Sabtu, 24 Oktober 2015

Perkara Yang Telah Banyak Ditinggalkan

Sebuah Catatan Dari Ummu Shālih,
Di Kota Al-Madīnah An-Nabawiyyah
Banyak ditemui di zaman ini..
Orang yang memamerkan ibadah-ibadahnya..
Penuntut ilmu yang membanggakan banyaknya kitab yang sudah dikaji..
Pengajar yang membanggakan banyaknya mad'u..
Orang kaya bersedekah dengan liputan media..
Sampai ibu rumah tangga yang setiap hari memajang foto masakan untuk memamerkan kepiawaiannya memasak.
Itulah fenomena saat ini, didukung dengan perkembangan media terutama internet dan media sosial yang membuat banyak orang senang mempublikasikan setiap kegiatannya, kehebatannya, ibadahnya, kedermawanannya, sampai hal sekecil-kecilnya, untuk mencari ketenaran, komentar berupa dukungan, pujian, atau bahkan sekedar acungan jempol.
Yang lebih mengherankan, sebagian orang bahkan mempublikasikan amalan yang sebenarnya jarang atau tidak ia lakukan! Na'udzubillah.
Bila kita membuka lembaran-lembaran sejarah Para Salaf, akan kita dapati kisah-kisah keikhlasan dan semangat menyembunyikan amalan mereka dari pandangan orang, yang akan membuat kita malu.
Amalan mereka besar tapi mereka menyembunyikannya sedangkan amalan kita begitu kecil, tetapi kita memamerkannya.
Amalan mereka begitu rapat tersimpan, tidak ada yang mengetahui kecuali Allah, diri mereka, terkadang sebagian orang terdekat mereka, bahkan beberapa di antaranya tidak diketahui siapa pun dan baru terungkap setelah mereka wafat.
Sungguh sesuatu yang langka dan telah banyak ditinggalkan di zaman ini.
■ Telah banyak ditinggalkan di zaman ini, menyembunyikan ibadah.
◆ Seperti 'Abdurrahman Bin Abi Laila yang apabila ia sholat sunnah di rumahnya, kemudian merasa ada seseorang yang melihatnya maka ia membatalkan sholatnya dan segera berbaring di atas ranjangnya seakan-akan sedang tidur.
Sampai orang yang melihatnya menyangka ia adalah orang yang banyak tidur. Tidak ada yang mengetahui bahwa sesungguhnya ia banyak mendirikan sholat sunnah.
◆ Atau, seperti Ibrahim An Nahkho'i yang menghabiskan waktunya untuk  membaca Al Qur'an, maka apabila ada seorang laki-laki masuk ke rumahnya ia segera menutupi mushaf dan berkata: "Supaya ia tidak melihatku membaca mushaf setiap saat."
◆ Atau seperti Daud Bin Abi Hind disebutkan bahwa ia telah berpuasa selama 40 tahun tanpa ada seorang pun dari keluarganya yang mengetahuinya, karena bila pagi hari ia berangkat bekerja, ia membawa bekal dari rumahnya.
Maka keluarganya menyangka ia tidak berpuasa, ketika di jalan ia menyedekahkan bekalnya, dan ketika pulang di penghujung hari, ia ikut makan malam bersama keluarganya.
◆ Atau kisah Ayyub As Sakhiitani rahimahullah yang mendirikan sholat sepanjang malam dan menyembunyikannya, sehingga apabila bangun di pagi hari, ia mengeraskan suaranya seakan-akan baru saja bangun tidur.
■ Telah banyak ditinggalkan di zaman ini, menyembunyikan kekhusyu'an dan kezuhudan.
◆ Seperti Abul Hasan Muhammad bin Aslam At Thowusi yang sering menangis ketika membaca Al Qur'an, maka setiap hendak keluar rumah ia selalu mencuci wajahnya untuk menghilangkan bekas menangis.
◆ Atau seperti Ibrahim Bin Adham, sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Mubarok: "Orang yang suka menyembunyikan amal, aku tidak pernah melihatnya mengeraskan tasbih, atau memperlihatkan amal sholih.
Dan tidaklah ia makan bersama dengan orang-orang kecuali ia yang terakhir mengangkat tangannya dari makanan, untuk menampakkan ia bukan termasuk orang yang zuhud.
◆ Atau sebagian salaf yang ketika tersentuh dengan makna ayat Al Qur'an atau hadist dan menangis ia akan berkata: "Aku sedang sakit flu yang parah".
■ Telah banyak ditinggalkan di zaman ini, menyembunyikan sedekah.
◆ Seperti Ali Bin Al Husein Zainal Abidin memanggul makanan dan kebutuhan orang-orang miskin Madinah setiap malam di atas punggungnya dan meletakkannya di depan pintu rumah mereka selama beberapa tahun, tanpa ada seorang pun yang mengetahui.
Ketika ia meninggal barulah orang-orang mengetahui hal itu, karena terputuslah sedekah dan terdapat bekas kehitaman pada punggungnya.
■ Telah banyak ditinggalkan di zaman ini, menuliskan ilmu tanpa berharap dikenal manusia.
◆ Seperti Imam Al Mawardi, pengarang kitab-kitab tafsir, fiqh dan lainnya. Selama hidupnya beliau tidak pernah menunjukkan kitab karangannya pada siapa pun.
Sampai ketika beliau merasa ajal sudah dekat, beliau memanggil orang kepercayaannya dan berkata:
"Sesungguhnya kitab-kitab di rumah fulan adalah tulisanku, maka apabila telah tiba sakratul maut, genggamlah tanganku, apabila tangan ini menggenggam tanganmu, berarti amalku itu tidak diterima sedikit pun, maka buanglah seluruh kitabku ke sungai pada malam hari, tetapi apabila tangan ini terbuka, berarti amalanku diterima."
Maka ketika ia wafat ternyata tangannya terbuka, dan tersebarlah kitab-kitab beliau sejak saat itu.
◆ Atau Imam Syafi'i yang berkata "saya ingin orang-orang mengambil ilmuku, tanpa menisbatkannya kepadaku".
Itulah sekelumit gambaran Salaf dalam menyembunyikan amal mereka untuk menjaga niat, karena mereka adalah orang-orang yang paling sadar bahwa tidaklah berharga suatu amal tanpa niat yang ikhlas, sehingga mereka sangat berhati-hati dari segala hal yang dapat merusaknya, salah satunya adalah pujian dan pandangan manusia.
Pujian dan ketenaran adalah sesuatu yang mereka jauhi dan benci, bahkan dianggap sebagi musibah.
● Berkata Ibrahim Bin Adham: "Tidaklah jujur kepada Allah, hamba yang menyukai ketenaran".
● Sedangkan Basyar Bin Al Harits berkata : "Tidak akan merasakan kenikmatan akhirat seorang yang suka dikenal oleh manusia".
Tak heran, apabila Allah lah yang membalas keikhlasan mereka dengan pahala yang sempurna, dengan kecintaanNya, membanggakan mereka dan memberikan kenangan yang baik di antara manusia sesudahnya sampai zaman selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar