Kajian
Rutin Ahad Pagi 23 Juni 2013 (Ba'da subuh)
Kajian
Tafsir Ibnu Katsir setiap Ahad pagi bada shalat shubuh yang di sampaikan
oleh ust Drs Muhir Jafar telah sampai pada pembahasan surat Al Araf ayat
128,
“Musa
Berkata kepada kaumnya: "Mohonlah pertolongan kepada Allah dan
bersabarlah; Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada
siapa yang dihendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. dan kesudahan yang baik adalah
bagi orang-orang yang bertakwa." Al Araf :128
Merupakan
perintah dari Allah Subhana wa ta’alla untuk hanya meminta pertolongan kepada
Allah saja, serta bersabar.
Kemudian
diluar dari materi yang disampaikan ada pertanyaan yang disampaikan dari salah
satu thalib adalah masalah susjud sahwi, karena sering terjadi bahwa disebakan
oleh kekurang pahamannya seorang imam akan ilmu agamanya membuat shalat
jamaah menjadi bubar. oleh karenanya di
bahwah ini saya kutipkan pendapat dari ulama berdasarkan hadits-hadist yanh
sahih tentang pengertian dan pelaksanaan sujud sahwi. serta kapan
dan bilamana sujud sahwi itu dilakukan ketika shalat berjamaah.
Sujud
Sahwi dalam Shalat Berjama’ah
Di
saat imam lupa mka makmum disyari’atkan untuk mengingatkannya yaitu dengan
ucapan tasbih “subhanallah” bagi laki-laki dan tepuk tangan bagi wanita. Hal
ini berdasarkan hadits Sahl bin Sa’id, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
مَنْ نَابَهُ شَىْءٌ
فِى صَلاَتِهِ فَلْيَقُلْ سُبْحَانَ اللَّهِ
“Barangsiapa
mengingatkan sesuatu pada imam dalam shalatnya, maka ucapkanlah “subhanallah”
(Maha Suci Allah).” (HR. Bukhari no. 1218)
مَنْ نَابَهُ شَىْءٌ
فِى صَلاَتِهِ فَلْيُسَبِّحْ فَإِنَّهُ إِذَا سَبَّحَ الْتُفِتَ
إِلَيْهِ وَإِنَّمَا التَّصْفِيحُ لِلنِّسَاءِ
“Barangsiapa
menjadi makmum lalu merasa ada kekeliruan dalam shalat, hendaklah dia membaca
tasbih. Karena jika dibacakan tasbih, dia (imam) akan memperhatikannya.
Sedangkan tepukan khusus untuk wanita.” (HR. Bukhari no. 7190 dan Muslim no.
421)
Cara
wanita tepuk tangan adalah bagian dalam telapak tangan menepuk bagian punggung
telapak tangan lainnya. Demikian kata penulis Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu
Malik hafizhohullah.[1]
Imam
Merespon Peringatan dari Makmum
Mayoritas ulama dari ulama Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa jika imam menambah dalam shalatnya, namun imam yakin atau berprasangka kuat bahwa ia benar, sedangkan makmum berpendapat bahwa imam telah mengerjakan lima raka’at (misalnya), maka imam tidak perlu merespon makmum.
Hal di atas adalah jika imam berada dalam kondisi yakin atau sangkaan kuat bahwa ia benar. Jika imam berada dalam kondisi ragu-ragu, maka ia wajib merespon peringatan makmum. Demikian pendapat mayoritas ulama berdasarkan hadits Dzul Yadain yang pernah disebutkan dalam tulisan yang lewat.
Jika
Imam Lupa dan Melakukan Sujud Sahwi, Makmum Wajib Mengikuti Imam
Baik
kondisinya adalah makmum dan imam sama-sama lupa atau imam saja yang lupa, maka
jika imam lakukan sujud sahwi, makmum wajib ikuti. Ibnul Mundzir berkata,
“Semua ulama sepakat bahwa makmum ketika imam lupa dalam shalatnya dan imam
melakukan sujud sahwi, maka wajib bagi makmum untuk sujud bersamanya. Alasannya
adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ
بِهِ
“Sesungguhnya
imam itu diangkat untuk diikuti.”[2][3]
Jika
Imam Lupa dan Tidak Melakukan Sujud Sahwi, Apakah Makmum Harus Melakukan Sujud
Sahwi?
Pendapat
yang tepat dalam masalah ini adalah makmum tetap melakukan sujud sahwi walaupun
imam tidak melakukannya.Yang berpendapat semacam ini adalah Ibnu Sirin,
Qotadah, Al Auza’i, Malik, Al Laits, Asy Syafi’i, Abu Tsaur, dan salah satu
pendapat dari Imam Ahmad. Alasannya, karena sujud sahwi itu wajib bagi imam dan
makmum. Oleh karena itu, tidak boleh makmum meninggalkan kewajiban sebagaimana
yang diwajibkan pada imam. Demikian pula karena setiap orang yang melaksanakan
shalat semua wajib melakukan hal yang fardhu, sebagaimana imam pun demikian.
Maka tidak boleh sujud sahwi ini ditinggalkan kecuali dengan menunaikannya.
Apakah Makmum Masbuk Juga Ikut Melakukan Sujud Sahwi?
Yang
tepat dalam masalah ini makmum masbuk (yang telat mengikuti imam sejak awal)
melakukan sujud sahwi bersama imam jika sujud sahwinya sebelum salam. Namun
jika sujud sahwi terletak sesudah salam, makmum tersebut tetap berdiri
melanjutkan shalatnya dan ia sujud sahwi setelah ia salam (mengikuti sujud
sahwi yang dilakukan oleh imam sebelum tadi). Inilah pendapat dari Imam Malik,
Al Auza’i, dan Al Laits. Pendapat ini yang dikuatkan oleh penulis Shahih Fiqh
Sunnah, Syaikh Abu Malik.
Jika Makmum Lupa di Belakang Imam
Jika
makmum yang lupa sedangkan imam tidak, maka kealpaan makmum dipikul oleh imam,
dan makmum tersebut tidak perlu melakukan sujud sahwi. Inilah pendapat
mayoritas ulama dari empat madzhab. Telah terdapat hadits yang membicarakan hal
ini,
لَيْسَ عَلَى مَنْ
خَلْفَ الإِمَامِ سَهْوٌ فَإِنْ سَهَا
الإِمَامُ فَعَلَيْهِ وَعَلَى مَنْ خَلْفَهُ
السَّهْوُ وَإِنْ سَهَا مَنْ
خَلْفَ الإِمَامِ فَلَيْسَ عَلَيْهِ سَهْوٌ وَالإِمَامُ كَافِيهِ
“Tidak
diharuskan bagi yang shalat di belakang imam ketika ia dalam keadaan lupa
(untuk sujud sahwi). Jika imam lupa, maka itu jadi tanggungannya dan makmum di
belakangnya mengikuti dalam sujud sahwi. Jika makmum yang lupa, maka tidak ada
kewajiban sujud sahwi untuknya. Imam sudah mencukupinya.” Hadits ini dho’if.[4]
Akan tetapi hadits tersebut diamalkan oleh kebanyakan ulama.
Untuk
mendukung hal di atas, ada penjelasan yang apik dari Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al Albani rahimahullah sebagai berikut,
“Kami
tahu dengan yakin bahwa sahabat yang meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam biasa shalat di belakang beliau. Dan di antara mereka pasti pernah dalam
keadaan lupa yang di mana mengharuskan mereka untuk sujud sahwi jika mereka
shalat sendirian. Jika memang sahabat ketika shalat di belakang Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mereka lupa, lalu mereka sujud sahwi setelah
salam beda dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentu ada keterangan
(dalam riwayat) kalau para sahabat melakukan seperti itu. Namun jika tidak ada
riwayat tentang hal itu, maka menunjukkan bahwa dalam kondisi makmum saja yang
lupa tanpa imam, maka tidak disyariatkan makmum untuk sujud sahwi. Ini adalah
penjelasan yang amat jelas—insya Allah Ta’ala–. Hal ini telah dikuatkan dengan
hadits Mu’awiyah bin Al Hakam As Sulami bahwasanya ia ngobrol di belakang Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam karena tidak tahu. Namun Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan dia untuk sujud sahwi.”[5]
Sebab Adanya Sujud Sahwi
Pertama: Karena adanya kekurangan.
