biografi beliau dalam kitab al-Mizan…". Lihat pula Silsilatul Ahaditsi adh-Dha'ifah wal Maudhu'ah (2/262-264 nomor 871).

7. Hadits Abu Mas'ud al-Ghifariradhiallahu'anhu, beliau berkata:

سمِعتُ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم ذاتَ يومٍ وأهلَّ رمضانُ فقال لو يعلمُ العبادُ ما رمضانُ لتمنَّت أمَّتي أن تكونَ السَّنةُ كلُّها رمضانَ فقال رجلٌ من خزاعةَ يا نبيَّ اللهِ حدِّثْنا فقال إنَّ الجنَّةَ لتُزيَّنَ لرمضانَ من رأسِ الحوْلِ إلى الحوْلِ فإذا كان أوَّلُ يومٍ من رمضانَ هبَّت ريحٌ من تحتِ العرشِ فصفَّقت ورقُ أشجارِ الجنَّةِ فتنظرُ الحورُ العينُ إلى ذلك فيقلن يا ربَّنا اجعلْ لنا من عبادِك في هذا الشَّهرِ أزواجًا نقرُّ بهم وتقرُّ أعينُهم بنا قال فما من عبدٍ يصومُ يومًا من رمضانَ إلَّا زُوِّج زوجةً من الحورِ العينِ في خيمةٍ من درَّةٍ كما نعت اللهُ عزَّ وجلَّ { حُورٌ مَقْصُورَاتٌ فِي الْخِيَامِ } على كلِّ امرأةٍ منهنَّ سبعون حُلَّةً ليس منها حُلَّةٌ على لونِ الأخرَى وتُعطَى سبعين لونًا من الطِّيبِ ليس منه لونٍ على ريحِ الآخرِ لكلِّ امرأةٍ منهنَّ سبعون ألفَ وصيفةٍ لحاجتِها وسبعون ألفَ وصيفٍ مع كلِّ وصيفٍ صفحةٌ من ذهبٍ فيها لونُ طعامٍ يجِدُ لآخرِ لُقمةٍ منها لذَّةً لم يجدْه لأوَّلِه ولكلِّ امرأةٍ منهنَّ سبعون سريرًا من ياقوتةٍ حمراءَ على كلِّ سريرٍ سبعون فراشًا بطائنُها من إستبرقٍ فوق كلِّ فراشٍ سبعون أريكةً ويُعطَى زوجُها مثلَ ذلك على سريرٍ من ياقوتٍ أحمرَ موشَّحًا بالدُّرِّ عليه سُوران من ذهبٍ هذا بكلِّ يومٍ صامه من رمضانَ سوَى ما عمِل من الحسناتِ

Aku mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pada suatu hari menjelang Ramadhan, beliau bersabda, "Seandainya para hamba tahu apa yang terdapat pada bulan Ramadhan, niscaya umatku berangan-angan agar satu tahun seluruhnya bulan Ramadhan". Lalu seorang dari Khuza'ah berkata, "Wahai Nabi Allah! Kabarilah kepada kami (keutamaan Ramadhan tersebut)!". 

Maka Rasulullah pun bersabda, "Sesungguhnya surga dihiasi untuk (menghadapi) bulan Ramadhan dari permulaan tahun ke tahun (berikutnya). Maka apabila masuk hari pertama di bulan Ramadhan, bertiuplah angin dari bawah 'Arsy, dan berdesirlah dedaunan pohon-pohon surga. Kemudian para bidadari melihatnya , dan mereka berkata, Wahai Rabb kami, jadikanlah untuk kami dari hamba -hamba-Mu yang shalih di bulan ini para suami yang kami berbahagia dengan mereka dan mereka pun berbahagia dengan kami".

