Senin, 04 Juni 2018

RISALAH PUASA NABI SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM, I'TIKAF

Ustadz Fauzan S.T., Lc, M.A.

بسم اللّه الرحمن الرحيم 
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para sahabat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan kaum muslimin yang berbahagia di manapun anda berada.

Alhamdulilāh, kita berada dibulan Ramadhān, bulan yang penuh berkah, penuh maghfirah, semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla mencurahkan keberkahan dan ampunan kepada kita semua. Āmīn 

Pembahasan kita kali ini adalah tentang I'tikāf.

I'tikāf adalah satu ibadah yang sangat mulia sangat agung. Ibadah yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. 

⑴ Definisi i'tikāf 

I'tikāf adalah berdiam diri pada sesuatu. 

Oleh karena itu orang yang berdiam diri dimasjid disebut juga sebagai mu'tākif, dan berdiam diri pada sesuatu yang lain juga disebut i'tikāf. 

⑵ Dalīl disyari'atkannya i'tikāf 

Di sana banyak dalīl diantaranya hadīts dari Abū Hurairah radhiyallāhu ta'āla 'anhu, beliau berkata: 

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ عَشْرَةَ أَيَّامٍ ، فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِى قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا

_"Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam senantiasa beri'tikāf pada bulan Ramadhān selama sepuluh hari. Namun pada tahun wafatnya, Beliau beri'tikaf selama dua puluh hari."_

(Hadīts riwayat Bukhāri nomor 2044) 

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengutamakan i'tikāf pada sepuluh hari yang terakhir sebagaimana disebutkan oleh Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā:

أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ

_"Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam beri'tikāf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhān hingga Allāh mewafatkan beliau."_

(Hadīts riwayat Bukhāri nomor 2026)

Ini menunjukkan bahwasanya i'tikāf adalah suatu amalan yang sangat agung, dimana Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak pernah meninggalkan ibadah i'tikāf sampai akhir hayatnya. 

Dan sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhān adalah tempat dimana terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan (lailatul qadr).

Sebagaimana disebutkan di dalam hadīts Āisyah:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

_"Jika telah datang sepuluh hari yang terakhir di bulan Ramadhān, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengencangkan sarungnya, menghidupkan malam-malamnya (dengan beribadah), dan beliau juga membangunkan keluarganya (untuk beribadah)."_

(Hadīts riwayat Bukhāri nomor. 2024 dan Muslim nomor 1174)

Oleh karena itu hendaknya kita bersungguh-sungguh untuk mendapatkan keutamaan di sepuluh hari yang terakhir dengan beribadah (i'tikāf). 

⑶ Tidak disyari'atkan i'tikāf kecuali di masjid

I'tikāf yang disyari'atkan adalah di masjid, dalīlnya adalah firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla . 

Allāh Subhānahu wa Ta'āla  berfirman: 

وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ

_"Dan janganlah kamu mencampuri mereka (istri-istri kalian) sedangkan kamu beri'tikāf di dalam masjid."_

 (QS Al Baqarah:187)

⇒ Ini menunjukkan bahwasanya asal i'tikāf adalah di dalam masjid 

⑷ I'tikāf wanita 

I'tikāf wanita apakah disyari'atkan atau tidak? 

Dalīl bahwasanya hal itu disyari'atkan adalah hadīts dari Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā, beliau berkata: 

أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

_"Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam beri'tikāf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhān hingga Allāh mewaftakannya, kemudian isteri-isteri beliau pun beri'tikāf setelah kepergian beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam)."_

(Hadīts riwayat Bukhāri nomor 2026 dan  Muslim nomor 1172)

Dalam hadīts lain, dari Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā, berkata: 

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ ، وَإِذَا صَلَّى الْغَدَاةَ دَخَلَ مَكَانَهُ الَّذِى اعْتَكَفَ فِيهِ – قَالَ – فَاسْتَأْذَنَتْهُ عَائِشَةُ

_"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam biasa beri'tikāf pada bulan Ramadhān. Apabila selesai dari shalāt shubuh, beliau masuk ke tempat khusus i'tikāf beliau. Kemudian 'Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā meminta izin untuk bisa beri'tikāf bersama beliau, maka beliau mengizinkannya."_

(Hadīts riwayat Bukhāri nomor 2041)

⇒ Jadi i'tikāf bagi wanita disyari'atkan sesuai dengan hadīts yang sudah disebutkan di atas akan tetapi di sana ada dua syarat. 

Dua syarat itu, adalah: 

① Izin dari suaminya. 

Bila suaminya mengizinkan maka boleh seorang wanita untuk beri'tikāf akan tetapi jika suaminya tidak mengizinkan maka dia tidak boleh beri'tikāf. 

② I'tikāfnya tidak menjadi fitnah 

Maksud fitnah di sini adalah cobaan, godaan bagi yang lain, atau dia sendiri tergoda sehingga bukan beribadah malah menjadi maksiat. 

Apabila memenuhi dua syarat ini, maka diperbolehkan seorang wanita beri'tikāf. 

Demikian yang bisa disampaikan pada pertemuan kali ini, in syā Allāh kita akan lanjutkan pada pertemuan berikutnya, mudah-mudahan bermanfaat. 


وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
 
_____________________

Tidak ada komentar:

Posting Komentar