Kamis, 28 Juli 2016

Sering Share Ilmu Bukan Untuk “Sok Alim” Tetapi Berharap Pahala Dakwah

Sering Share Ilmu Bukan Untuk “Sok Alim” Tetapi Berharap Pahala Dakwah
Tetap semangat berdakwah, mungkin tidak disangka, satu share ilmu dan faidah ternyata bisa memberikan hidayah kepada seseorang, walau hanya sekedar menekan “share”. Tentunya dengan niat yang ikhlas
Tidak mesti jadi ustadz, hanya menunjukkan dan mengajak ke jalan Allah, insyaAllah mendapatkan pahala sebagaimana pelakunya.
Demikian juga share ilmu baik di dunia nyata maupun dunia maya. Semoga mendapat pahala MLM sampai hari kiamat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
“Barangsiapa yang menunjukkan kepada sebuah kebaikan maka baginya seperti pahala pelakunya (HR. Muslim)
Imam An-Nawawi rahimahullahmenjelaskan,
المراد أن له ثوابا كما أن لفاعله ثوابا …
دل بالقول، واللسان، والإشارة، والكتابة
“Maksudnya adalah baginya pahala sebagaimana pahala yang menerjakan…ia menunjukkan dengan perkataan, lisan, ISYARAT dan tulisan.” (Syarah Shahih Muslim)
Bukannya merasa “sok alim dan sok ustadz”, tetapi ini yang diharapkan
Terkadang terbetik bisikan “kamu juga banyak maksiat, jangan sok alim dan sok suci”
tetapi teringat perkataan ulama “Kalau menunggu suci sekali, tidak akan ada yang berdakwah”
Ibnu Hazm rahimahullah berkata,
ولو لم ينه عن الشر إلا من ليس فيه منه شيء ولا أمر بالخير إلا من استوعبه؛ لما نهى أحد عن شر ولا أمر بخير بعد النبي صلى الله عليه وسلم
“Seandainya yang melarang dari dosa harus orang yang tidak terlepas dosa dan yang memerintahkan kebaikan harus orang yang sudah melakukan kebaikan semua, maka tidak ada lagi yang melarang dari keburukan dan mengajak kebaikan kecuali Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Akhlaq was Siyar hal. 252-253)

Sabtu, 23 Juli 2016

Wasiat Penting dalam Menghadapi Berbagai Fitnah

WASIAT PENTING DALAM MENGHADAPI BERBAGAI FITNAH
Al-Ustadz Abu Abdirrahman Abdullah bin Amr Al Barowy.
بسم الله الرحمن الرحيم
Ya akhy, mungkin sedikit tidaknya Antum telah mendengar bagaimana fitnah dan perselisihan yang akhir-akhir ini telah terjadi di Indonesia, maka dibangun atas dasar kecintaan ana kepada Antum karena Allah, ana wasiatkan antum kepada hal-hal sebagai berikut ;
1) Sesungguhnya adanya fitnah seperti ini merupakan Takdir dari Allah Robbul Alamin yang kita berharap hikmah yng besar dibelakangnya, dalam Firman-Nya ;
الم (١) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (٢) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكاذِبِينَ (٣)
"Apakah manusia dibiarkan begitu saja mengucapkan kami telah beriman sementara mereka tidak diuji lagi sunnguh kami telah memfitnah orang-orang sebelum mereka sehingga kami benar-benar tahu siapa orang-orang yang jujur dalam keimanannya dan siapa yang dusta". (QS. Al-Ankabut : 1-3)
2) Sesungguhnya Da'wah Salafiyyah adalah da'wah yang haq oleh karenanya da'wah ini sangat dibenci oleh syaithon-syaithon dari kalangan manusia dan jin mereka berusaha dengan gigih untuk bisa merusak da'wah ini dengan berbagai macam makar dan tipu daya sehingga bisa memecah belah barisan Ahlussunnah, disebuntukan dalam sebuah hadits :
وعن جابر رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: إن الشيطان قد يئس أن يعبده المصلون في جزيرة العرب ولكن في التحريش بينهم رواه مسلم.
"Sesungguhnya Syaithon telah berputus asa untuk menjadikan manusia penyembah mereka di Jazirah Arab akan tetapi mereka berusaha membuat kericuhan perselisihan diantara mereka", (HR. Muslim) -Nas'alullahas salamah min hadza-

Rabu, 13 Juli 2016

SEBELUM WAKTU KITA USAI.....

SEBELUM WAKTU KITA USAI.....
Allah Ta'ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya, "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa menyiapkan bekalnya untuk hari esok (Hari Kiamat). Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala hal yang engkau kerjakan."
(Qs. Al-Hasyr: 18)
Sesungguhnya modal utama seorang muslim dalam hidup ini adalah waktu, karena di situlah kehidupan manusia. Dia lebih berharga dari harta bahkan lebih mahal nilainya dari harta.
Hal ini dapat kita lihat bersama-sama ketika seseorang yang sedang menghadapi sakaratul maut, lalu dia meletakkan seluruh kekayaannya supaya dengan harta tersebut umurnya bisa bertambah satu hari, maka apakah yang dilakukannya tersebut mampu menambah umurnya ? Jawabannya tentulah tidak, karena ajal telah ditentukan.

Senin, 11 Juli 2016

Futur Setelah Ramadhan, Tanda Amal Tak Diterima?

Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al'Utsaimin rahimahullah
السؤال:
هل الفتور في عمل الصالحات بعد رمضان دليل على عدم القبول، أنا أحس بفتور وأخشى ألا يكون الله قد تقبل مني؟
الجواب:
لا، ليس دليلاً على أن الله لم يقبل منك، لكنه دليل على ضعف الهمة وعدم الرغبة، ولذلك ينبغي للإنسان أن يصبر نفسه وأن يحملها على العمل الصالح؛ لأن رمضان مدرسة في الواقع، ثلاثون يوماً، أو تسعة وعشرون يوماً، تمضي وأنت متلبس بالعبادات المتنوعة، لا بد أن يؤثر على قلبك وعلى مسيرك، فاغتنم هذه الفرصة.
أما أن نقول: إن من عاد إلى المعاصي بعد رمضان، فإنه علامة على عدم القبول، فلا نستطيع أن نقول هكذا.
Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al'Utsaimin rahimahullah
Pertanyaan:
Apakah futur(lesu) beramal shalih setelah Ramadhan adalah tanda tidak diterimanya amal?
Saya merasa futur dan saya takut Allah tidak menerima amalanku.
Jawab:

Minggu, 10 Juli 2016

KONSEP SILATURAHMI DALAM AL-QURAN DAN SUNNAH

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari manusia ditakdirkan untuk hidup bersosial, yaitu selalu hidup dalam keadaan saling membutuhkan. Islam sangat memperhatikan hal ini dalam banyak pembahasan fiqih tentang tatacara bermuamalah salah satunya adalah pembahasan tentang akhlak manusia dengan sesamanya.
Di dalam pembahasan tentang akhlak tersebut, penulis ingin membahas salah satu kajian akhlak yang berhubungan dengan muamalah seorang manusia dengan yang lainnya, yaitu silaturahmi. Karena tanpa kita sadari, sesungguhnya silaturahmi sangat penting dalam kehidupan bersosial. Banyak sekali ayat-ayat al-Quran dan hadits-hadits yang membahas tentang hal ini. Oleh sebab itu penulis ingin mencoba memandang kajian tersebut dari sudut pandang al-Quran dan Hadits, yang mana keduanya adalah sumber hukum yang paling utama bagi seluruh umat muslim. Mudah-mudahan dengan adanya makalah yang sederhana ini, dapat memberikan pencerahan dan pegangan dalam kehidupan bermuamalah.


SILATURAHMI DALAM AL-QURAN DAN HADITS
A. Pengertian Silaturahmi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007 : 1065) silaturahim atau silaturahmi bermakna tali

Sabtu, 09 Juli 2016

Mudik Lebaran dalam Perspektif Islam.

Oleh
Ustadz Abu Ahmad Zaenal Abidin

Wahai, manusia. Hiasilah hubungan dengan kerabatmu untuk mencari ridha Allah. Dengan bersilaturahmi, keberkahan umur dan rizki akan diraih dan derajat mulia akan tercapai di sisi Allah. Ketauhilah, silaturahmi dengan sanak kerabat dan famili merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah.
Dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan ditambah umurnya, maka hendaklah melakukan silaturrahmi”.[1]
Silaturrahmi yang hakiki bukanlah menyambung hubungan baik terhadap orang-orang yang telah berbuat baik terhadap kita. Namun, silaturrahmi yang sebenarnya ialah menyambung hubungan dengan orang-orang yang telah memutuskan tali silaturahmi dengan kita.
Dari Abdullah bin Amr Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ الْوَاصِلَ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنَّ الْوَاصِلَ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
“Sesungguhnya bukanlah orang yang menyambung silaturahmi adalah orang yang membalas kebaikan, namun orang yang menyambung silaturahmi adalah orang yang menyambung hubungan dengan orang yang telah memutuskan silaturahmi”. [2]
TRADISI MUDIK LEBARAN DALAM TINJUAN ISLAM