Beliau pun kembali bersabda, "Maka tidaklah seorang hamba pun berpuasa satu hari di bulan Ramadhan, melainkan ia pasti akan dinikahkan dengan isteri dari kalangan bidadari di dalam kemah yang terbuat dari mutiara, sebagaimana Allah sifatkan mereka dalam firman-Nya: (Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih, dipingit dalam rumah (kemah). [QS. Ar-Rahman: 72]. Setiap orang dari bidadari-bidadari tersebut memiliki tujuh puluh jubah, yang masing-masingnya berwarna berbeda dari warna jubah yang lainnya. Para bidadari itu pun diberi tujuh puluh jenis parfum, yang masing-masingnya beraroma berbeda dari yang lainnya. Mereka pun memiliki tujuh puluh ribu pelayan, yang masing-masing dari pelayan tersebut membawa nampan dari emas yang di atasnya terdapat makanan yang setiap suapan dari makanan tersebut memiliki kelezatan yang berbeda dari kelezatan suapan-suapan berikutnya. Kemudian para bidadari itu pun memiliki tujuh puluh ranjang terbuat dari permata berwarna merah, yang di atas setiap ranjang tersebut terdapat permadani yang bantalannya terbuat dari sutera . Dan di atas setiap permadani tersebut terdapat dipan-dipan. Demikianlah para suami mereka pun diberi hal yang sama. Mereka berada di atas ranjang yang terbuat dari permata merah yang dihiasi oleh mutiara, dan berpagarkan emas. Ini adalah balasan untuk satu harinya di bulan Ramadhan, belum termasuk pahala lainnya dari amal-amal baik yang ia kerjakan".

Hadits ini maudhu' (palsu)7

Syaikh Abu 'Amr Abdullah Muhammad al-Hammadi berkata8:

"(Hadits ini) dikeluarkan oleh Abu Ya'la dalam Musnad-nya [sebagaimana dalamal-Matholibul 'Aliyah (1/396) (1032)], dan asy-Syasyi dalam Musnad-nya (2/277) (852), dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya (3/160) (1886), dan al-Ashbahani dalam at-Targhib wat Tarhib (2/356) (1765), dan Ibnu Abid Dun-ya dalamFadha-ilu Ramadhan (halaman 49) (22), dan al-Baihaqi dalam Syu'abul Iman(3/313) (3634) dan dalam Fadha-ilul Awqat (halaman 158) (46), dan Ibnul Jauzi dalam al-Maudhu'at (2/547) (1119); dari jalan Jarir bin Ayyub, dari asy-Sya'bi, dari Nafi' bin Burdah, dari Abdullah bin Mas'ud (atau dari Abu Mas'ud), ia berkata, Aku mendengar Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda di permulaan bulan Ramadhan… kemudian menyebutkan haditsnya".

Hadits ini terkadang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud, dan terkadang dari Abu Mas'ud al-Ghifari. Oleh karena itu, al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam kitabnyaal-Matholibul 'Aliyah (1/397) setelah beliau membawakan hadits ini, "Dan Ibnu Mas'ud bukanlah al-Hudzali yang masyhur, akan tetapi dia adalah al-Ghifari, (sahabat) yang lain".

Dan yang menyebabkan hadits ini dihukumi palsu adalah karena di dalam sanadnya terdapat perawi yang bernama Jarir, yaitu Jarir bin Ayyub bin Abi Zur'ah bin 'Amr bin Jarir al-Bajali al-Kufi. Seorang perawi hadits yang dihukumi oleh para ulama hadits; munkarul hadits (haditsnyamunkar), atau dha'iful hadits (haditsnya lemah), atau bahkan pemalsu hadits9.

Al-Imam Ibnul Jauzi rahimahullah berkata dalam kitabnya al-Maudhu'at(2/549): "Hadits ini palsu (dipalsukan) atas nama Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam, dan yang tertuduh memalsukannya adalah Jarir bin Ayyub".

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-'Asqalanirahimahullah mengatakan dalam kitabnyaal-Matholibul 'Aliyah (1/397): "Jarir bin Ayyub menyendiri dalam (periwayatan) hadits ini, sedangkan dia sangat lemah sekali".

Dan al-Imam asy-Syaukani rahimahullahmenjelaskan pula dalam kitabnya al-Fawa-idul Majmu'ah (halaman 88): "Diriwayatkan oleh Abu Ya'la dari Ibnu Mas'ud secara marfu' (sampai kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam), dan hadits ini palsu. Penyakitnya adalah Jarir bin Ayyub".