Rincian 1: Meninggalkan rukun shalat[1] seperti lupa ruku’
dan sujud.
Jika meninggalkan rukun shalat dalam keadaan lupa, kemudian
ia mengingatnya sebelum memulai membaca Al Fatihah pada raka’at berikutnya,
maka hendaklah ia mengulangi rukun yang ia tinggalkan tadi, dilanjutkan
melakukan rukun yang setelahnya. Kemudian hendaklah ia melakukan sujud sahwi di
akhir shalat.
Jika meninggalkan rukun shalat dalam keadaan lupa, kemudian ia mengingatnya setelah memulai membaca Al Fatihah pada raka’at berikutnya, maka raka’at sebelumnya yang terdapat kekurangan rukun tadi jadi batal. Ketika itu, ia membatalkan raka’at yang terdapat kekurangan rukunnya tadi dan ia kembali menyempurnakan shalatnya. Kemudian hendaklah ia melakukan sujud sahwi di akhir shalat.
Jika lupa melakukan melakukan satu raka’at atau lebih (misalnya baru melakukan dua raka’at shalat Zhuhur, namun sudah salam ketika itu), maka hendaklah ia tambah kekurangan raka’at ketika ia ingat. Kemudian hendaklah ia melakukan sujud sahwi sesudah salam.[2]
Rincian 2: Meninggalkan wajib shalat[3] seperti tasyahud awwal.
Jika meninggalkan wajib shalat, lalu mampu untuk kembali
melakukannya dan ia belum beranjak dari tempatnya, maka hendaklah ia melakukan
wajib shalat tersebut. Pada saat ini tidak ada kewajiban sujud sahwi.
Jika meninggalkan wajib shalat, lalu mengingatnya setelah beranjak dari tempatnya, namun belum sampai pada rukun selanjutnya, maka hendaklah ia kembali melakukan wajib shalat tadi. Pada saat ini juga tidak ada sujud sahwi.
Jika ia meninggalkan wajib shalat, ia mengingatnya setelah
beranjak dari tempatnya dan setelah sampai pada rukun sesudahnya, maka ia tidak
perlu kembali melakukan wajib shalat tadi, ia terus melanjutkan shalatnya. Pada
saat ini, ia tutup kekurangan tadi dengan sujud sahwi.
Keadaan tentang wajib shalat ini diterangkan dalam hadits Al
Mughirah bin Syu’bah. Ia mengatakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنَ
الرَّكْعَتَيْنِ فَلَمْ يَسْتَتِمَّ قَائِمًا
فَلْيَجْلِسْ فَإِذَا اسْتَتَمَّ قَائِمًا
فَلاَ يَجْلِسْ وَيَسْجُدْ سَجْدَتَىِ السَّهْوِ
Jika salah seorang dari kalian berdiri dari raka’at kedua
(lupa tasyahud awwal) dan belum tegak berdirinya, maka hendaknya ia duduk.
Tetapi jika telah tegak, maka janganlah ia duduk (kembali). Namun hendaklah ia
sujud sahwi dengan dua kali sujud.” (HR. Ibnu Majah no. 1208 dan Ahmad 4/253)
Rincian 3: Meninggalkan sunnah shalat[4].
Dalam keadaan semacam ini tidak perlu sujud sahwi, karena perkara sunnah tidak mengapa ditinggalkan.
Kedua: Karena adanya penambahan.
