Minggu, 16 Maret 2014

Dzikir atau Wirid setelah selesai Sholat Jumat

Sebagaimana 2 poin terdahulu, masalah dzikir atau wirid setelah selesai sholat jumat (termasuk setiap selesai sholat fardhu) juga merupakan salah satu yang disyariatkan dalam Islam.  Diantara dzikir-dzikir yang datang dari Rasul shallallahu’alaihi wa‘ala aalihi wasallam yang dibaca setelah selesai sholat fardhu dan jumat adalah: “Astaghfirullah” (aku memohon ampunan kepada-Mu) 3 kali; “Allaahumma antassalaam waminkassalaam tabaarakta yaa dzaljalaali wal ikram” (Ya Allah, Engkaulah as-Salaam, dari-Mu lah keselamatan itu.  Sungguh maha suci Engkau, pemilik Keagungan dan Kemuliaan); membaca ayat kursi; membaca surat al-Ikhlas, al-Falaq dan an-Naas; atau bacaan lainnya yang dicontohkan Rasul shallallahu’alaihi wa‘ala aalihi wasallam.

Adapun mengenai dzikir dan do’a secara berjamaah (meskipun lafazh nya datang dari hadits Rasul shallallahu’alaihi wa‘ala aalihi wasallam), maka hal ini tidak pernah dicontohkan, diperintahkan atau dianjurkan oleh Rasul shallallahu’alaihi wa‘ala aalihi wasallam.  Dzikir-dzikir tersebut dilafazhkan oleh pribadi masing-masing.  Rasul memperdengarkan dzikir setelah shalat beliau dengan tujuan memberikan pelajaran kepada para shahabat, namun bukan merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan secara terus-menerus.

Diantara ulama yang menganjurkan untuk memelankan suara ketika berdzikir adalah Imam Syafi’I, Imam Nawawi, Syaikh Syuqairi, Imam Abu Ishaq asy-Syathibi, Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid dan yang lainnya.

Dalil dari Quran mengenai hal ini adalah firman Allah subhaanahu wata’ala yang artinya: “Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan jangan pula merendahkannya” (Q. S. al-Isra': 110).  Shalat disini ditafsir dengan doa berdasarkan ucapan Aisyah yang berkata tentang ayat tersebut, “Ia turun tentang doa” (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).

Berdasarkan hadits, dari Abu Musa al-Asy’ari, dia berkata, ”Kami bersama Nabi shallallahu’alaihi wa‘ala aalihi wasallam dalam perjalanan.  Jika kami naik dari suatu lembah, kami bertahlil dan bertakbir.  Kami mengangkat suara kami, maka Nabi shallallahu’alaihi wa‘ala aalihi wasallam pun bersabda, “Wahai manusia, berbuat baiklah kepada  diri kalian sendiri.  Karena sesungguhnya kalian tidak memanggil dzat yang tuli dan dzat yang tidak hadir.  Sesungguhnya Dia bersama kalian, Maha Mendengar lagi Maha Dekat” (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).  Kejadian ini berlangsung di padang pasir yang tidak mungkin mengganggu siapapun, lalu bagaimana halnya jika didalam masjid.  Tentu mengganggu orang lain yang juga sedang dzikir, membaca Quran atau maksum masbuk.

Dari Abu Sa’ad, ia berkata, “Rasuulullah shallallahu’alaihi wa‘ala aalihi wasallam beri’tikaf di masjid.  Ketika mendengar mereka mengeraskan bacaan, maka beliau menyingkap tabir seraya bersabda, “Ketahuilah sesungguhnya kalian semuanya sedang bermunajat kepada Rabbnya, maka janganlah satu sama lain saling mengganggu, dan janganlah satu sama lain saling mengeraskan bacaannya – atau beliau shallallahu’alaihi wa‘ala aalihi wasallam berkata: dalam shalat”  (Hadits Riwayat Abu Dawud, Imam ahmad dan selain keduanya)

Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan.  Pertama, yang sunnah, adzan 1 kali pada hari jumat sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shallallahu’alaihi wa‘ala aalihi wasallam.  Kedua, anjuran kepada muadzin sholat jumat untuk meninggalkan bacaan-bacaan yang dikeraskan pada saat sebelum khotib naik mimbar atau saat khotib duduk diantara 2 khutbah, karena tidak ada tuntunannya dari Rasul shallallahu’alaihi wa‘ala aalihi wasallam.  Ketiga, hendaklah setiap khotib memperhatikan tata cara khutbah agar disesuaikan dengan yang dicontohkan Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa‘ala aalihi wasallam.  Keempat, dzikir yang dilakukan setiap selesai sholat wajib dilakukan dengan perlahan yang cukup untuk terdengar diri sendiri sebagai bentuk mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya shallallahu’alaihi wa‘ala aalihi wasallam, serta agar tidak mengganggu jama’ah lainnya.  Wallaahu a’lam.

Sebagai hamba Allah yang lemah, tentu saja risalah ini tidak lepas dari kekurangan.  Karena kesempurnaan hanya milik Allah azza wajalla.  Untuk itu, penulis akan menerima saran dan kritik yang bersifat membangun tentang hal ini dari semua pihak.

Akhirnya, hanya kepada Allah yang memiliki nama-nama yang agung dan sifat-sifat yang mulialah penulis memohon agar risalah singkat ini menjadi amal baik penulis yang penuh barokah dan ikhlas karena hanya mengharapkan wajah-Nya dihari dimana harta serta keluarga tak lagi berguna dan tidak ada pertolongan kecuali pertolongan dari-Nya.  Dan semoga bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Semoga shalawat dan salam tetap tercurah kepada Nabi Muhammad, keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang mengikuti dengan baik dan setia menegakkan sunnahnya sampai hari kiamat.  Segala puji bagi Allah rabb sekalian alam.

Ditulis oleh: Abdul Menan (Abu Awwaab)

Tarakan, 27 Safar 1430 H / 23 Februari 2009

Dikirim dari Lenovo S930

Tidak ada komentar:

Posting Komentar