8. Hadits Anas bin Malik radhiallahu'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ تأمَّل خَلْقَ امرأةٍ حتى يتبيَّنَ له حجمُ عظامِها من ورائِها وهو صائمٌ فقد أفطرَ

"Barangsiapa memperhatikan bentuk (rupa) seorang wanita hingga jelas baginya bentuk tulangnya dari balik pakaiannya sedangkan ia sedang berpuasa; maka batal (puasanya)".

Hadits ini maudhu' (palsu)10.

Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu 'Adi dalam kitabnya al-Kamil fi adh-Dhu'afa (3/204), dan melalui jalannya Ibnul Jauzi mengeluarkan dalam kitabnya al-Maudhu'at (2/559), dan lain-lain; dari jalan al-Hasan bin 'Ali al-'Adawi, ia berkata: Telah mengkhabarkan kepada kami Kharasy bin Abdillah seorang pelayan Anas bin Malik, ia berkata: Telah mengkhabarkan kepada kami Anas bin Malik, beliau berkata: Rasulullah ` bersabda… kemudian menyebutkan haditsnya.

Pada sanad hadits ini terdapat dua orang perawi yang bermasalah, yaitu al-Hasan bin 'Ali al-'Adawi, ia seorang pemalsu dan pencuri hadits. Dan orang yang kedua adalah Kharasy bin Abdillah, seorang perawi yang majhul (tidak diketahui keberadaan periwayatannya) dan tidak dikenal.

Al-Imam Ibnul Jauzi t berkata dalam kitabnya al-Maudhu'at (2/559): "Ini adalah hadits palsu, dalam (sanadnya) terdapat dua orang pendusta, yang pertama; al-'Adawi, dan yang kedua; Kharasy".

9. Hadits Salman bin 'Amir adh-Dhabbiradhiallahu'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:

الصائم في عبادة و إن كان راقدا على فراشه

"Orang yang berpuasa dalam (keadaan) beribadah, walaupun ia tidur di atas ranjangnya".

Hadits ini dha'if atau dha'ifun jiddan(lemah sekali)11.

Hadits ini dikeluarkan oleh Tammam dalam Fawa-id-nya (2/49) (1109) dari jalan; Hasyim bin Abi Hurairah al-Himshi, dari Hisyam bin Hassan, dari Ibnu Sirin, dari Salman bin 'Amir adh-Dhabbi, dari Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam.

Sanad hadits ini dha'if, disebabkan adanya beberapa perawi yang majhul dan dha'if, seperti Hasyim bin Abi Hurairah al-Himshi dan Hisyam bin Hassan yang telah disebutkan di atas.

10. Hadits Abu Hurairah radhiallahu'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:

الصومُ نِصفُ الصَّبرِ

"Puasa adalah setengah kesabaran…".

Hadits ini dha'if (lemah)12.

Al-Imam al-Albani rahimahullahmenjelaskan dalam kitabnya Silsilatul Ahaditsi adh-Dha'ifah wal Maudhu'ah(8/281 nomor 3811):

"Dikeluarkan oleh Ibnu Majah (1/531), dan al-Baihaqi dalam asy-Syu'ab (3/292/3577, 3578), dan al-Qadha'i dalam Musnad asy-Syihab (1/13); dari Musa bin 'Ubaidah, dari Jahman, dari Abu Hurairah secara marfu'(sampai Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam). Dan ini sanad yang dha'if, disebabkan Musa bin 'Ubaidah, dan ia telah disepakati atas kelemahannya".

Demikianlah beberapa hadits dari sekian banyak hadits lemah dengan segala jenisnya yang disandarkan kepada Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam tentang seputar bulan Ramadhan, namun tidak sah dan tidak benar asalnya dari beliau Shallallahu'alaihi Wasallam.

Al-Imam Abdullah bin al-Mubarakrahimahullah (181 H) telah berkata:

في صحيح الحديث شغل عن سقيمه

"Pada sebuah hadits yang shahih terdapat sesuatu yang menyibukkan dari (beramal dengan) hadits lemah"13.

Mudah-mudahan tulisan ringkas ini bermanfaat, menambah ilmu, iman dan amal shalih kita semua.

Wallahu A'lamu bish Shawab.

***

Penulis: Ust. Arief Budiman, Lc.

Artikel Muslim.or.id