Minggu, 03 Juli 2016

TATA CARA PUASA ENAM HARI BULAN SYAWWAL

Puasa enam hari di bulan Syawal setelah Ramadhan masyru' (disyari'atkan). Pendapat yang menyatakan bid'ah atau haditsnya lemah, merupakan pendapat bathil [Majmu' Fatawa, Abdul 'Aziz bin Abdillah bin Baz, 15/389]. Imam Abu Hanifah, Syafi'i dan Ahmad menyatakan istihbab pelaksanaannya [Taudhihul Ahkam, 3/533].
Adapun Imam Malik, beliau rahimahullah menilainya makruh. Agar, orang tidak memandangnya wajib. Lantaran kedekatan jaraknya dengan Ramadhan. Namun, alasan ini sangat lemah, bertentangan dengan Sunnah shahihah.
Alasan yang diketengahan ini tidak tepat, jika dihadapkan pada pengkajian dan penelitian dalil, yang akan menyimpulkan pendapat tersebut lemah. Alasan terbaik untuk mendudukkan yang menjadi penyebab sehingga beliau berpendapat demikian, yaitu apa yang dikatakan oleh Abu 'Amr Ibnu 'Abdil Barr, seorang ulama yang tergolong muhaqqiq (peneliti) dalam madzhab Malikiyah dan pensyarah kitab Muwatha.
Abu 'Amr Ibnu 'Abdil Barr berkata,"Sesungguhnya hadits ini belum sampai kepada Malik. Andai telah sampai, niscaya beliau akan berpendapat dengannya." Beliau mengatakan dalam Iqna', disunnahkan berpuasa enam hari di bulan Syawal, meskipun dilaksanakan dengan terpisah-pisah. Keutamaan tidak akan tetap diraih bila berpuasa di selain bulan Syawal.
Seseorang yang berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah berpuasa Ramadhan, seolah-olah ia berpuasa setahun penuh. Penjelasannya, kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipat. Bulan Ramadhan laksana sepuluh bulan. Sementara enam hari bagai dua bulan. Maka hitungannya menjadi setahun penuh. Sehingga dapat diraih pahala ibadah setahun penuh tanpa kesulitan, sebagai kemurahan dari Allah dan kenikmatan bagi para hambaNya.
Dari Tsauban Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ فَشَهْرٌ بِعَشَرَةِ أَشْهُرٍ وَصِيَامُ سِتَّةِ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ فَذَلِكَ تَمَامُ صِيَامِ السَّنَةِ
"Barangsiapa berpuasa Ramadhan, satu bulan seperti sepuluh bulan dan berpuasa enam hari setelah hari Idul Fitri, maka itu merupakan kesempurnaan puasa setahun penuh".[Hadits shahih, riwayat Ahmad, 5/280; an Nasaa-i, 2860; dan Ibnu Majah, 1715. Lihat pula Shahih Fiqhis Sunnah, 2/134].
BILAMANA PELAKSANAANNYA?
Syaikh Abdul Aziz bin Baz, di dalam Majmu' Fatawa wal Maqalat Mutanawwi'ah (15\391)

Sabtu, 02 Juli 2016

KEMUNGKARAN-KEMUNGKARAN YANG BISA TERJADI PADA HARI RAYA

Oleh
Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Atsari

Ketahuilah wahai saudaraku muslim -semoga Allah memberi taufik kepadaku dan kepadamu- sesungguhnya kebahagiaan yang ada pada hari-hari raya kadang-kadang membuat manusia lupa atau sengaja melupakan perkara-perkara agama mereka dan hukum-hukum yang ada dalam Islam. Sehingga engkau melihat mereka banyak berbuat kemaksiatan dan kemungkaran-kemungkaran dalam keadaan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya !! Semua inilah yang mendorongku untuk menambahkan pembahasan yang bermanfaat ini dalam tulisanku, agar menjadi peringatan bagi kaum muslimin dari perkara yang mereka lupakan dan mengingatkan mereka atas apa yang mereka telah lalai darinya[1].
Diantara Kemungkaran Itu Adalah :
1.Berhias Dengan Mencukur Jenggot.
Perkara ini banyak dilakukan manusia. Padahal mencukur jenggot merupakan perbuatan yang diharamkan dalam agama Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagaimana ditunjukkan dalam hadits-hadits yang shahih yang berisi perintah untuk memanjangkan jenggot agar tidak tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir yang kita diperintah untuk menyelisihi mereka. Selain berkaitan dengan hal itu, memanjangkan jenggot termasuk fithrah (bagi laki-laki) yang tidak boleh kita rubah. Dalil-dalil tentang keharaman mencukur jenggot terdapat dalam kitab-kitab Imam Madzhab yang empat[2] yang telah dikenal.
2. Berjabat Tangan Dengan Wanita Yang Bukan Mahram.