Jika seseorang lupa sehingga menambah satu raka’at atau
lebih, lalu ia mengingatnya di tengah-tengah tambahan raka’at tadi, hendaklah
ia langsung duduk, lalu tasyahud akhir, kemudian salam. Kemudian setelah itu,
ia melakukan sujud sahwi sesudah salam.
Jika ia ingat adanya tambahan raka’at setelah selesai salam (setelah shalat selesai), maka ia sujud ketika ia ingat, kemudian ia salam.
Pembahasan ini dijelaskan dalam hadits Ibnu Mas’ud,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى
الله عليه وسلم – صَلَّى
الظُّهْرَ خَمْسًا فَقِيلَ لَهُ
أَزِيدَ فِى الصَّلاَةِ فَقَالَ
« وَمَا ذَاكَ » . قَالَ صَلَّيْتَ خَمْسًا
. فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ بَعْدَ مَا سَلَّمَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan
shalat Zhuhur lima raka’at. Lalu ada menanyakan kepada beliau, “Apakah engkau
menambah dalam shalat?” Beliau pun menjawab, “Memangnya apa yang terjadi?”
Orang tadi berkata, “Engkau shalat lima raka’at.”
Setelah itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud dua kali setelah ia salam
tadi.” (HR. Bukhari no. 1226 dan Muslim no. 572)
Ketiga: Karena adanya keraguan.
Jika ia ragu-ragu –semisal ragu telah shalat tiga atau empat
raka’at-, kemudian ia mengingat dan bisa menguatkan di antara keragu-raguan
tadi, maka ia pilih yang ia anggap yakin. Kemudian ia nantinya akan melakukan
sujud sahwi sesudah salam.
Jika ia ragu-ragu –semisal ragu telah shalat tiga atau empat
raka’at-, dan saat itu ia tidak bisa menguatkan di antara keragu-raguan tadi,
maka ia pilih yang ia yakin (yaitu yang paling sedikit). Kemudian ia nantinya
akan melakukan sujud sahwi sebelum salam.
Mengenai permasalahan ini sudah dibahas pada hadits Abu
Sa’id Al Khudri yang telah lewat. Juga terdapat dalam hadits ‘Abdurahman bin
‘Auf, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَهَا أَحَدُكُمْ فِى
صَلاَتِهِ فَلَمْ يَدْرِ وَاحِدَةً
صَلَّى أَوْ ثِنْتَيْنِ فَلْيَبْنِ
عَلَى وَاحِدَةٍ فَإِنْ لَمْ يَدْرِ
ثِنْتَيْنِ صَلَّى أَوْ ثَلاَثًا
فَلْيَبْنِ عَلَى ثِنْتَيْنِ فَإِنْ
لَمْ يَدْرِ ثَلاَثًا صَلَّى
أَوْ أَرْبَعًا فَلْيَبْنِ عَلَى ثَلاَثٍ وَلْيَسْجُدْ
سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ
“Jika salah seorang dari kalian merasa ragu dalam shalatnya
hingga tidak tahu satu rakaat atau dua rakaat yang telah ia kerjakan, maka
hendaknya ia hitung satu rakaat. Jika tidak tahu dua atau tiga rakaat yang
telah ia kerjakan, maka hendaklah ia hitung dua rakaat. Dan jika tidak tahu
tiga atau empat rakaat yang telah ia kerjakan, maka hendaklah ia hitung tiga
rakaat. Setelah itu sujud dua kali sebelum salam.” (HR. Tirmidzi no. 398 dan
Ibnu Majah no. 1209. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana
dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 1356)
Yang perlu diperhatikan: Seseorang tidak perlu memperhatikan keragu-raguan dalam ibadah pada tiga keadaan:
Jika hanya sekedar was-was yang tidak ada hakikatnya.
Jika seseorang melakukan suatu ibadah selalu dilingkupi
keragu-raguan, maka pada saat ini keragu-raguannya tidak perlu ia perhatikan.
Jika keraguan-raguannya setelah selesai ibadah, maka tidak perlu diperhatikan selama itu bukan sesuatu yang yakin.
Demikian serial pertama mengenai sujud sahwi dari muslim.or.id. Adapun mengenai tatacara sujud sahwi, bacaan di dalamnya dan permasalahan-permasalahn seputar sujud sahwi, akan kami bahas pada kesempatan selanjutnya insya Allah. Semoga Allah mudahkan.
Sujud Sahwi Sebelum ataukah Sesudah Salam?
Shidiq Hasan Khon rahimahullah berkata, “Hadits-hadits tegas
yang menjelaskan mengenai sujud sahwi kadang menyebutkan bahwa sujud sahwi
terletak sebelum salam dan kadang pula sesudah salam. Hal ini menunjukkan bahwa
boleh melakukan sujud sahwi sebelum ataukah sesudah salam. Akan tetapi lebih
bagus jika sujud sahwi ini mengikuti cara yang telah dicontohkan oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika ada
dalil yang menjelaskan bahwa sujud sahwi ketika itu sebelum salam, maka hendaklah
dilakukan sebelum salam. Begitu pula jika ada dalil yang menjelaskan bahwa
sujud sahwi ketika itu sesudah salam, maka hendaklah dilakukan sesudah salam.
Selain hal ini, maka di situ ada pilihan. Akan tetapi, memilih sujud sahwi
sebelum atau sesudah salam itu hanya sunnah (tidak sampai wajib, pen).”[1]
Intinya, jika shalatnya perlu ditambal karena ada kekurangan, maka hendaklah sujud sahwi dilakukan sebelum salam. Sedangkan jika shalatnya sudah pas atau berlebih, maka hendaklah sujud sahwi dilakukan sesudah salam dengan tujuan untuk menghinakan setan.
Adapun penjelasan mengenai letak sujud sahwi sebelum ataukah sesudah salam dapat dilihat pada rincian berikut.
Jika terdapat kekurangan pada shalat –seperti kekurangan
tasyahud awwal-, ini berarti kekurangan tadi butuh ditambal, maka menutupinya
tentu saja dengan sujud sahwi sebelum salam untuk menyempurnakan shalat. Karena
jika seseorang sudah mengucapkan salam, berarti ia sudah selesai dari shalat.
Jika terdapat kelebihan dalam shalat –seperti terdapat penambahan satu raka’aat-, maka hendaklah sujud sahwi dilakukan sesudah salam. Karena sujud sahwi ketika itu untuk menghinakan setan.
Jika seseorang terlanjur salam, namun ternyata masih
memiliki kekurangan raka’at, maka hendaklah ia menyempurnakan kekurangan
raka’at tadi. Pada saat ini, sujud sahwinya adalah sesudah salam dengan tujuan
untuk menghinakan setan.
Jika terdapat keragu-raguan dalam shalat, lalu ia mengingatnya dan bisa memilih yang yakin, maka hendaklah ia sujud sahwi sesudah salam untuk menghinakan setan.
Jika terdapat keragu-raguan dalam shalat, lalu tidak nampak baginya keadaan yang yakin. Semisal ia ragu apakah shalatnya empat atau lima raka’at. Jika ternyata shalatnya benar lima raka’at, maka tambahan sujud tadi untuk menggenapkan shalatnya tersebut. Jadi seakan-akan ia shalat enam raka’at, bukan lima raka’at. Pada saat ini sujud sahwinya adalah sebelum salam karena shalatnya ketika itu seakan-akan perlu ditambal disebabkan masih ada yang kurang yaitu yang belum ia yakini
Untuk lebih jelasnya bisa merujuk ke sumber aslinya: http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/sujud-sahwi-5-sujud-sahwi-dalam-shalat-berjamaah.html
Segala
puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Dikutip dari artkel Dari artikel 'Sujud Sahwi (1): Hukum Sujud Sahwi — Muslim.Or.Id'
oleh Muhammad Abduh Tuasikal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar